Sebuah catatan tentang jejak dan nilai perjuangan tanpa cela, dalam rangkaian kisah kehidupan seorang pejuang mengejar tiga kemerdekaan yang diimpikannya. Saat ini Anda sedang membaca Buku Kelima yang mengisahkan tentang perjuangan lain yang harus d...
Pukul 20:30 WIB, Nico melihat ayahnya mengigau. Somniloquy, gejala normal mungkin karena rasa lelahnya menjalani beberapa tindakan dan terapi hari ini.
Ada beberapa penggalan monolog kompleks yang kurang jelas meluncur begitu saja di tengah lelap tidurnya malam itu. Nico juga mengkhawatirkan ekskresi Widarto yang hanya menyentuh garis merah 100 mililiter di urine bag sejak tadi pagi.
Dalam proses deep sleep, terkadang kedua mata Widarto nampak terbuka menerawang ke langit-langit kamar. Lalu saat terbangun singkat ia akan bertanya ...
"Ini dimana?" tanya Widarto dengan pandangan menerawang kamar.
"Mengapa pintunya belum dibuka?" ujar Widarto seakan berada di ruang kenyataan yang berbeda.
"Itu roda kereta?" ujarnya lagi sambil menatap dua objek berbentuk lingkaran di plafon kamar 208 itu.
Nico merasa tak tenang dengan kondisi kesadaran ayahnya malam itu. Dia pun memutuskan untuk mendampingi Ria yang memilih jadwal jaga di setiap akhir pekan.
Mereka berdua sama sekali tidak tidur, hanya berdzikir, berdoa, dan mengaji bergantian hingga pagi menjelang.
Semalaman Ria sama sekali tidak pernah beranjak dari kursinya yang berada di posisi bahu kiri ayahnya. Dia usap kening ayahnya sampil terus memanjatkan doa kesembuhan terbaik.
"Mungkinkah misi penjemputan itu akan segera tiba ...?" suara bathin mereka begitu sulit untuk dipaksa diam!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.