PART 16

1.8K 100 7
                                    

"Semua yang lo alami itu takdir, bukan sekedar pilihan lo sendiri. "

⬇️

"Anjir!" Teriak Nada ketika seseorang menabraknya dari belakang. Entah sudah berapa banyak luka diwajahnya, namun tidak sama sekali membuat gadis itu menyerah untuk mencari Galuh. Hanya dengan modal balok kayu ditangannya, Nada berharap dapat menemukan cowok itu secepatnya.

Sesekali Nada menatap gedung sekolahnya yang hampir semua kaca jendelanya telah dipecahkan. Bahkan sebagian siswa mengeroyok pos satpam, entah bagaimana nasib Pak Gilang yang merupakan satpam sekolah itu sekarang.

"Eh, Galuh bukan?!" Teriak Nada pada seseorang didepannya. Orang yang diajak bicara pun berbalik badan membuat Nada kembali mengumpat.

"Apaan sih lo?! Cewek sok-sokan ikut!!" ucap cowok asing tersebut dengan wajah sangat tidak selow. Sudah pasti ia bukan Galuh.

"Siapa yang ikutan?! Gue bukan pengecut kayak kalian semua yang beraninya main keroyokan!!" Balas Nada sebelum ia melayangkan balok kayu ditangannya pada kepala orang itu, kan sayang kalau tidak dipergunakan.

"GALUH!!" Jerit Nada setelah frustasi tidak menemukan Galuh dimana pun. Memang mustahil menemukannya di tempat ini.

"NADA!!"

Mendengar namanya terpanggil, Nada menoleh ke segala arah dan akhirnya mendapati Galuh tengah berlari ke arahnya. Akhirnya.

"Lari bego!!" Bentak Galuh membuat Nada tersentak dan langsung mengerutkan kening.

"Apaan?!"

Bruuk!

Sedetik setelah Galuh mendorong tubuh Nada kebelakang, sebuah batu melesat cepat dan menghantam kepala Galuh. Hampir saja, hampir saja kepala Nada yang dihantam batu itu.

Tak butuh lama, tubuh yang belum sempat Nada ajak bicara tersebut ambruk dengan kepala penuh luka dan darah.

Nafas Nada tercekat, seluruh organ tubuhnya seakan berhenti bekerja. Galuh menyelamatkan kepalanya? Demi dirinya?

"Ga.. Galuh!!" Akhirnya Nada menemukan suaranya dan terhuyung mendekati tubuh itu. "Jangan mati please! Gue belom minta maaf!"

Di pegang nya kepala cowok itu, berusaha menyulitkan darah yang hendak keluar lebih banyak. Gadis itu meneteskan air mata ditengah kacaunya situasi dimana semua orang fokus pada ego didalam diri masing-masing yang kemudian mematikan semua perasaan termasuk belas kasihan.

"Bentar.. tunggu seben—tar, gue minta bantuan. Gue cari Angkasa sebentar.. ya."

Secepat mungkin Nada berlari dari situ dan berputar-putar mencari keberadaan Angkasa yang pasti tengah mengikutinya.

• • •

Mendung tiba-tiba melapisi langit, kerumunan yang tadinya amat ramai dan rusuh mulai berkurang dengan datangnya polisi. Seluruh korban yang jatuh langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dan teriakan-teriakan marah pelajar digantikan dengan ungkapan kekesalan para orang tua yang juga memenuhi kantor kepala sekolah. Yang paling menyebalkan itu, Pak Budi selaku alasan dibalik semua kekacauan ini, menghilang tanpa jejak bagaikan ditelan bumi.

Cowok dengan balutan seragam SMA itu berjalan terseok-seok menyusuri koridor sekolah yang telah sepi. Tak ada seorang pun yang masih bisa ia ajak mengobrol, semuanya lebih memilih tergeletak di tanah dengan luka yang menurutnya tidak seberapa parah.

"Sial, belum apa-apa udah ada polisi." ucapnya sendiri. Meskipun hidungnya berulang kali mengeluarkan darah, semangatnya tidak surut untuk terus menyerang si kepala sekolah.

Fake GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang