Sānshí'sān

37 4 0
                                    

Happy Reading!

-II-

Satu bulan sudah Kevin mendiamkannya. Zura menghela nafas berat, bukan mendiamkan Zura sampai tidak pernah berbicara. Bagaimana mau seperti itu? Bahkan keseharian Zura pasti ada di dalam circle lelaki itu. Entah itu menemani Lucas seperti biasanya, di kantin sekolah bersama sahabat-sahabat mereka, di ekstra dan di club volinya. Kevin hanya lebih cuek dan tidak banyak bicara, itu saja.

Zura menghela nafas berat sekali lagi. Selama sebulan juga ia terus merenung memikirkan kesalahan apa yang ia perbuat, Zura bukan tidak mau bertanya langsung kepada Kevin. Suatu saat ia pernah bertanya kepada lelaki itu dan diabaikan.

"Lo kenapa vin?"

"Hm?"

"Lo berubah kenapa?"

"Nothing spesial." Dan Kevin meninggalkan Zura begitu saja.

Gadis itu menekuk kakinya, menyilangkan tangan di atasnya dan menenggelamkan kepalanya di sana. Sekarang ia sedang berada di ruang istirahat club voli Tagar Flamboyan. Ia merasa sudah habis cara untuk membujuk Kevin kembali, apakah kesalahannya begitu besar sampai Kevin semarah itu?

Zura pernah memikirkan suatu alasan yang membuatnya bergidik sendiri.

Kevin marah saat Zura tidak pulang bersamanya ketika prom. Dan Zura malah pulang bersama Leo.

Tapi kemungkinan itu sangat impossible bukan? Untuk apa Kevin marah? Atas dasar apa dan bagaimana? Memang Zura salah karena sudah berjanji di awal pesta untuk pulang-pergi bersama Kevin, tapi kan ia juga sudah meminta maaf kepada Kevin melalui ponselnya karena pulang bersama Leo. Dan Kevin hanya membaca pesan itu.

Zura segera bangkit karena haru sudah semakin sore, ia mengambil tasnya di loker dan hendak berjalan keluar sebelum sebuah suara mengagetkannya.

"Kak Zura."

"Anko?" Anko adalah salah seorang murid perempuan Zura di sini. Gadis itu masih kelas 6 SD namun sudah memiliki aura kecantikan yang memancar jelas. Gadis sunda yang memiliki darah Jepang dari ibunya.

"Kak boleh aku bicara sebentar sama kakak?"

"Of course. Di mana?"

"Di sini aja kak."

"Okay. Kenapa ko?"

"Kak Zura sama kak Kevin kenapa?" Zura tersentak kaget, ia terdiam sesaat sebelum menjawab dengan tenang.

"Kenapa gimana?"

"Kakak marahan sama kak Kevin?"

"Ah... enggak cuma masalah kecil." Percuma Zura membohongi Anko ia tau gadis kecil itu sangat cerdas dalam membaca situasi.

"Lalu kenapa kakak sampai menangis?" Zura mendongak menatap mata sipit di depannya, ia menghembuskan nafas pelan dan menjawab.

"Suatu saat pasti ada waktu yang tepat buat cerita ke kamu. Tapi bukan sekarang. Okay?"

Anko tampak kecewa sebelum tersenyum tulus.

"Iya kak, tapi jangan lama-lama musuhannya kak, kami semua ikutan sedih."

"Iya Anko, kakak janji akan segera baikan."

Gadis kecil itu tersenyum lebar dan melambaikan tangannya kepada Zura setelah berpamitan. Yang tidak Zura tau, seseorang mendengarkan pembicaraan dua gadis itu sambil tersenyum miris di balik pintu.

Zura mengecek pergelangan tangannyan, jam sudah menunjukkan pukuk lima sore. Tadi Zura harus membereskan beberapa berkas anggota baru club terlebih dahulu sebelum pulang, maka dari itu Zura kesorean. Ia berniat memesan ojol sebelum mengumpat dramatis karena sadar baterai ponselnya habis, dan Zura tidak membawa chargernya.

Ia menelusurkan pandangan pada  seluruh penjuru lapangan, ia sekarang masih di lobi dan tidak terlihat seorangpun. Tagar Flamboyan sudah sangat sepi sesore ini. Zurapun berpikir untuk menuju parkiran dan mencari bantuan kepada orang yang masih tersisa di sini. Setidaknya Zura bisa meminjam handphone.

Baru saja ia melangkahkan kaki ke arah parkiran suara petir menggelegar disertai kilat yang menyambar hebat mengagetkannya. Gadis itu terloncat kaget kebelakang dan sialnya ia menabrak orang, orang itu kini menahan lengan dan pinggangnya agar ia tetap seimbang.

Sumpah ya udah kayak ada azab turun aja petirnya.

"Hati-hati kalau jalan."

Zura menatap kedua bola mata hitam legam yang sedang menatapnya kaku. Ia segera tersadar untuk berdiri tegak dan meminta maaf kepada lawan bicaranya.

"Maaf."

Lelaki di depannya ini, yang sudah menolongnya tadi hanya bergeming. Tidak mempedulikan raut wajah Zura yang menyendu, tanpa gadis itu sadari hujan telah turun dengan begitu derasnya. Mengabaikan dua pasang anak adam yang sedang saling menatap terluka.

"Ehem," Zura memecahkan keheningan di antara keduanya. Gadis itu mencoba menatap mata lelaki di depannya lagi dan berujar pelan.

"Gue boleh pinjam ponsel lo?"

"Kenapa?"

"Hp gue baterainya habis, gue enggak bawa kendaraan jadi mau pesan gojek."

"Hujan gini? Yakin?"

"Iya."

"Pulang sama gue aja."

"Eh?" Zura membulatkan mata penuh, agak terlonjak kaget sebelum mendengus malu menyadari kelakuannya.

"Mampir ke rumah gue sebentar ya?"

Lelaki di depannya maju semakin mendekat ke arah Zura. Gadis itu jadi gelagapan sendiri dibuatnya.

"Lucas kangen sama lo."

Oh...

"Dan..." Lelaki itu menggantungkan ucapannya sebelum mendekatkan wajahnya dan berbisik pelan tepat di telinga kanan Zura.



















"Gue juga kangen."




















"Sama lo."




-II-

Jangan lupa vote sama komen yang banyak yah!

Love you all!

More info

Instagram : raindaeyoo


Sincerely


Kim Mingyu's

Less Than Relationship (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang