Percaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu?
***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Besok anniversary tiga tahun kami. I'm very sad because you don't not here with me :'( good luck for your business . Aku berdoa semoga kamu juga bisa menemukan tambatan hati disana. Benar kata kamu. Aku harus memperbaiki hubunganku dengan Sabiru. aku akan menerima lamarannya kalo dia melamar ku nanti. Thank you so much for help me, Sera. Kamu memang sahabatku yang paling baik! Aku mencintaimu. Bye! Jangan nangis ya liat foto ini ;)
Serena kehilangan kata-katanya saat membaca pesan yang dikirim dari Nadine. Bukan hanya sekali ini Nadine mengirimkan foto dirinya dan Sabiru saat sedang berdua. Semenjak dirinya pergi ke New York. Saat itu juga Nadine sering dan rajin membagi fotonya pada Serena. Padahal sebelumnya Nadine tidak pernah memamerkan kemesraannya dengan Sabiru.
Dan hari ini... Pesan Nadine benar-benar tepat saat dirinya baru saja menghubungi Sabiru dan tidak diangkat oleh laki-laki itu.
Dan... Jangan nangis ya liat foto ini. Kalimat itu sangat membingungkan. Apa maksud dari kalimat itu juga Serena tidak mengerti. Dia bingung. Di satu sisi dia senang hubungan sahabat dan Sabiru membaik. Dan di satu sisi dia merasa sesak dalam hatinya. Tapi, dia masih setia membaca, melihat foto yang dikirim Nadine, bahkan menerima telepon Sabiru setiap hari. Saling bertukar kabar, saling berbincang sampai malam. Serena masih melakukan itu walaupun dia tahu ini salah. Dia tahu ini tidak boleh dilakukan. Rasanya ingin menangis, dadanya juga sesak menahan ini semua.
"Patah hati. Huh?" seru suara membuat Serena terkesiap. Dia mengangkat kepalanya. Melihat Tristan yang entah dari mana asalnya sudah berdiri di belakang Serena, menunduk dan melihat apa yang sedang Serena lihat.
"Jangan nangis ya liat foto ini." kata Tristan sambil memperagakan suara cewek.
Itu membuat Serena melotot. "Dasar kepo!" kata Serena.
"Kamu seharusnya nangis pas liat foto tadi." katanya mengejek Serena. "Apa itu kepo?" tanyanya yang bingung mendengar Serena mengucapkan kata kepo.
"Bukan urusan kamu! Lagian sejak kapan kamu disini? Kapan kamu masuknya? Lewat mana?!"
Tristan mendelik. "Ternyata kamu bisa juga ya cerewet." katanya lalu tanpa menjawab pertanyaan Serena dia mengambil tempat duduk di sebelah Serena. "Itu pacar kamu?" tanyanya.
"Bukan urusan kamu, Tristan."
"Tapi aku kepo..."
Serena mengerutkan dahinya.
"Bukan hanya sekali. Tapi, aku sering melihat kamu terus memperhatikan foto yang sama. Dan menelepon seseorang setiap hari. Kalian pacaran? Maksud aku laki-laki yang ada di foto bersama cewek itu pacar kamu? Atau..."
"Shut up! Please do not bother me..."
"You kicked me out? Wow!"
"Please..." pinta Serena.
"Mending kita makan. Dari pada memikirkan hal yang tidak penting. Mengisi perut lebih penting dari apapun." kata Tristan.
Serena diam terlalu malas meladeni Tristan.
"Ayolah. Aku lapar. Dan kamu butuh tenaga lagi agar bisa melihat lebih banyak foto yang dia kirim ke kamu." kata Tristan masih dengan mengejek Serena.
"Pergi saja sendiri."
"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Tristan.
"Aku? Ya aku... Memangnya siapa?"
"Kamu menolakku. Lagi dan lagi."
"I want to be alone now."
Tristan mengangguk. "Ya. Aku mengerti. Tapi aku lapar."
"Bukan urusanku."
"Aku mau makan sama kamu."
"Aku tidak mau."
"Aku mau."
"No!"
"Yes!"
Sungguh? Serena tak habis pikir dengan Tristan. Selalu menjawab ucapannya. Tak mengizinkan dirinya melakukan pilihan apapun. "Kenapa kamu begitu menjengkelkan?"
"Karena aku ganteng." katanya membuat Serena memutar bola matanya.
"Very confident."
"Yeah. It's me. Tristan Damian Olympic."
Lihatlah betapa laki-laki ini terlalu menyombongkan dirinya. Benar-benar aneh.
"You really are a crazy man, Tristan." Serena berdiri lalu menatap Tristan. "Jangan sentuh aku. Ayo, kita makan." katanya beranjak meninggalkan Tristan.
Tentu perkataan Serena barusan membuat hati Tristan senang. Dia tersenyum lalu mengekori Serena. "Dia memang idaman!" gumamnya pelan.
*****
"Kamu mau pesan apa?" tanya Serena.
"Philly cheese steak, American favourrite regular... and strawberry watermelonjuice."
Tristan membiarkan pelayan mencatat pesanan itu, lalu beralih ke menu selanjutnya. Serena memesan menu appetizeruntuk memesan garlic bread, Serena juga memesan dua menu yang sama tapi hanya philly cheese steak dan minuman yang sama. Lalu menyerahkan buku menunya pada pelayan tadi.
"Selera kita sama juga ternyata." kata Tristan. Serena mengangguk membenarkan. Dia juga suka dengan menu pesanan Tristan. Laki-laki itu bahkan memesan pizza yang sama seperti yang dia pikirkan.
"Bagaimana dengan tawaranku kemarin? Kalo kamu setuju, aku akan bilang ke mami untuk menjodohkan kita."
"No... No way!" kata Serena sambil menggeleng.
"Tapi, kamu tidak akan memiliki pilihan jika sudah berurusan denganku."
"Tentu aku punya pilihan sendiri. Dan kamu, bukan pilihanku."
"Aku tampan, aku kaya..."
"Aku tidak peduli." sela Serena.
Tristan mengedikkan bahu. "Tapi aku peduli. Penampilan nomor satu. Itu yang biasa di katakan para wanita."
Serena menggeleng lemah. "Sayangnya. Aku bukan wanita yang kamu bilang tadi."
"Kau idaman. Dan aku suka."
"Aku tidak." kata Serena, dia mendongak dan membantu pelayan menyajikan makanan di meja.
"Kamu tahu, tipe calon istriku ada padamu." kata Tristan sembari menuang saos ke dalam piring. "Tidak hanya cantik. Tapi kamu juga punya sifat yang baik dan memiliki senyum semanis minuman yang aku pesan." katanya seraya mengangkat gelas minumannya.
Serena tak mau memperdulikan ucapan Tristan. Dia lebih memilih memakan makanannya lalu segera pulang. Semakin lama bersama Tristan akan membuat waktunya terbuang sia-sia disini. Dan juga, pasti Rebecca mencarinya yang tak kunjung kembali ke butik.