6. Pulang bersama

11.7K 1.2K 61
                                    

Sepulang sekolah, Jingga dipanggil oleh Ibu Ika untuk membantunya memeriksa jawaban dari adik kelas. Maklum saja, Jingga anak yang pintar jadi dia sangat disayangi oleh guru-guru dan hal seperti itu sudah biasa baginya.

Hampir dua jam Jingga membantu bu Ika dan sekarang sudah pukul 5 sore, sudah sangat sore baginya, sekolah juga sudah sangat sepi karena jam pulang sudah berlalu dua jam yang lalu.

Jingga melangkah dengan lesu berjalan menuju gerbang SMA menunggu Raka atau Nessa yang akan menjemputnya, meski yang biasa menjemputnya adalah Raka. Kemudian Jingga duduk di kursi tunggu.

Jingga mulai membuka ranselnya dan mengambil hapenya untuk menghubungi kedua orang tuanya. Jingga tak bisa menyetir mobil maupun memakai motor itulah sebabnya mengapa dia tak pernah membawa kendaraan sendiri ke sekolah.

Baru saja Jingga hendak menelfon Raka, hapenya sudah mati terlebih dahulu. Jingga menghela nafas, dia merasa kesal dengan dirinya yang bodoh karena lupa mengecas hapenya.

Jingga berharap jika Raka akan datang menjemputnya sebentar lagi.

Nyatanya sampai matahari berubah menjadi gelap pun belum ada tanda-tanda jika Raka maupun Nessa datang, kini langit sudah gelap karena sebentar lagi hujan akan turun. Taksi maupun bus juga tak ada yang lewat sedari tadi, dan tak lama kemudian hujan turun mengguyur ibu kota.

Jingga mulai merasa ketakutan karena keadaannya di sana sudah sangat sepi, tidak ada orang satupun yang berada di sana.

Sebuah mobil berhenti tepat di samping tempat Jingga berdiri, seseorang turun dari mobil tersebut, menerobos hujan dan berjalan mendekati Jingga.

"Ayo masuk!" Jingga masih terdiam menatap Lembayung.

"Kenapa diam? Ayo masuk!" Jingga akhirnya berjalan dengan Lembayung yang berada di belakangnya, laki-laki itu mengangkat jaketnya agar ia dan Jingga tak terkena guyuran hujan.

Setelah membukakan pintu untuk Jingga, Lembayung kini berjalan memutar mobilnya kemudian masuk di tempat kemudi.

"Udah lama ya?" tanya Lembayung.

"Kok lo bisa di sini? bukannya sekolah  udah selesai beberapa jam yang lalu?" Lembayung terkekeh mendengar pertanyaan Jingga.

"Gue nggak langsung pulang melainkan gue pergi ke rooftop terus gue ketiduran di rooftop eh, pas bangun ternyata udah mau hujan." Lembayung mulai menyalakan mesin mobilnya dan menjalankan mobilnya.

"Terus pas gue jalan mau pulang nggak sengaja aja gue ngeliat lo lagi duduk nunggu di kursi," lanjut Lembayung.

"Makasih ya," ucap Jingga.

"Ya ampun, Ga, santai aja kali! Lo kan sahabat gue jadi nggak perlu bilang terima kasih gitu."

Jingga hanya tersenyum kikuk, kini Jingga menatap ke luar jendela.

"Lo tadi lagi nungguin siapa sih?"

Sebenarnya Lembayung agak sedikit malas untuk berbasa-basi seperti ini hanya saja karena Jingga dia harus rela berbasa-basi dan mencari topik agar pembicaraan tidak berhenti disitu saja.

"Nunggu jemputan," jawab Jingga.

"Kenapa nggak ditelfon aja?"

"Hape gue tadi mati, lupa di cas."

"Ceroboh banget sih lo." Lembayung terkekeh.

Setelah itu hening, Lembayung sibuk menyetir dan Jingga kembali menatap ke arah lain sambil mengusap lengannya yang mencoba membuat tubuhnya hangat.

Lembayung melirik Jingga yang terlihat kedinginan.

"Di belakang ada hoodie tolong ambilin dong!" ucap Lembayung.

LEMBAYUNG (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang