PART 53

907 67 19
                                    

"Here we go again..."

🌃


Suara hentakan terdengar menggema keseluruh ruangan saat sebuah koran terlempar, si empu pelempar bahkan mengumpat keras setelah membaca berita utama di koran tersebut. Minggu pagi yang seharusnya berlalu seperti biasa kini berubah menjadi kacau dengan beredarnya berita di halaman pertama koran tersebut.

Pak Budi menatap tajam lipatan kertas kusam yang baru saja ia lemparkan ke pojok ruang kerjanya. Koran lokal yang beredar di pagi ini membawa informasi busuk mengenai seorang kepala sekolah salah satu SMA Negeri yang di duga melakukan tindakan korupsi besar dari dana pembangunan sekolah sebagai berita utamanya. Ya kepala sekolah dalam berita itu adalah dirinya!

Pria itu memijat pelipisnya untuk menenangkan diri, sebab rasanya sedari tadi ia ingin sekali membunuh wartawan yang berhasil menerbitkan informasi tentangnya. Beruntung ia cepat mengetahui berita itu dan dapat segera memerintahkan beberapa orang untuk mengurangi pengedaran koran pagi ini, jika tidak bisa-bisa tindakannya langsung tercium oleh pihak berwajib.

Pak Budi mengakuinya, rencana utamanya memang adalah untuk mengambil keuntungan dari dana pembangunan yang dikeluarkan pemerintah, tentunya dengan perhitungan yang matang sehingga terlihat tak kasat mata.

Dengan gerakan yang tampak kalut, Pak Budi mengedarkan pandangannya keseluruh permukaan meja hingga lemari di hadapannya. Belakangan ini pria itu selalu lupa dimana ia menaruh ponsel keduanya, dan setelah pencarian singkat ponsel itupun ditemukan di dalam laci. Segera Pak Budi menekan nomor kontak Prima untuk menghubunginya.

Alih-alih duduk di kursinya, Pak Budi kembali mulai melangkah dengan gusar menunggu sambungannya diangkat. Dan dalam beberapa detik berikutnya barulah suara serak milik Prima terdengar.

Pak Budi menghela nafas singkat sebelum berbicara, "Tidak bisakah panggilan saya diangkat lebih cepat? Berita—"

"AH BRENGSEK!!" Tahu-tahu Prima mengumpat diseberang sana, jeda sesaat tercipta sebab Pak Budi pun mengernyit, "Saya tahu tentang berita itu, bahkan saya sudah semalaman berusaha menghack situs web yang menerbitkannya agar semua artikel tentang itu dihapus. Setidaknya hargai saya belum istirahat sama sekali ini!"

Jawaban penuh kekesalan Prima itu malah semakin membuat Pak Budi frustasi. Ia tak dapat lagi membayangkan bagaimana cepatnya berita itu menyebar saat melalui media internet. Berita sialan ini benar-benar menyusahkan. "Akhh bisa-bisanya hal ini bocor."

"Menurutmu siapa lagi pelakunya?" Sahutan Prima itu membuat Pak Budi seketika mengatupkan rahangnya keras. Satu nama melintas di benak pria itu, telapak tangannya langsung mengepal mengingat seorang anak yang paling mungkin merupakan dalang dibalik semua ini, Ghara.

"Lanjutkan pekerjaanmu, anak itu benar-benar ingin mati." ujar Pak Budi sebelum menurunkan ponsel yang sebelumnya ia tempelkan di telinga.

"Hei! Tidak bisakah memerintahkan anak buahmu dulu untuk membantu saya me-report berita ini?!"

Pak Budi tak lagi mendengarkan sahutan pria diseberang sana itu dan segera menutup sambungan telepon. Benar-benar tidak mempedulikan Prima yang lagi-lagi mengumpat kesal terhadap jawabannya yang terkesan sangat acuh. Tak terpikirkan sedikit pun oleh Pak Budi bahwa Prima tengah merasa sangat stress sebab kepalanya hampir pecah setelah semalaman berada didepan komputer.

Fake GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang