Tak ada pembicaraan sama sekali yang terjadi di dalam mobil. Serena duduk di sebelah Sabiru dengan jantung yang sangat berdebar kencang. Kakinya gemetar, tangannya juga gemetar. Bibirnya kaku untuk mengatakan sesuatu. Jika dirinya saat ini sangat ingin membatalkan permintaan Nadine."Apa kabar?" itu suara Sabiru. Dia membuka obrolan duluan.
"Baik, mas..." jawabnya.
Sebentar lagi mereka akan tiba di mall besar di kota ini, membuat Serena semakin gelisah, bahkan bibir bawahnya terasa perih karna keseringan di gigit. Itu efek jika dirinya gugup, dia akan menggigit bibirnya atau memainkan jari-jarinya.
"Sudah sampai. Yuk, turun." ajak Sabiru, laki-laki itu membuka sabuk pengaman dan keluar. Serena melihatnya memutari mobil, tiba di depan pintunya dan membukanya untuk Serena.
Serena tertegun di perlakukan seperti tadi, "Makasih, mas."
Sabiru mengangguk kemudian berdiri di samping Serena, menyeimbangkan langkahnya sama dengan Serena.
"Kita..."
"Mau cari apa?"
Sahut mereka serempak. "Mau cari kado apa, mas?" tanya Serena duluan.
"Aku bingung. Semua sudah dia miliki. Kamu ada saran?" tanyanya kembali pada Serena.
"Hm? Biasanya aku beliin kado buat mama tas atau sepatu..." Serena menghentikan langkahnya. "Ada berapa banyak koleksi tas atau sepatu mama, mas?" tanyanya.
Sabiru diam nampak berpikir sejenak, "Kayaknya banyak. Tidak tau juga."
"Apa ada sesuatu yang dia inginkan? Seperti perhiasan? Atau barang-barang antik? Kayak mama, akhir-akhir ini suka sekali beli gucci keramik buat bunga-bunganya."
"Mama kurang suka pakai perhiasan. Tapi, aku rasa dia membutuhkan yang tadi kamu maksud."
"Gucci kramik? Beliau suka bunga juga?" tanyanya.
Sabiru mengangguk. "Sangat! Katanya terinspirasi dari temannya."
"Kalo begitu. Ayo aku temani ke tempat langganan mama, di sana ada banyak pilihan." ajaknya mendahului Sabiru menuju lantai dua mall yang banyak menjual barang-barang antik seperti yang mereka cari.
Tiba di dalam toko antik, Serena membawa Sabiru untuk memilih beberapa gucci yang terpampang lengkap di sekitar.
"Pilih, mas. Mau yang mana?" suruhnya.
Sabiru mengarahkan matanya pada sekumpulan gucci yang berjejer rapi di atas etalase. Semuanya bagus-bagus, membuatnya kesulitan memilih.
"Mau aku bantu?" tawarnya ketika melihat kebingungan Sabiru. Dia mengambil dua macam gucci yang menurutnya menarik perhatian, di sebelah kanan guccinya berwarna hitam dengan aksen yang sangat indah menyerupai putri duyung bersirip warna-warni. Lalu, di sebelah kiri dia memegang gucci berwarna agak keemasan bercorak dengan aksen bunga-bunga cantik.
"Yang mana?" Serena menunjukkan keduanya pada Sabiru.
"Yang hitam cantik. Aku suka, yang ini juga manis."
"Pilih salah satu dong, mas."
Sabiru tertawa pelan, "Semua deh. Langsung di bayar ya." ujarnya.
"Ada lagi yang mau di beli?" Serena bertanya setelah selesai membayar kedua barang yang mereka beli tadi.
"Aku rasa sudah cukup." dia mengecek jam tangannya, "Sudah mau jam lima."
Serena menahan tangan Sabiru, "Aku belum beli kado buat mama mas."
"Serena... Tidak perlu. Mama tidak akan keberatan kalau tidak di belikan kado."
Serena menggeleng, "Tapi, tetap saja aku tidak enak, mas. Masa aku datang bawa tangan kosong? Kesannya aku hanya mau makan aja di sana. Tidak tau malu itu namanya."
Sabiru tertawa. "Jangan ketawa dong, mas... Di sana! Aku mau lihat-lihat sepatu dulu." tunjuknya. Tanpa pikir panjang langsung berlari menuju toko yang di tunjuk tadi. Masuk ke dalam untuk melihat-lihat sepatu.
Dia menoleh pada Sabiru yang berdiri di sampingnya, "Ukuran kaki mama mas berapa?" tanyanya.
"37? 36? Kakinya sangat kecil." ucapnya.
Serena yang sudah mengerti tentang ukuran-ukuran kaki langsung memilih sepatu yang di rasanya sangat cantik tapi tidak terkesan norak. Pokoknya sangat menarik perhatiannya. Selesai memilih dia berjalan menuju kasir untuk membungkusnya dengan rapi.
"Nah... Kalo gini kan aku tenang ke rumah mas." ujarnya mengangkat paper bag di depan Sabiru.
Sabiru tersenyum, "Semua cewek terlihat puas kalo sudah mendapatkan apa yang mereka cari, right?"
"Tidak juga." timpal Serena berjalan di sebelah Sabiru sambil menenteng masing-masing hadiah untuk di bawa ke rumahnya.
Berarti setelah ini langsung ke rumah mas Sabiru? Serena baru sadar. Berkeliling di mall membuatnya melupakan jika setelah dari sini Sabiru akan membawanya ke rumah, lalu bertemu dengan orang tuanya. Serena harus bersikap seperti apa di sana nanti? Apa dia membatalkannya saja? Bilang sama Sabiru jika dirinya pusing atau mules dan ingin segera pulang? Pastinya Sabiru menolak. Karena saat ini jalan yang di tempuh Sabiru sangat berbeda jauh dengan jalan ke rumahnya. Tidak mungkin dia menyuruh Sabiru membalik arah mengantarnya pulang. Bisa-bisa Sabiru menurunkannya di jalan dan meninggalkannya.
Terus aku harus bagaimana?
Doraemon... Aku benar-benar butuh pintu kemana saja. Hiks.
*******
Aseeekkk... Di bawa ke rumah camer. Hahaha.
Ada yang mau menggantikan posisi Serena? Kalau tidak ada, biar saya saja ya. 🤣🤣Bercanda! Wong ini saya yang nulis kok.
Ketemu di selanjutnya ya 😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomancePercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***