Sìshísì

24 2 0
                                    

Happy Reading!

-II-

"Kita perlu bicara Zel." Zura berkata lirih, mengabaikan Hazel yang terus menatapnya datar.

"Maaf aku ada briefing sama adik-adik olimp, udah ditunggu." Hazel berujar parau sambil berdiri dan beranjak meninggalkan kelasnya sebelum Zura sempat berkata apapun. Zura menghela nafas perlahan, mungkin Hazel memang membutuhkan waktu untuk menjernihkan pikiran terlebih dahulu.

Ketika Zura hendak kembali ke kelasnya, dering ponsel di saku rok menghentikannya di koridor, Zura agak menjauhi kerumunan anak-anak yang tengah berbincang santai di koridor agar dapat mendengar dengan jelas suara si penelepon.

"Halo bunda."

"Zura..." Jawab suara di seberang sana dengan lirih, Zura mengernyit heran sejak kapan bundanya menelepon di jam praktek seperti ini?

"Hah? Apa bun?"

"Zura adikmu kecelakaan."

"Hah?" Zura masih mencerna perkataan ibunya, tampak tidak percaya dengan sebulir air mata perlahan menuruni pipi cantiknya.

Gadis itu segera memutus sambungan telepon ketika ibunya selesai memberitahukan di mana Alvin dilarikan. Zurapun segera berlari tergesa-gesa membelah koridor, sempat menabrak banyak orang dan meminta maaf seadanya. Ketika hampir sampai di belokan menuju tangga Zura menubruk seseorang dengan keras, membuat gadis itu terjatuh namun sedetik kemudian bangun untuk meminta maaf tanpa tau siapa yang ditubruknya.

Hampir saja ia melanjutkan langkah ketika merasa tangannya ditarik keras ke belakang.

"Lo kenapa?"

Zura mendongak, menatap seorang lelaki tampan menghadang langkahnya. Ia ingin menangis seketika, mengadu, dan meluapkan air matanya di depan orang ini.

"Lepas."

"Lo kenapa?"

"Leo lepas!"

Lelaki yang ternyata Leo itu menghela nafas lelah, ia semakin mengeratkan pegangannya di tangan Zura dan mendekati gadis itu.

"Gue nanya, lo kenapa?"

"Gue mau pergi, adik gue kecelakaan. Lepas." Zura terisak pedih, semakin memberontak ketika Leo malah menariknya menuruni tangga.

"Lo apa-apaan sih Le! Gue bilang lepas! Gue mau ke rumah sakit."

"Gue antar."

Begitu saja, hingga Zura menurut dan sekarang ia sudah berlari kecil menyusuri koridor rumah sakit. Ia dapat melihat ibu dan ayahnya di depan ruang operasi dan segera berlari menghambur kepada mereka.

"Zura adikmu..." Sang ibu menangis keras, dan ayahnya menepuk pundak ibunya menenangkan. Walaupun Liem tidak menangis, Zura tau ayahnya juga sangat kacau sekarang. Bahkan Zura sangat yakin bahwa ayahnya rela menyetir ugal-ugal an dari rumah sakit tempatnya bertugas ke rumah sakit ini.

"Bunda yang sabar, Alvin pasti kuat." Zura kembali meneteskan air mata, gadis itu memeluk sang ibu yang kian menangis dan mengusap punggungnya perlahan.

Less Than Relationship (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang