"Apa maksud, Om?" tanya Serena."Kamu lihat kan? Tristan kalo semakin di kekang, di tolak dan di larang. Dia akan semakin bertingkah. Jadi biarkan." Serena diam menyimak ucapan Roberts.
"Biarkan dia ikut ke Indonesia. Om, percaya kamu bisa merubah dia."
"Bagaimana caranya?"
"Di sana dia tidak akan memiliki koneksi, dia hanya bisa besar kepala di sini. Tanpa maminya, tanpa saya dan tanpa Alex, dia tidak akan bisa berbuat apa-apa..."
"Jadi?"
"Om percaya kamu bisa melakukannya. Jika terjadi sesuatu kamu harus tetap melapor kepada kami."
Serena menghela nafas. Roberts mempercayakan putra bungsunya pada Serena. Sulitnya, bagaimana bisa seorang Serena bisa membuat seorang bernama Tristan berubah? Bukannya berubah, yang ada nantinya Tristan semakin membuatnya pusing tujuh keliling disana.
"Saya harap kamu tidak menolak. Dia tidak bisa di kendalikan jika kemauannya kuat. Apalagi ini menyangkut kamu, alasannya ke Indonesia itu kamu. Saya sendiri tidak bisa menahannya. Dia benar-benar anak yang nakal. Tapi, percayalah. Dia baik dan bisa menjaga kamu."
Apa maksudnya ini? Bisa menjaganya? Atau Serena yang akan menjaga laki-laki itu 24 jam? Oh. Tristan sungguh menyebalkan.
****
"
SERAAAAA!!" merasa namanya di panggil, ia pun langsung menoleh, membuka kacamata dan membenarkan posisi earpods. Dengan cepat, ia menarik kopernya.
"Tepat waktu! Kamu sendirian, bawa mobil kan?" tanyanya seraya memberikan senyum pada Alvina.
"Pas lo telepon tadi gue langsung capcus kesini, eh..." ucapannya terpotong saat melihat laki-laki tampan berdiri di samping Serena. "Lo bawa siapa tuh?" tanya Alvina penasaran.
Serena menoleh sekilas lalu kembali menatap Alvina, "Bule kesasar. Gara-gara dia aku harus pulang cepat," katanya sambil menghela nafas.
"Aku bukan bule kesasar." sela Tristan tidak terima di Katai bule kesasar.
Alvina mematung kebingungan, dia sedang menyimak ucapan laki-laki di sebelah Serena. "Dia bisa bahasa kita, Ra?" tanya Alvina.
Serena menjawab dengan anggukan, lalu tanpa disuruh Tristan mengulurkan tangannya pada Alvina. "Tristan, calon suami Serena."
Serena terkesiap dengan sebutan Tristan barusan, sejak kapan dirinya mengiyakan tawarannya untuk menikah? Serena menggeleng kepada Alvina, berharap Alvina tidak menanggapi ucapan Tristan barusan.
Alvina menatap curiga pada Serena, dia menyipitkan matanya meminta jawaban.
"Jangan dengerin, namanya Tristan. Kalo kamu mau, ambil aja." katanya lalu menggeret koper menjauh dari kedua orang itu.
Tristan mengangkat bahunya acuh lalu menatap Alvina, "Bawa koper ini ke mobil." perintahnya lalu menyusul Serena.
Alvina terdiam, bengong menatap koper besar milik bule bernama Tristan tadi, dia mengerjapkan matanya lalu menarik koper dan segera menyusul keduanya.
"Perkenalan macam apa itu? Dia pikir gue pembokatnya apa? Sialan, tuh bule, menang ganteng doang tapi tukang nyuruh!" gerutu Alvina.
Tristan tepat waktu, begitu Serena memasuki kursi penumpang, ia bergegas menyusul masuk.
"Geser... Geser..." decak Tristan membuat Serena bingung.
Serena tetap bergeser, "Apa yang kamu lakukan?"
Tristan menutup pintu di sampingnya, begitupun Alvina yang juga sudah duduk di kursi pengemudinya, memasang sabuk pengaman. "Aku harus kemana?"
"Kamu bisa pesan hotel atau menyewa apar--"
"Aku tidak mau tinggal sendiri." sela Tristan menatap Alvina di depan. "Antarkan kami ke rumahnya."
Serena membelalakkan matanya, sungguh ini tidak akan mudah, membawa Tristan ke rumahnya bukanlah hal yang benar. "Are you crazy, Mr. Tristan?"
Tristan mengangguk. "Aku gila karenamu. Bawa aku ke rumahmu, aku tidak bisa tinggal sendirian."
"No! Itu jelas tidak mungkin. Kamu siapa berani-beraninya tinggal dirumahku!"
"Perlu di ingat sekali lagi. Aku calon suami kamu."
"Dasar aneh!" kata Serena lalu menatap Alvina. "Vin, ada kamar kosong di rumah kamu?"
Alvina menggeleng, "Cuma ada dua kamar, satu kamar punya nenek dan gue. Kalo dia mau, dia bisa tidur bareng gue."
"Oh. Oh! No way! Don't you dare rule me..."
Serena menoleh, "Why not? Katamu tidak bisa tinggal sendiri. Alvina ada untuk menjaga kamu disana."
"Dia jelas bukan seorang pria,"
Ucapan Tristan membuat Serena geleng-geleng kepala dengan sikap Tristan, dia lalu melihat Alvina, "Vin, aku minta maaf." katanya.
"It's okay. Nanti biar gue bantu jinakin dia..." jawab Alvina.
Tristan tak menanggapi ucapan Alvina, "Tidak ada pelayan yang akan membersihkan barang-barangku. Kalo aku lapar, gimana? Kalo aku kesusahan tidur malam gimana?"
Oh. Sungguh? "Ada petugas disana. Dan kamu bisa meminta bantuan kepada mereka."
Tristan menggeleng, "Aku tidak mau!"
"Dasar anak kecil! Mau kamu apa sih?" Serena tidak tahan dengan sikap keras kepala Tristan.
"Rumahmu adalah pilihan terakhir."
"Jelas tidak mungkin."
"Mungkin! Aku tidak suka di bantah. Bawa saja mobilnya ke rumah Serena. Jangan berani-berani menurunkan ku dimanapun!" perintahnya menyuruh Alvina tetap membawa mereka ke rumah Serena.
Keluar lagi sifat bossynya membuat Serena memutar bola mata. Kalau begini, bagaimana dia bisa menepati janji Roberts? Tristan sendiri sangat keras kepala.
****
Kalo kalian ada di posisi Serena, gimana guys?
KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomancePercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***