48. Sebuah kebenaran yang menyakitkan.

225 21 10
                                    

Happy reading<3

BELUM REVISI, MAAF KALO ADA TYPO!!

Enjoy aja bacanya.

____________________

Hana terus memegang dadanya yang terasa sakit. Nafasnya tersengal-senggal, dadanya kian bertambah sesak, kuku Hana membiru, wajahnya sangat pucat. Varel, Liona dan Cindy yang melihat itu menjadi sangat panik.

“Kita bawa Hana ke rumah sakit!” Cindy mengangguk, sedangkan Liona, gadis itu terlihat sangat bimbang.

Varel menggendong Hana ala piggyback. Mereka berlari keluar, di susul Cindy yang membawa tas sekolah Hana. Liona berdiri di ambang pintu UKS, dia menatap punggung Hana yang menjauh dengan tatapan sendu.

Varel dan Cindy berhenti di depan gerbang. Beruntungnya, ayah Cindy sudah standby di depan, bersama mobilnya. Dengan cepat, Cindy membuka kursi penumpang. Varel dan Hana masuk ke dalam mobil, di susul oleh Cindy yang duduk di samping kursi pengemudi.

“Cepet, ayah!” geram Cindy ketika melihat ayahnya hanya melongo.

“Eh, iya.” Ayah Cindy langsung menginjak pedal gas nya. Mobil yang di naiki Hana, segera melaju dengan cepat.

Selama perjalanan, Hana terus mengeluarkan air mata. Dadanya sangat sesak, melebihi apapun. Hana meremas dadanya sambil meringis, ingin terisak pun, rasanya tidak bisa.

Setelah menempuh perjalanan yang agak jauh, akhirnya mobil mereka sampai di rumah sakit. Ayah Cindy langsung memanggil perawat, agar menyiapkan brankar dorong untuk Hana. Varel mengeluarkan Hana, di bantu oleh Cindy. Varel membaringkan tubuh Hana di brankar, lalu selebihnya para perawat yang melakukannya.

🐰🐰

Tiga puluh menit berlalu, Hana akhirnya membuka matanya perlahan. Sayup-sayup, ia mendengar isak tangis seseorang. Hana menoleh lemah ke sumber suara.

“Omah.”

Hana melihat omahnya sedang menangis tersedu-sedu. Hana tau alasan omah menangis, ia sangat tau.

“Nana...” omah menggenggam erat tangan Hana. “Tolong bertahan... Omah mohon...”

Hana tersenyum manis. “Omah, semuanya udah di tentukan oleh Tuhan. Kita, sebagai hamba-Nya hanya bisa pasrah dan menerima semua takdir yang sudah di tentukan.” omah semakin terisak. “Omah jangan nangis lagi, Nana gak apa-apa, kok.” Hana mengusap air mata omah lembut, di sertai oleh senyuman.

Omah menepis tangan Hana. “Kamu gak perlu 'sok kuat! Omah tau perasaan kamu.”

Hana semakin tersenyum lebar. Hati omah terasa sangat sakit, ketika Hana tersenyum lebar seperti tidak mempunyai beban apapun.

“Omah, jangan kasih tau siapa-siapa, ya. Nana gak mau ngelukain siapapun, karena tau keadaan Nana.”

“Nana, omah bakal ngelakuin apapun, asalkan Nana tetap hidup.” kata omah dengan nada yang bergetar. “Omah bakal donorin paru-paru buat, Nana. Kamu bisa hidup dengan dua paru-paru, itu yang kamu mau, kan? Omah bisa lakuin itu sekarang.”

Hana terkekeh. “Enggak, omah. Nana gak butuh itu.” Hana tersenyum tipis. “Kalo ajal Nana udah deket, Na-

“Jangan bicara seperti itu!” bentak omah. “Kamu gak boleh bicara seperti itu, Na.” omah mengusap pucuk kepala Hana.

RELEASE [Completed]✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang