PART 33

1.2K 100 19
                                    

"Dia jadi dadu, gue jadi bidak, dan sekolah ini adalah arena ular tangga."

⬇️

Hujan masih mengguyur rintik-rintik hingga gelap menjemput. Suara jangkrik dan hewan-hewan malam lainnya pun ikut meramaikan suasana kamar Nada. Membuat gadis yang sedang meringkuk diatas tempat tidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya itu belum terlelap bahkan sampai lewat tengah malam. Tidak, bukan karena suara hujan ataupun jangkrik, tetapi pikirannya yang seolah-olah terus berteriak.

Nada menghela nafas panjang seraya menyibak selimutnya. Pandangannya menyorot kosong ke arah langit-langit kamar.

Haruskah gue berhenti mencari tahu tentang hubungan Pak Abdi dan Pak Budi? Tapi bakal banyak kejadian-kejadian yang mengganggu kalok Pak Budi tetap jadi kepala sekolah. Galuh pun bakal terus dipaksa pindah sekolah sama Papa nya.

Nada memiringkan tubuhnya kekanan dan melirik bingkai foto yang berdiri tegak di atas meja belajarnya, foto yang menangkap keempat anak SMA yang tersenyum lebar ke arah kamera. Pikirannya kembali bekerja, berkelana hingga ke masa yang lampau sampai helaan nafas kembali keluar dari mulut gadis itu.

Enggak, masa gue takut sama omongan gak jelas om-om gila itu. Gue harus lanjut nyelesain masalah ini, Pak Abdi harus segera ketemu dan balik ke SMA Merah Putih.

Nada memantapkan tekadnya kemudian kembali menatap lurus kedepan. Tapi kalok gue celaka gimana?

"Aagh! Gak tau ah!" Nada mendadak kesal sendiri. Ingin membohongi dirinya sendiri pun ia tidak bisa, bagaimanapun ceritanya jika Nada terlibat dalam masalah ini maka tindak kriminal pasti juga tidak akan bisa dihindari.

Untuk mengalihkan pikirannya, gadis itu cepat-cepat meraih ponsel dan menyalakan data internet. Tidak mempedulikan cahaya ponsel itu yang menusuk matanya, Nada membuka aplikasi pesan dan mendapati grup chat yang berisi empat orang anggota itu masih aktif.

Nada sejenak mengerutkan keningnya ketika membaca pesan dari Angkasa dan Galuh yang mengatakan bahwa ada seseorang yang menyusup masuk ke rumah Pak Budi pada saat mereka kesana. Kerutan di kening gadis itu kian tercetak ketika Erza yang ikut bergabung didalam percakapan itu seperti tidak mau menjelaskan apapun, padahal cowok itukan juga mendengar penjelasan anak Pak Abdi yang berkata bahwa Papa nya menghilang 2 bulan yang lalu.

Dasar bego, tinggal jelasin apa susahnya sih. Eh tapi kan Erza gak jelas, percuma dong entar Angkasa sama Galuh malah gak ngerti sama penjelasannya.

Setelah satu helaan nafas, Nada mulai menjelaskan semuanya kepada Angkasa dan Galuh menggunakan pesan suara. Tidak mempedulikan Galuh yang bertanya mengapa Nada masih terjaga saat ini, gadis itu tetap melanjutkan penjelasannya bahkan ia pun menceritakan tentang ancaman pria aneh yang mengaku bernama Prima itu.

Reaksi mereka ternyata diluar dugaan, awalnya Nada mengira mereka kan sepemikiran dengannya—ancaman itu berarti memang ada yang tidak beres dengan Pak Budi—namun mengapa mereka malah memilih menghentikan pencarian ini?

Angkasa : Lebih baik kita berhenti dulu, ancaman itu berarti lawan kita gak main²

Galuh : Gue setuju sih, apalagi kita gak ada persiapan.

Loh, kok gitu? Bukannya itu berarti kita mengaku kalah karena takut sama ancamannya?

Galuh : Ya kita memang takut sama ancamannya kan?

Fake GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang