♥♥♥
Saturday night, 20.00, Genève, Swiss.
"Papa, kita mau pindah tempat lagi?" gadis kecil dengan rambut panjang itu bertanya sambil memasukkan pakaiannya ke dalam koper.
Seorang pria yang berdiri disampingnya menoleh lalu mengangkat tangan untuk mengusap lembut puncak kepala gadis tersebut, "lebih tepatnya bukan pindah, tapi pulang."
"Pulang? Maksudnya pulang?"
"Kita pulang ke Indonesia, Zuya."
Wajah cerah dari gadis itu mulai terlihat, senyum yang tadi sempat pergi kini datang lagi. "Indonesia? Indonesia yang itu papa?"
Adrian, pria itu, mengangguk pelan, "iya, Indonesia yang itu."
Gadis 10 tahun itu langsung melompat kegirangan, "Horee! Kita pulang, akhirnya, Zuya punya teman."
"Memangnya selama ini kamu nggak punya teman? Edward kamu anggap apa?"
Zuya mendecih pelan kearah Adrian, "Ed cuma teman sekelas, karena kebetulan dia tetangga kita, jadi Zuya akrab, teman main Zuya yang paling asik cuma Star, btw, i really, really, really miss Star, i hope she doesn't forget me."
"Star nggak mungkin melupakan gadis semanis kamu, Zuya."
Bruuh, that's Adrian, dia selalu menatap lurus kearah Zuya dan menganggap putrinya adalah mahakarya tanpa cela.
"Papa cuma pengen bikin Zuya nggak insecure, Zuya udah hapal."
Adrian mulai terkekeh, jelas ia terhibur dengan Putri 10 tahunnya ini, "papa nggak gombal sama kamu, it's a fact, you are beautiful."
"Meehh, udah ih, cepetan bantu Zuya packing, baju papa banyak soalnya."
***
Sementara itu dihari yang sama, pada siang hari, disaat semua terlibat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Kayara menyelinap keluar dari CandleLight. Ia sengaja lari menghindari Saffa, mamanya, karena takut akan diseret untuk acara kencan buta nanti malam.
"Ara, mana Yara?" Saffa heboh di ruangan salah satu adiknya itu.
"Di ruangannya mbak, masa nggak ada?"
Sadar jika Kayara kembali kabur, Saffa mulai mendengus sebal, "Kayara ya, bener-bener deh, susah banget dibilangin."
Saffa mencoba menghubungi putrinya itu, ia berharap Kayara tidak mematikan ponsel, tapi hasilnya nihil, gadis cantik itu rupanya tidak lupa mematikan ponsel sebelum lari. "Kayara ya, awas nanti kalo pulang."
Jika Saffa sebal terhadap putrinya yang lari saat ingin disuruh kencan buta, Kayara memilih rumah Tante Mona sebagai tempat pelarian teramannya.
"Tante, Yara boleh main nggak?"
"Percuma nanya, udah dateng juga." Itu adalah Hans, anaknya tante Mona dan Om Rolan, sahabat dari tante Xabara dan Om Angga.
"Heh anak kecil, gue tarik ya rambut kribo lo." Yara tentu tidak ingin kalah dari cowok yang berumur 8 tahun dibawahnya ini.
Mona keluar dari dapur dengam wajah senangnya, "Yara, tante kangen, boleh banget main, setiap hari setiap saat, pintu rumah tante terbuka lebar buat kamu, btw, kali ini siapa lagi cowoknya?"
Mona menggiring Kayara ke ruang tengah, kini, dengan dilengkapi dengan teh hangat, mereka mulai berbincang.
"Cowok dari mana lagi kali ini Yar?" Mona memulai percakapan.
Kayara memutar matanya jengah, ekspresi yang sangat akurat menggambarkan kekesalannya ketika mamanya mulai mengatur kencan buta untuknya. "I dont like him, tante, he's so carrot cruncher." (carrot cruncher/slang/norak)
"Norak? Gimana nih maksudnya?"
"Pokoknya norak bagi Yara, dia chat Yara katanya punya ini itu, rugi kalo nggak mau sama dia, iihh, anti banget sama cowok kayak gitu."
"Ngeremehin tuh dia Yar, kamu kan juga berpenghasilan, jangan mau sama cowok kayak gitu, biasanya manja tuh model-modelnya."
Kayara dan Mona masih asyik berbincang, namun ditengah perbincangan, ponsel Mona bergetar dan melihat Xabara menelponnya, tanpa ragu ia angkat panggilan itu dan ternyata, seseorang yang tidak terduga mengeluarkan suaranya.
"Mon, Kayara disana? Coba kasih telponnya, mbak mau ngomong."
Mona terdiam, ia menatap kearah Yara dengan ekspresi tidak terkategori.
"Siapa Tan?"
Mona langsung menyuruh Kayara menyahut panggilan ditelponnya, gadis itu pun ikut mrnyahut tanpa ragu, "ya, halo-"
"Yara?! Pulang nggak, kalo nggak pulang, itu makeup sama koleksi novel kamu, mama buang, mama nggak main-main Kayara, cepat pulang!!"
Kayara menjauhkan hp dari telinganya, ia bergidik ngeri setelah mamanya mematikan sambungan telpon. "Tante, kayaknya aku harus pamit."
Mona mengangguk dengan cepat, "iya, sebelum mbak Saffa ngamuk disini."
Kayara pamit pada Mona saat langit sudah mulai gelap, gadis itu melajukan mobilnya dalam kepecatan tinggi dengan jantung yang terus berdegup kencang. "Mampus, Ratu udah ngamuk, siap-siap kuping panas semalaman."
Warning Typo!
KAMU SEDANG MEMBACA
Monachopsis ✔
Romance(FOLLOW SEBELUM BACA) 🍁 Adrian-Kayara's Story 🍁 Monachopsis... Pernahkah kalian merasa ada sesuatu yang memberi kalian tanda saat berada ditempat yang tidak tepat? Yes, that is the meaning of Monachopsis...