41. Kehilangan

12.1K 1.2K 645
                                    

Hari kamis tanggal tiga satu.
Dia emang manis tapi nggak mau di ajak bersatu, Awokwokwok:)


















Di dalam kamarnya Senja tengah menatap pantulan dirinya di cermin rias. Setelah dua minggu lamanya ia uring-uringan, akhirnya hari ini ia mulai berdandan setidaknya agar ia terlihat rapi.

Dua hari yang lalu ia keluar dari rumah sakit, keadaannya sekarang sudah sedikit membaik, tapi tidak dengan batinnya. Kilas bayangan perlakuan Lembayung waktu itu terus terngiang-ngiang, mata Senja nampak berkaca-kaca mengingatnya.

Detik berikutnya tangis Senja pecah, gadis itu menggelengkan kepalanya berharap ingatan kejadian tersebut tak lagi memenuhi bayangannya. Senja menghela nafas seraya mengatur nafasnya, matanya terpejam merasakan sesak di dadanya. Oh ya Tuhan, dosa besar apa yang Senja telah perbuat di masa lalu? Mengapa kedua orang yang sangat berarti di hidupnya menghianatinya dengan begitu kejam. Bahkan rasa sakit yang Senja rasakan saat ini lebih terasa sakit ketimbang penolakan yang sering ia terima dari Lembayung yang dulu-dulu.

Senja menggigit bibir bawahnya, melampiaskan rasa sakit yang tengah ia rasakan. Sungguh Senja serasa berada di titik terlemahnya sekarang. Namun, pada akhirnya Senja kembali tersadar bahwa apa yang ia lakukan salah. Ia tak boleh terlihat lemah seperti ini, ia harus mengikhlaskan apa yang telah terjadi, ia harus menyerah dan memulai menata hidupnya yang baru.

Senja harus menyerah pada perjuangan yang tak punya ujung kepastian. Memang sangat tidak mudah ketika kita ingin melupakan sesuatu yang telah menyakitinya terlalu dalam. Tapi, mau bagaimana lagi, ia sudah lelah. Sungguh ia sangat lelah, perjuangannya selama ini tak pernah sekali pun di hargai.

Tok tok tok...

Senja menghapus air matanya, ia segera berjalan menuju pintu, sebelumnya ia memastikan terlebih dahulu tidak ada air mata.

"Hay." Sapaan pertama yang di lontarkan oleh Jingga, ia juga terlihat tersenyum gugup menatap Senja.

Bayangan kejadian entah tiba-tiba datang menghampirinya, hatinya terasa sesak.

"Ngapain sih lo ke sini?" tanya Senja ketus.

Sungguh ia masih sangat kecewa terhadap sahabatnya ini.

"Gue bisa jelasin semuanya, Ja." Jingga menatap Senja dengan mata yang berkaca-kaca.

Benar-benar Senja sangat muak dengan gadis di depannya ini. Tak ada rasa kasihan lagi melihat mata berkaca-kaca itu.

"Masih punya malu lo dateng ke rumah gue? Bukannya kita udah nggak temenan? Kita bukan siapa-siapa. Mendingan lo pergi deh, gue males liat muka munafik lo itu," bentak Senja menatap sinis Jingga.

"Gue bisa jelasin, Ja. Semuanya nggak seperti yang lo liat."

Jingga hendak memegang tangan Senja namun buru-buru gadis itu menepisnya.

"Gak usah sentuh gue pake tangan kotor lo itu."

Akhirnya air mata Jingga turun. Entah mengapa ini lebih sakit ketimbang saat dia meminta putus pada Lembayung. Kehilangan sahabat rasanya sangat sakit. Terlebih Senja bisa di katakan sebagai orang yang paling dekat dengannya, tidak hanya sebagai sahabat tetapi sudah seperti saudara.

"Pergi lo." Senja menunjuk jalan keluar, seolah mempertegas jika ia sangat tak suka dengan kehadiran Jingga sekarang.

"PERGI!" teriak Senja.

"Senja ada apa?" Saga keluar kamar dan berlari terbirit-birit menghampiri mereka.

Matanya menatap adiknya yang terlihat emosi, kemudian ia beralih menatap Jingga yang tengah menangis.

LEMBAYUNG (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang