17. Konflik dengan Liona.

232 32 1
                                    

Hi! Everyone!

Happy reading!

🐰🐰

Makin keras gue berusaha buat ngubah keadaan, semuanya malah semakin memburuk!
~Hana Angelin.


***

Brak!

Pintu kamar Hana di dorong keras oleh Tio. Hana tentu saja sangat terkejut, karena Tio datang secara tiba tiba.

“Hana! Kata siapa kamu boleh keluar?!” Tio menarik tangan Hana agar bangkit dari tidurnya.

Hana menepis tangan Tio kasar. Ia menatap tajam Tio tajam dengan nafas memburu.

“Jangan sentuh Hana! Papah udah cukup nyakitin Hana kemarin! Apa papah nggak puas, hah?!” Hana memundurkan langkahnya.

“Hana, berhenti ngelawan papah!” bentak Tio.

Hana tertawa meremehkan. “Sifat papah, yang bikin Hana berani buat ngelawan papah!”

“Sekarang kamu udah berani nyalahin papah, Hana!”

“Udah pah! Hana capek! Mending papah keluar deh.” usir Hana.

“Hana kamu-

“KELUAR!” Hana berteriak sangat kencang, sampai kedua matanya juga ikut terpejam.

“Oke, Hana!” bentak Tio.

Tio keluar dari kamar Hana dengan langkah yang cukup cepat. Hana menatap kepergian Tio, nafas Hana memburu, tangannya mengepal kuat.

Brak!

Tio menutup pintu kamar Hana dengan keras. Hana berjalan menuju lemari pakaianya, ia mengambil jacket untuk menutupi tubuhnya. Hana menatap datar dirinya di cermin. Jika handphone nya tidak mati saat itu, Hana tidak perlu melakukan hal ini.

Hana berjalan menuju pintu kamarnya. Dan seperti biasanya, Tio dan Ana sedang beradu mulut membahas tentang dirinya. Sudah biasa. Ana dan Tio menatap Hana yang berlari kecil menuju pintu keluar.

“Hana! Kamu mau kemana?!” teriak Tio. Hana tidak merespon pertanyaan dari Tio. Membuat Tio geram dan ikut berlari mengejar Hana.

Tio menghentikan langkahnya saat melihat Hana ingin pergi menaiki mobil.

“Hana!” Tio menghampiri Hana sambil berlari.

“Mau kemana kamu?!” Tio mencengkram lengan Hana.

Hana menepis tangan Tio kasar dan menatapnya tajam. “Bukan urusan papah!”

Hana langsung masuk dan menutup pintu mobil dengan kasar. “Jalan pak.”

“Iya neng.” Pak Udin mulai menjalankan mobilnya keluar dari pekarangan rumah Hana.

Selama perjalanan, Hana hanya diam menatap keluar jendela. Rasanya bahagia sekali ketika kita melihat orang lain tersenyum. Apakah mereka tersenyum hanya untuk menutupi luka? Atau, mereka tersenyum karena bahagia? Entahlah, Hana selalu melihat senyum palsu dari Ana, begitu juga sebaliknya. Hana, selalu memberikan senyum palsu untuk Ana. Hana hanya ingin tersenyum, berharap bisa menyembuhkan luka seiring berjalannya waktu.

“Neng, jangan ngelamun. Pamali.” kata Pak Udin menyadarkan Hana dari alam bawah sadarnya.

Hana tersenyum tipis. “Iya pak.”

RELEASE [Completed]✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang