Hi! Everyone!
Happy reading!
***
Setelah Hana mendengar, kalau Tio selalu menanyakan kabarnya pada Pak Udin. Hana langsung meminta izin masuk ke dalam kamar, dan beralasan mengerjakan tugas sekolah.
Hana duduk di kursi meja belajar, ia menuliskan sesuatu di buku hariannya.
My diary...
Hai! Seperti biasanya, aku akan bercerita tentang bagaimana alur hidup ku hari ini. Banyak hal mengejutkan, yang tidak dapat aku duga. Salah satunya adalah papah.
Aku kira, dia tidak peduli dengan hidup ku. Aku kira, dia tidak peduli bagaimana keadaan ku sekarang. Ternyata, aku salah besar. Papah masih ada rasa peduli untukku, walaupun itu tidak besar. Rasanya sulit di percaya.
Rasa sayangku pada papah terkadang pudar, saat papah memukul, membentak dan menyiksa ku. Rasanya sangat menyakitkan. Sepanjang malam, aku selalu menangis. Bagaimana rasanya saat kita mendengar semua kalimat yang mengarah pada perceraian orang tua? Kalian tau bagaimana rasanya? Sangat sakit. Hati kita bagai terpecah belah, sampai berkeping-keping dan tidak bisa menyatu lagi. Itulah yang aku rasakan, saat mamah dan papah selalu beradu mulut. Tapi, aku bersyukur karena papah masih ada rasa peduli untukku.
ฺ✿ฺNana.
Hana tersenyum, saat ia melihat sederet kalimat panjang yang ia tulis tentang Tio.
Ceklek
Hana menoleh ke ambang pintu. Di sana, Ana berdiri dengan isak tangisnya menatap Hana.
“Mamah.”
Ana berlari kecil menghampiri Hana. “Na, ikut mamah.”
“Kemana?” Hana mengerutkan dahinya. “Mamah bilang, mamah nggak bisa pulang malem ini.”
Ana menyeka air matanya yang selalu mengalir di pipinya. “Kamu beresin semua barang kamu. Dan nggak usah banyak tanya.”
Ana mengambil koper dari atas lemari Hana. Ia memasukan beberapa pakaian milik Hana.
“Mah!” Hana menghentikan pergerakan Ana.
“Kamu bisa beresin sendiri kan? Mamah juga mau beresin barang milik mamah.” Ana beranjak pergi dari kamar Hana.
Hana terduduk di tepi ranjang. Ada masalah apa? Ia memegang kepala nya yang terasa sangat pusing.
“Hana, ayo!” Ana menarik Hana.
Hana menepis kasar tangan Ana. “Ini ada apa! Mamah kenapa nangis?!”
Ana hanya menggeleng, ia terus terisak sambil mengemasi barang milik Hana.
“Mah, tolong jelasin!”
“Mamah sama papah cerai!”
Jleb!
Dunianya runtuh seketika. Ia melangkah mundur, menatap Ana kecewa.
“Maksud mamah apa?”
Ana mendesah berat. “Sekarang kamu pilih. Ikut mamah, atau tinggal disini sama papah?”
Hana menunduk, ia menggeleng lemah. “Hana nggak bisa milih.”
“Terserah kamu! Mamah cape.” Ana kembali terisak, tubuhnya semakin bergetar.
Mata Hana mulai berkaca-kaca. “Hana-
“Maafin mamah, Na. Mamah udah nggak tahan sama perlakuan papah kamu. Dia kasar bukan cuma ke mamah, tapi ke kamu juga.” tubuh Ana terhuyung ke belakang, ia terduduk di tepi ranjang Hana. “Mamah terima, kalo dia kasarin mamah. Tapi, mamah nggak bisa tahan, saat kamu di pukul, di bentak dan di siksa sama papah kamu. Mamah bener-bener nggak tahan, Na.”
KAMU SEDANG MEMBACA
RELEASE [Completed]✔✔
Teen Fiction[Kalau CHAPTER-nya gak ada berarti ceritanya diprivate, Follow dulu baru bisa baca] *** Terkadang, seseorang memang harus melepaskan dan mengikhlaskan sebuah kejadian masa lalu demi berjalannya kehidupan selanjutnya. Dan aku percaya tentang kita. ...