/11/

555 37 10
                                    


Pikirkan sekali lagi! Tidak mungkin aku ikut ke rumah mas Sabiru, sedang aku bukan siapa-siapa dia. Impossible!

Harus berapa kali dirinya sadar? Harus berapa kali dirinya mengerti? Nadine memang sudah keterlaluan! Oke. Kalau urusan mencari hadiah dirinya akan ikut menemani. Tapi, jika sampai urusan bertemu dengan orang tua Sabiru, itu sangat tidak mungkin! Siapa dia? Pikirnya.

Kirana melihat kegelisahan dari wajah putrinya, di meja makan, masih pagi. Apa yang sedang di gelisahkan putrinya itu?

"Serena?" panggilnya,

"Serena? Hei." Kirana memanggil lagi, membuat Serena tersadar. "Kamu lagi mikirin apa sih? Sampai mama panggil dua kali baru mudeng?" lanjutnya.

Serena membuka mulutnya lalu mengatupnya kembali. Dia bingung hendak berujar apa.

"Hei... What's wrong?" Kirana mulai khawatir.

Serena terbatuk, padahal dia tidak sedang makan ataupun minum. "Ti-tidak, ma..." jawabnya membuat Kirana menatap cemas.

"Ada apa? Muka kamu pucat loh, sayang."

Serena menggeleng, "Tidak, ma... Sera tidak kenapa-napa."

"Kalau tidak kenapa-napa kamu bisa dong temani mama ke mall."

"Mall? Kapan? Ngapain?"

"Tuh kan kamu tidak dengar," Kirana menarik nafasnya. "Mama tuh dari tadi ngomong sama kamu, tapi kamunya melamun."

"Sera melamun? Kapan?"

"Kamu yakin tidak apa-apa?"

Serena menggeleng.

"Sore ini bisa kan?"

"Sore? Kemana ma?"

Kirana jengah. Kalau begini tebakannya benar jika anaknya sedang memikirkan sesuatu.

"Tidak jadi. Mama pergi sendiri saja."

Serena cemberut, "Kok gitu?"

"Ya abis kamu di ajak ngomong melamun!" kesalnya. "Mama tuh mau minta temani kamu bentar sore ke mall. Mama mau cari kado buat teman mama,"

"Sore ini?" tanyanya.

"Bukan! Sore depan! Ya sore ini Serena... Astaghfirullah," Kirana kehabisan sabarnya.

"Maaf, ma. Tapi Sera udah janji sama teman," maafin Sera bohongi mama...

Kirana menghela nafasnya, "Tuh kan, yasudah. Mama sendiri saja, sama pak Anton."

Serena merasa tak enak hati pada mamanya, di tambah dirinya yang sudah berani membohongi mamanya. Maafin Sera ma...

**

"Mau kemana lo? Cantik amat hari ini." ujar Alvina melihat penampilan Serena dari atas sampai bawah.

"Apa aku salah, Vin?" lirihnya tanpa menatap Alvina.

"Apanya? Memangnya lo buat salah apa? Lo cantik kok, nggak ada yang salah sama penampilan lo."

Serena menggeleng, jika bisa dirinya pengen nangis sekarang. Jika bisa dia ingin menghilang saja. Waktu semakin cepat berjalan, bisa di tebak kalau Sabiru pasti sudah di jalan menjemputnya.

Serena menatap Alvina tepat pada mata berlensa abu-abu itu. "Kasih aku saran. Apa aku harus pergi atau menghilang? Kasih tau aku kalo ini salah, Vin! Ini tidak benar! Aku tidak boleh begini! Aku mau menghilang saja..." rengeknya. Alvina yang melihat itu hanya diam memandang, dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan bossnya.

"Lo kenapa sih? Lo abis nonton Doraemon ya? Lo pikir gue Doraemon bisa ngasih Lo pintu kemana saja? Lo aneh tau nggak!" Alvina bergidig.

Serena menghela nafasnya, "Kalo kamu bisa kasih aku pintu kemana saja, Vin! Cepetan. Sebelum dia datang!"

"Dia siapa? Eeeeh, ni anak sakit kalik ya? Intaaaaannn!" teriaknya. Membuat sang empunya nama datang.

"Ada apa, Alvina?" sahutnya.

"Nih!" Alvina menunjuk Serena, "Lo tau nggak kenapa dia? PMS atau gimana? Kayak orang kesurupan gini modelnya."

Intan menatap Serena, "Mbak, kenapa? Pasti mbak deg-degan yaaa..." godanya membuat kipas di tangan Alvina melayang ke arahnya. "Vina, kamu kenapa sih?! Gue nggak salah apa-apa di lempar!"

Alvina melotot. "Kamu, gue! Ngomong aja nggak benar! Boss lo lagi sedih lo malah bilang deg-degan. Resek emang lo ya!"

Intan bergidig mendengar ocehan Alvina yang sangat mirip emak-emak kalau marah sama anaknya. "Ya kali aja kan. Tuh," dia mengangkat dagunya, "Di luar ada cowok tampan. Cari mbak Sera."

"Cowok?!" Serena terkejut, "Dimana? Sejak kapan? Kenapa baru bilang?!" ujarnya langsung berlari ke depan menemui yang di maksud Intan.

Sedangkan Alvina menatap tidak suka kepada Intan, "Bilang dong kalo ada cowok tampan! Ih sebel! Pasti suara gue kedengeran. Awas lo!"

"Apaan sih. Nggak jelas!" rutuknya.

Serena tiba di depan. Benar saja, Sabiru sudah menunggunya di sofa. "Mas..." dia menyengir, "Hai!" sapanya.

Sabiru berdiri menghampiri Serena, "Sudah siap? Berangkat sekarang atau kamu masih sibuk?"

Serena menggeleng, "Aku ambil tas dulu." serunya lalu berbalik cepat mengambil tas sekalian mengambil nafas di dalam sebanyak-banyaknya. Dia sangat membutuhkan oksigen saat ini. Yang banyak! Setelah itu dia keluar menemui Sabiru lagi. Berpamitan pada empat rekannya dan segera pergi meninggalkan butik.

It's okay... Everything Will be alright, Serena.

******

Lanjut di sebelah ya...

Had No Choice (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang