Wûshíyī

25 5 1
                                    

Happy Reading!

Jangan lupa vote yah! Nggak bayar kok, geratis dan bisa ngebuat orang lain seneng 💜

-II-

Netra secoklat madu itu kini mengedarkan pandangan menuju seluruh isi bandara. Zura baru saja turun dari pesawat yang telah membawanya terbang dari California menuju kota kelahirannya ini.

Bulan Januari yang menyejukkan. Sebenarnya Zura tidak ingin pulang, ia lebih memilih menikmati bunga bermekaran dan salju yang menghilang bersama secangkir kopi hitam di balkon kamarnya jika saja sang ibu tidak meneleponnya dengan sangat marah kemarin malam. Zura baru saja melaksanakan wisuda dan tidak memberi tau keluarganya.

Selain sudah tidak terbiasa dengan cuaca panas di Indonesia, ada satu hal yang membuat Zura sangat membenci kota kelahirannya ini. Semua hal yang berada di sini selalu mengingatkannya terhadap lelaki itu. Sekecil apapun.

Seperti ketika ia sudah dalam perjalanan pulang menggunakan taksi online pesanannya dan menemukan pedagang wedang ronde di pinggir jalan.

Memasuki komplek perumahan dan melihat dengan jelas gedung Tagar Flamboyan Voli Club di sebelah kanan gang menuju rumahnya.

Zura menghela nafas berat, ia telah memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dan inilah konsekuensinya. Ia harus sanggup menerima setiap kenangan yang hinggap di kepalanya tanpa permisi.

Ah, tidak lama. Ia hanya punya waktu dua minggu untuk berlibur dan kembali lagi ke California untuk menyelesaikan segala urusan dengan kuliahnya. Zura juga telah memutuskan untuk mencari pekerjaan di sana saja. Sungguh kembali tinggal menetap di Indonesia tidak pernah masuk dalam kamus hidupnya, Zura tidak akan mampu menahan sampai selama ini perasaannya jika ia tak melarikan diri jauh di sana.

Ketika kaki jenjangnya baru saja memasuki pekarangan rumah sang ibu sudah terlihat menunggu di depan rumah lengkap dengan air mata yang siap menetes dari kedua manik cantiknya. Zura mempercepat langkah dan berhenti di depan sang ibu, ia bergerak memeluk wanita terkuat yang pernah Zura tau selama hidupnya itu.
Pecahlah tangis Shofi seketika, disusul dengan ayah Zura dan Alvin yang baru saja keluar dari dalam rumah mereka.

"Kamu kenapa nggak bilang sama bunda sih?" Shofi melepas pelukan mereka dan memegang kedua pipi anak gadisnya.

"Kalau kamu takut bunda sama ayah kerepotan, nggak sama sekali. Bahkan kami sudah mempersiapkan cuti jauh-jauh hari buat wisuda kamu."

"Bunda, ayah, sama Alvin juga pengen lihat kakak pakai toga. Kamu ini kenapa sih?"

Zura hanya bisa menunduk dalam ketika Shofi beralih memegang kedua pundaknya. Wanita itu masih menangis keras dan Zura merasa sangat bersalah karena menjadi penyebabnya. Zura pikir orangtuanya tak akan sesedih ini karena tidak mendatangi wisudanya, lagipula ia menjalani wisuda seperti biasanya, tidak mendapat penghargaan atau bahkan gelar cumlaude. Lalu kenapa ia harus mengundang orangtuanya?

"Bunda biarin Zura masuk dulu yuk." Liem bersuara, ia menatap Zura penuh arti dan menarik istrinya untuk memasuki rumah.

Ketika seluruh keluarga sudah duduk di ruang tamu, Zura menghembuskan nafas panjang, netranya naik memandang seluruh keluarganya dan mulai bersuara.

"Maafin Zura."

"Waktu itu memang Zura takut untuk ngerepotin ayah sama bunda. Lagipula Zura juga hanya wisuda biasa, nggak dapat penghargaan apa-apa. Nggak ada yang bisa membuat ayah sama bunda bangga."

Less Than Relationship (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang