3. Perselisihan

444 87 7
                                    

Hi! Everyone!

Happy reading!:')

***

“Hana pulang!” teriak Hana saat memasuki rumahnya yang megah.

Suasana di rumah Hana sangat sunyi dan sepi.

“Mamah kemana ya” gumam Hana.

Hana berjalan menuju kamar Tio dan Ana. Kenapa suasana di sini sangat berbeda, tidak seperti biasanya.

“Mas! Kamu nggak boleh egois dong!” terdengar suara Ana dari dalam kamar. Hana menghentikan langkahnya.

“Maksud kamu aku egois?! Aku udah nafkahin kamu sama Hana selama dua puluh tahun! Sekarang aku berhak pergi bukan?!” gertak Tio.

Hana mendekatkan telinganya ke pintu kamar mereka, mencoba untuk menyesuaikan pendengarannya.

“Aku mohon mas, tunggu sebentar lagi” Ana mulai terisak.

“Sebentar lagi?! Sampai kapan?!”

Hana mengerutkan dahinya. Ia tidak mengerti pembicaraan kedua orang tuanya. Memangnya Tio ingin pergi kemana? Dan kenapa Ana meminta Tio untuk menunggu sebentar lagi.

“Sampai Hana menikah”

Hana membulatkan matanya, memangnya ada apa setelah ia menikah. Apakah hal baik akan terjadi? Atau kebalikannya.

“Apa kamu gila?! Itu waktu yang cukup lama!”

“Aku mohon mas. Setelah itu, kamu boleh urus surat perceraian kita”

Prang!

Hana tidak sengaja menyenggol sebuah vas bunga di atas bufet minimalis yang berada di samping pintu kamar orang tuanya.

Ceklek

Tio dan Ana terkejut ketika melihat vas bunga di atas bufet pecah, tapi mereka lebih terkejut ketika melihat Hana berada di depan kamar mereka.

“Hana”

Hana menatap mereka berdua secara bergantian. Hana kesal, marah, sedih dan kecewa. Perasaan itu terkumpul menjadi satu.

“Kalian mau cerai?” tatapan Hana menajam tertuju pada mereka berdua.

Tio menunduk, kemudian mengangguk.

“Mas!” bisik Ana.

“Kenapa?!” sungguh! Hana tidak tahan. “Karena udah nggak saling cinta?!”

“Hana, papah mohon kamu nggak usah ikut campur masalah kita” kata Tio mendekat ke arah Hana.

“Terus? Kalian anggep Hana apa?!” Hana memundurkan langkahnya menjaga jarak antara Tio dan dirinya.

“Hana, kamu nggak boleh ngebentak sayang” Ana mencoba untuk mengontrol Hana.

“JAWAB!” bentak Hana sambil mengeluarkan air matanya. “Kalian nganggep Hana sampah?! Iya?!”

“Hana! Jaga bicara kamu!” gertak Tio yang sudah tidak tahan dengan perilaku anaknya.

“Emang seharusnya Hana nggak lahir ke dunia ini! Kalo akhirnya begini lebih baik-

Plak!

Tio refleks menampar pipi Hana. Ia sangat emosi karena Hana selalu berbicara yang seharusnya tidak ia bicarakan. Dada Tio naik turun karena emosi yang memuncak.

“Mas!” pekik Ana menutup mulutnya.

Hana menyentuh pipi kanannya yang terasa panas dan nyeri karena tamparan Tio. Ia menatap tajam Tio, ayah macam apa dia?!

RELEASE [Completed]✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang