Berawal dari delapan bulan yang lalu. Tepat di bulan Oktober di hari ulang tahunnya. Serena mengambil keputusan untuk melanjutkan hobinya dengan membuka butiknya sendiri, di bantu oleh kedua orang tuanya yang juga berperan penting dalam berdirinya butik yang di beri nama "Libra Collection".Hari ini. Serena datang lebih awal dari para pegawainya. Dia membuka butiknya dengan hati yang senang, tidak terasa waktu berjalan sangat cepat membuatnya tidak berhenti mengucap syukur dengan semua yang sudah dirinya capai.
Serena masuk ke dalam setelah menutup pintu butiknya, berjalan seraya bersenandung kecil. Lalu, merapikan mejanya, melihat-lihat karyanya yang sudah berhasil memukau konsumen. Dia tersenyum jika mengingat awal-awal berdirinya butik ini. Meskipun dirinya tidak sendirian bekerja sambil membuat sendiri gaun-gaun yang sudah banyak memikat hati konsumennya.
Ponselnya berdering, Serena segera mengangkatnya setelah melihat siapa yang menghubunginya,
"Heeeiii..." sapanya.
"Kamu di butik kan hari ini?"
"Iya, nih aku di butik. Kenapa?"
"Nanti aku kesana, sekalian makan siang."
"Oke... Aku tunggu kalau begitu. Hm... See you, Nad."
Setelahnya, Serena keluar menuju meja kasir. Menyalakan komputer dan mulai memeriksa pemasukkan yang semakin hari semakin membaik. Dirinya tersenyum, lalu mengangkat kepalanya melihat dua pegawainya yang baru saja datang.
"Mbak Sera. Maaf kami terlambat."
Serena tersenyum, dia berdiri untuk menyambut mereka, "Belum jam kerja kok, aku yang datangnya kepagian. Maaf ya," ujarnya.
Kedua pegawainya, Ria dan Intan memberikan senyum mereka kepada Serena. Mereka sangat bersyukur memiliki atasan yang baik sekali. Bahkan dalam hal apapun, jika dirinya tidak bersalah. Dia tetap meminta maaf terhadap pegawainya. Itulah mengapa para pegawainya betah bekerja dengan dirinya. Pembawaan yang sangat manis dari atasan mereka. Membuat mereka merasa sangat di hargai.
Serena sendiri tidak mau membeda-bedakan dirinya dengan para pegawainya. Baginya, semua sama. Tidak ada yang namanya atasan dan bawahan. Niatnya membuka butik ini hanya ingin karyanya di minati bukan untuk memamerkan kalau dirinya seorang perancang yang bagus.
Dia hanya manusia biasa sama seperti lainnya. Lagipula, tanpa adanya Ria, Intan, Gina dan Alvina. Butiknya tidak akan berjalan lancar. Dan dia percaya suatu saat mereka juga pasti bisa membuka usaha mereka sendiri setelah mendapat pengalaman darinya.
"Aku masuk dulu ya."
Ria mengangguk, "Iya, mbak Sera."
Serena lalu masuk kedalam ruangannya. Kembali membuka bukunya untuk melihat desain terakhir yang di gambarnya kemarin.
Belum sempat dirinya melakukan pekerjaannya, pintu ruangannya di ketuk dari luar. Setelah di buka ternyata Ria memberitahu jika ada pelanggan yang baru saja datang untuk bertemu dengannya.
Serena keluar untuk menemuinya. Dari penampilannya wanita yang sudah duduk manis di sofa yang tersedia di butiknya ini merupakan kaum sosialita yang sangat mengenal fashion. Terlihat dari caranya berpakaian dan kacamata hitam yang Serena ketahui harganya sangat mahal.
Serena tersenyum manis seraya mengulurkan tangan kepada pelanggannya, "Selamat pagi... Ada yang bisa saya bantu?"
Pelanggannya menerima uluran tangan Serena, "Saya ingin di buatkan gaun untuk pernikahan saya nanti."
"Boleh saya tahu nama anda?"
"Nama saya Siska."
"Baik, mbak Siska. Saya Serena. Kalau boleh tahu pernikahannya kapan ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomancePercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***