/06/

751 56 9
                                        


Pagi harinya. Serena dan Sabiru check out dari penginapan. Ponsel mereka masih mati, mobil Sabiru juga masih diam tak berdaya di depan penginapan.

Ketakutan Serena sudah sedikit membaik, setidaknya sudah pagi dan kemungkinan besar akan banyak kendaraan yang berlalu lalang disini.

"Kamu langsung ke butik atau pulang?" tanya Sabiru ketika mereka sedang menunggu kendaraan umum.

"Pulang dulu, mas... Mau bersihin diri, sama mau jelasin ke mama dan papa. Pasti mereka sangat khawatir."

"Maaf ya," lirihnya.

Serena menggeleng, "Tidak ada yang harus disalahkan... Ini namanya musibah,"

Sabiru mengangguk, badannya masih sedikit lemas bahkan untuk berdiri lama saja dia tidak tahan. Tapi, demi menebus kesalahannya, dia menguatkan dirinya untuk memberhentikan taksi yang saat ini sedang menuju ke arah mereka.

"Kita bareng ya,"

Serena mengangguk, lalu memutari taksi dan membuka pintu penumpang, "Jalan anggrek, ya pak." ujarnya. Lalu menoleh pada Sabiru yang masih terlihat lemas.

"Mas, masih sakit. Apa sebaiknya istirahat dulu? Nadine pasti khawatir nanti kalau tau mas Sabiru demam gini."

Sabiru tertawa, entah kenapa kata-kata yang keluar dari Serena begitu manis untuk di dengar. Bahkan, saat seperti ini. Badannya masih lemas dan dirinya masih bisa tertawa menanggapi wanita yang duduk di sebelahnya ini.

"Di nasehati malah tertawa," gerutunya.

"Abis kamu lucu."

"Lucu apanya? Memangnya aku lagi ngelawak apa?" kesalnya.

Sabiru tertawa lagi, "Tuh kan! Iihs... Lagi sakit masih bisa-bisanya ketawa. Keras lagi."

"Iya, iya... Kalau aku masih lemas, besok saja rencananya. Tapi, aku tidak tau ya. Pokoknya kalau aku sehat. Aku bakalan ke butik kamu. Oke?"

Serena mengangguk, lalu melihat ke arah jendela. Hari masih sangat pagi. Baru pukul setengah enam. Kalau dia pulang sekarang apa mama sama papanya akan marah? Semoga tidak,

"Aku duluan ya, mas. Jangan lupa di cas ponselnya, terus hubungi Nadine. Dia pasti khawatir."

"Iya, Serena..."

"Yasudah. Pak, makasih ya." ujarnya. Setelah membayar dan menunggu taksi itu pergi meninggalkan halaman rumahnya.

Dia berbalik, menatap rumah besar di hadapannya yang hanya berisikan lima orang di dalamnya. Menarik nafas, lalu melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Apapun yang akan terjadi, dia siap mendengar celotehan dari mamanya.

"Assalamu-"

"Serena! Astaga, naaakkkk.... Kamu dari mana aja sih? Kenapa ponselmu tidak aktif? Kenapa kamu tidak pulang? Astaga. Kamu kemana? Tidur dimana?"

Sudah kubilang... "Mama, balas salam Sera dan satu-satu tanyanya." ujarnya. Berusaha menenangkan Kirana.

"Walaikumsalam" Kiran menjawab salam. "Kenapa ponsel kamu mati?"

"Ceritanya tu begini." Serena menarik nafas sebentar, "Abis makan malam sama teman, Sera sudah di jalan pulang. Terus, mobil Sera bannya pecah, ponsel Sera kehabisan daya. Sera tidak bisa menghubungi siapa-siapa. Terus... Sera menginap di penginapan, dan ternyata tidak ada charger. Yasudah. Sampai disitu ceritanya."

"Ya ampun, Sera... Beneran kamu tidak kenapa-kenapa kan?"

Serena mengangguk, "Sera minta maaf sudah buat mama sama papa khawatir,"

Kiran menepuk lengan Serena, "Tentu saja khawatir! Kamu ijinnya cuma makan malam, sampai tidak pulang."

"Iya, ma. Maaf..." dia celingak-celinguk mencari keberadaan papanya, "Dimana papa?"

"Subuh tadi berangkat, ada rapat mendadak."

Serena membulatkan bibirnya, "Apa mama menghubungi Nadine?"

Kiran mengangguk, "Tapi, nomornya juga tidak aktif."

Serena membuang nafas lega. Setidaknya Nadine tidak perlu tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan sampai! Cukup dirinya saja yang berbohong kepada mamanya saat ini. Semoga Nadine tidak bertanya ataupun curiga dengannya.

"Sera, naik dulu ya, ma. Mau siap-siap."

"Istirahat dulu, sayang. Kamu pasti capek."

"Sera harus buat gaun untuk pelanggan, ma... Waktunya sisa beberapa hari lagi, kasihan Alvina kerja sendirian."

"Yasudah, mandi yang bersih. Setelah itu makan dulu baru boleh pergi."

Serena mengangguk dan segera menuju kamarnya. Membersihkan diri sekaligus menyiapkan dirinya untuk hari ini. Entah apa yang akan terjadi nanti, dia harus siap-siap terlebih dahulu sebelum menghadapinya.

Lalu, memikirkan bagaimana dirinya bisa menjemput mobil yang masih berada di resort tempatnya bertemu dengan Sabiru tadi malam. Tanpa ada kecurigaan, tanpa ketahuan Nadine.

*****

Sampai ketemu di next part... Semoga sore kalian menyenangkan 🌷

Had No Choice (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang