Shísān

83 7 0
                                    

Happy Reading!

-||-

Ezzura Nathania Avarell

Gadis berdarah China itu tiada hentinya tersenyum ketika kaki jenjangnya memasuki pelataran rumah. Sampai-sampai Ia tidak menyadari kehadiran ibu dan adiknya di teras.

"Senyum aja terus, biar gila."

Reflek Zura menghentikan langkah riangnya ketika mendengar sebuah suara dari arah kanannya.
Ia menoleh, mendapati Alvin yang  memandangnya dengan aneh. Entahlah, Zura tidak mau repot untuk peduli, memang Alvin adalah adik yang aneh.

"Hai Al, malem-malem kok di luar rumah, dingin tau." Zura berkata enteng, seperti hal yang dikatakannya adalah angin lalu.

"Sekarang udah berani pulang malam ya?" Gadis yang masih sibuk dengan acara bahagianya itu akhirnya menolehkan kepala ke arah kanan dengan benar. Zura berjengit kaget mendapati Ibunya yang menatapnya horor dan Alvin yang tersenyum miring.

"Oh ... jadi perkiraan bunda benar nih?" Zura yang sedari tadi diam karena tak mampu berkata-kata langsung membawa kakinya untuk berlari menaiki tangga dan cepat-cepat menuju kamar. Sebisa mungkin gadis itu menutupi rona merah yang menjalar di kedua pipinya.

Sesampainya di kamar, Zura melepaskan sepatunya dengan cepat dan langsung merebahkan badan di atas kasur empuk ber-sprei putih miliknya. Zura tidak berbohong. Hari ini terasa sangat melelahkan dan menggembirakan dalam waktu bersamaan. Entah karena apa? Zura hanya bisa merasakan sesuatu yang hangat di dalam relung hatinya.

Saat merasa baru saja merasakan hembusan menyejukkan dari AC di kamarnya sebuah suara teriakan mengagetkan acara santainya.

"Kak! Kalau udah selesai di suruh bunda langsung turun! Makan malam."

"Iya-iya! Nggak usak teriak-teriak juga kali." Zura membalasnya dengan tak kalah berteriak.

"Makannya cepetan turun! Ngelamunin bang Kevin mulu, belom tentu juga yang sana ngelamunin situ."

Jika saja Zura tidak ingat bahwa Alvin adalah adik ter-sa-ya-ng-nya. Maka sekarang Zura sudah keluar dari kamar dan menyeret Alvin menuju kamar mandi kamarnya. Tidak tanggung-tanggung, Zura juga akan menenggelamkan Alvin ke dalam bath-up berisi air sabun sampai adiknya itu tidak bisa bernapas.

Namun bayangan hanyalah sekedar bayangan. Alvin tetaplah adiknya. Selaknat apapun anak itu. Alvin adalah seseorang yang akan maju pertama kali jika ada yang menyakitinya.
Maka dari itu, Zura lebih memilih untuk menghembuskan nafas pasrah. Biarkanlah Alvin berkata apa. Zura tidak mau menanggapi.

Suasana makan malam keluarga Avarell berjalan seperti biasa. Hangat, kocak, dan penuh canda tawa.

"Tadi pulang ke rumah diantar mobil kak?"

"Nggak bun, Zura diantar Kevin, bukan mobil yang nganter."

Zura mencoba menjawab dengan nada santai, sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari makan malamnya. Ia mengabaikan jantungnya yang tidak bisa berdegup secara normal.

"Oh gitu?" Zura tau, seisi ruangan sedang menertawakannya, tapi Zura hanya terdiam, Ia berusaha tenang dan seperti tidak berminat dengan topik mengenai dirinya tadi sore.

Pembicaraan beralih mengenai sekolah, pekerjaan, dan Alvin yang tak kunjung memiliki seorang perempuan yang dekat dengannya kecuali Ana, sahabatnya.

"Alvin homo bun, hahahaha."

Zura berlari terbirit-birit setelah mengatai adiknya sendiri seorang homo. Ia bisa mendengar Alvin yang berteriak marah memanggilnya. But, siapa peduli?

Less Than Relationship (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang