Berulang kali Serena merapalkan doa agar Sabiru tidak serius menjemputnya. Ini sudah malam. Serena masih bisa bernafas lega karena Sabiru belum juga datang."Apa yang kamu pikirkan, Serena? Kamu tinggal jalan. Iya. Jalan! There will be nothing."
Serena menarik nafas. Dia bodoh! Karena separuh hatinya menginginkannya. Terlihat dari dress warna kuning yang telah menggantung rapi di depan lemari. Serta tas dan sepatu flatshoes yang juga sudah dia siapkan.
"Sera..." dia menoleh ke arah pintu.
"Ada apa, ma?" tanyanya.
"Ada yang cari kamu tuh di bawah."
Hah! Serena membuka pintu kamar dan menjinjit celingak-celinguk. "Siapa, ma?"
"Kata kamu tidak punya pacar. Tuh, si ganteng siapa coba?"
Serena memasang wajah melasnya. Dia bingung harus berbuat apa.
"Buruan siap sana!" Kirana mendorong tubuh Serena masuk ke dalam kamar. Lalu menutup pintu dan segera turun ke bawah menghampiri laki-laki yang tidak dia kenal.
Kirana tersenyum. "Nama kamu siapa?" tanyanya.
"Sabiru, Tante. Maaf datang malam-malam begini." katanya.
"Oh. Tidak apa-apa. Asal jangan kemalaman aja ya pulangnya. Tante sendirian dirumah soalnya."
Sabiru tersenyum. "Tante berdua aja sama Serena?"
"Papanya lagi ke luar kota."
"Mama..."
Reflek Kirana dan Sabiru sama-sama menoleh. Kirana melihat ada yang berbeda dari penampilan putrinya. Dia tersenyum. "Anak mama memang cantik."
Serena menahan senyumnya. "Kami pergi dulu ya, ma." katanya berpamitan. Lalu menatap Sabiru. "Mas..."
Sabiru menelan ludah. "Ayo. Tante, kami pergi dulu."
Kirana mengangguk. "Hati-hati dijalan ya kalian." katanya melambaikan tangan kepada Serena.
Dalam hati Kirana. Dia senang. Bersyukur. Karena putrinya ada yang mengajak jalan setelah sekian lama tidak ada yang datang meminta izin mengajaknya keluar.
Lain dengan Serena. Dia gugup. Kenapa dirinya sering sekali merasa gugup Jika sedang bersama Sabiru. Jantungnya berdebar seakan ingin keluar. Apalagi posisi mereka yang bersebelahan seperti ini. Hanya mereka berdua.
"Kita mau kemana, mas?" kata Serena memberanikan diri bertanya.
Sabiru menoleh sekilas, lalu kembali menatap lurus. "Aku sudah pesan tempat." katanya.
Serena menunduk. Dia menoleh. Melihat penampilan Sabiru malam ini. Kemeja hitam. Tangannya digulung setengah. Serta jam tangan yang melingkar manis di lengan kirinya.
Hitam lagi. Waktu pertama kali Serena bertemu Sabiru. Dia juga memakai kemeja hitam, saat di acara ulang tahun mamanya juga. Dan malam ini. Ada berapa banyak kemeja hitamnya? Serena membasahi bibirnya.
Saat mobil Sabiru masuk ke dalam gedung mewah. Serena melihat sekeliling. Sabiru mengajaknya ke tempat yang tidak pernah dia kunjungi.
Dimana Sabiru menemukan tempat sebagus ini? Seperti di dongeng-dongeng, pikir Serena. Di depan tadi tidak terlihat jika tempat ini bagus. Tapi, setelah mobil Sabiru semakin masuk ke dalam. Baru Serena terpukau akan tempat pilihan Sabiru.
Lampu-lampu gantung seakan bertebaran di atas menyerupai bintang di langit. Tempatnya lumayan sepi, tidak banyak pengunjung. Dan yang membuat Serena terpukau. Di dalam tempat ini ada live streaming. Yang tentu saja akan menambah keindahan dari kafe ini.
"Kafe?" tanya Serena.
"Kamu salah. Ini bukan kafe."
"Lalu?"
Sabiru tersenyum. Dia turun dari mobil tanpa bicara apapun. Lalu memutari mobil. Membuka pintu untuk Serena.
Dia mengulurkan tangannya. "Kamu suka?"
Serena mengangguk kikuk. "Suka. Tempatnya bagus."
"Kamu akan lebih suka lagi. Ayo."
Serena menerima uluran tangan Sabiru. Membawanya hingga masuk ke dalam. Serena sempat berpikir Sabiru akan membawanya duduk di depan orang yang menyanyi. Nyatanya, laki-laki itu membawanya masuk ke dalam. Naik tangga menuju lantai dua yang tidak ada siapapun.
"Where did you get this beautiful place?" tanya Serena. Tempat ini benar-benar membuatnya tercengang. Kalau kalian suka dengan hal-hal yang berbau dengan dongeng, fairy tale, pasti kalian akan sama tercengangnya seperti Serena.
"Kamu suka?"
Banget! Serena mengangguk. Dia jalan mendahului Sabiru. Menuju rak buku yang menyimpan banyak buku-buku. "Mas." dia menoleh.
Sabiru mengangkat kedua alisnya.
"Aku tidak mau kepedean. Tapi, darimana, mas tau kalo aku suka dongeng?" tanyanya. Tidak apa kan kalau dia sedikit percaya diri?
"Random. Aku hanya menebak. Dan... Aku benar!"
"I can't believe that! Tempat ini. Aku kira hanya kafe biasa."
"Ayo pesan makanannya dulu." kata Sabiru.
Serena mengikuti Sabiru. Duduk dan membuka-buka menu makanan.
"So cute..." gumamnya. Bahkan menu makanan disini juga sangat lucu.
"Kamu pesan apa?" tanya Sabiru.
"Semua!" reflek Serena mengatup bibirnya. "Maksud aku... Makanannya lucu."
Sabiru terkekeh. "Kalo begitu pesan aja apa yang kamu mau."
Serena merapikan rambutnya ke belakang telinga. "Serius?!"
Sabiru mengangguk. "Aku selesai."
Serena menggeleng. Makanan disini memang lucu. Tapi, dia bukan tipe wanita yang suka menghabiskan uang untuk hal yang menurutnya tidak bisa bertahan lama. Serena diam. Dia menulis menu yang dia inginkan saja. Yang penting perutnya bisa kenyang.
"Kamu yakin?"
Serena mengangguk.
"Kalo kamu suka kenapa tidak di pesan?"
"Aku memang suka. Tapi, akan sangat boros kalo aku memakan semua. Mending pesan yang bikin kenyang." dia tersenyum.
Serena masih terpukau dengan tempat ini. Di tempat yang Sabiru pilih benar-benar hanya ada mereka berdua. Serena ingin bertanya tapi dia takut merusak suasana. Lagian, dia tidak masalah jika berdua saja bersama Sabiru.
Jantung berdebar, ada rasa nyaman dan aman bersamanya... Serena tersenyum.
Tanpa sepengetahuan Serena. Sabiru melihatnya. Melihat senyum manis Serena yang malam ini sangat cerah dengan dress berwarna kuning yang sangat cocok dengan kulitnya. Sabiru juga terpukau melihat riasan Serena yang sama sekali tidak kelihatan dandan.
Sabiru membasahi bibirnya. "Kenapa hanya duduk berdua bersama Serena. Aku seperti merasakan sesuatu?" batin Sabiru.
Serena yang apa adanya. Tidak seperti kebanyakan wanita. Suaranya yang membuat tenang. Senyum dan tawa Serena seakan menghipnotis dirinya untuk terus melakukan hal-hal yang membuat Serena tersenyum.
What is this feeling?
Bisakah aku menikmati senyum itu selamanya?
*******
Maaf ya... Kita lanjut di part selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomancePercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***