Talqin

40 4 0
                                    

"Mas saya harus segera tiba di rumah sakit. Kondisi ayah saya kritis," ujar Nico kepada pengemudi Blue Bird. 

"Baik pak," jawab sopir itu sambil mengalihkan kendaraannya ke jalur paling kiri. 

Mobil melesat turun di gerbang tol Rawamangun menuju Salemba.

Pukul 12:10 WIB. "Info dokter ada rencana hemodialisa sekitar 6 jam hari ini, dengan monitor ketat dokter," pesan Andar di grup WA keluarga.

Sesaat kemudian Nico tiba di rumah sakit. Dia masuk melalui lobby utama, berjalan lurus hingga ujung koridor yang menghadap taman terbuka, atap Bagian Farmasi nampak di kejauhan. Dia lalu berbelok ke kanan menuju pintu Bagian Bedah, dan langsung berbelok ke kiri menuju lift yang mengantarkannya ke lantai dua.

Keluar dari lift Nico mempercepat langkah, berjalan langsung menuju ke pintu ICU. Setelah melewati pintu kaca ICU yang kedua, dia bersihkan kedua telapak tangannya dengan hand sterilizer dari dispenser yang menempel di dinding sebelah kiri. Setelah itu dia melesat ke ujung koridor ICU, menuju ruang E3.

"Dii ... di ... dit. Dit ... nit ... nit. Dit ... di ... dit ... dii ... dit," suara alarm monitor termodinamik silih berganti bergaung di ruang udara ICU siang itu. Ada saja indikator yang menembus batas atas atau batas bawah nilai rujukan.

Elia dan Manda nampak berdiri di kedua sisi Widarto. Manda bergeser ke arah kaki kanan, memberi ruang untuk Nico agar dapat mendekati bagian wajah Widarto. Nico langsung mencium kening ayahnya, kemudian terus mengusapnya dengan lembut sambil membacakan kalimat syahadat "laa ilaha illallah". Hal itu terus ia lakukan hingga seorang perawat ICU yang sudah memberikan perpanjangan waktu sebelumnya, datang menghampiri untuk yang ketiga kalinya, pertanda waktu besuk siang itu sudah harus diakhiri.

Sesekali Widarto membuka kedua matanya, melihat ke arah monitor termodinamik dan beberapa monitor individual dari serial infus di sisi kanan atasnya. Kemudian menatap ke arah Nico, mencoba memahami ajakan yang disampaikan anaknya itu.

"Ayo ayah kita dzikir bareng lagi," ujar Nico.

Setelah itu, setiap kali kesadarannya kembali hadir, bibir dan lidah Widarto bergerak mengikuti tuntunan talqin kalimat syahadat "laa ilaha illallah" yang dibacakan oleh Nico di telinganya.

Selang beberapa saat, Nico memperhatikan ada gerakan spesifik di ibu jari tangan kanan Widarto, layaknya gerakan orang yang sedang bertasbih. Karena itu Nico langsung menyelipkan tasbih putih miliknya di antara ibu jari dan jari telunjuk ayahnya. Kemudian Nico membathin, "Semoga ini isyarat ibadah ayah dalam segala keterbatasan akibat penyakit yang dideritanya."

Sementara itu Andar, Tonny, Elia dan Faika, Manda dan Indra, Yanti dan Rilo, Fira, Ria, Yani dan Anka, Ary, serta Tony dan Ahza secara bergantian mengelilingi sisi tempat tidur Widarto. Mereka semua memanjatkan doa terbaik untuk kesembuhan keluarga yang mereka sayangi itu. Aturan maksimum dua orang pengunjung terpaksa diabaikan siang itu. Perawat menyadari kondisi kritis pasiennya.

 Perawat menyadari kondisi kritis pasiennya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PERJUANGAN YANG BERBEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang