Nadine baru saja selesai keluar dari ruang rapat bersama pak Broto. Mereka melangkahkan kaki menuju ruangan mereka kembali. Nadine dengan setia mengawal pak Broto layaknya seorang sekretaris yang bisa diandalkan.Pak Broto berhenti. Nadine juga ikut berhenti. Pak Broto menoleh pada Nadine. "Tolong cek jadwal saya hari ini. Siang nanti pastikan tidak ada rapat apapun dan pertemuan apapun. Saya mau pulang menemui istri saya." katanya menggerak-gerakkan jari telunjuknya.
Nadine mengangguk formal, dia memeriksa tab yang ada di tangannya untuk melihat jadwal pak Broto. "Tidak ada jadwal penting lagi, pak. Anda bisa istirahat di rumah." katanya.
Pak Broto mengangguk lalu melihat Nadine. "Kamu... Juga boleh pulang saat saya pulang. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan. Besok weekend. Sampai bertemu hari Senin." kata pak Broto lalu beranjak masuk ke ruangannya.
Nadine menghela nafas akhirnya dia bisa juga terbebas dari rutinitas pekerjaan. Dia merasa semenjak dirinya diangkat menjadi sekretaris pak Broto, badannya jadi capek dan waktu tidurnya berkurang karena harus mengurus berkas, laporan serta jadwal pak Broto yang tidak boleh ada kesalahan sedikitpun. Atasannya itu tidak suka pekerjaan yang teledor. Itu makanya Nadine terpilih untuk menjadi sekretarisnya.
Nadine mengambil ponselnya diatas meja. Mencabut kabel pengisi daya lalu menghubungi Sabiru. Ya. Hubungan mereka semakin membaik setelah kepergian Serena. Sabiru tidak bisa beralih. Dan Nadine memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil hati Sabiru lagi.
Dia tersenyum saat pesannya di balas Sabiru. Mereka janjian di salah satu restoran siang ini. Nadine juga sudah melapor bagian HRD kalau dia diijinkan pulang oleh pak Broto.
"Enak banget lo sekarang, Nad. Boss pulang lo juga ikut pulang..." gerutu Ela, salah satu rekan Nadine di devisi sebelumnya.
Nadine tersenyum. "Makanya kerja yang bagus. Siapa tau kamu bisa diangkat juga." katanya.
Ela menoleh. "Diangkat jadi sekretaris pak Broto?"
"Bukan. Tapi, pak Niko."
Ela melengkungkan bibirnya. "Itu sih mau cari mati namanya. Ogah gue jadi sekretarisnya. Bisa-bisa gue nggak bisa napas kalo sama dia terus."
Nadine tertawa mendengarnya. Di kantor mereka pak Niko dan pak Broto tentu sangat berbeda. Selain pak Broto yang sangat berkuasa di kantor ini. Pak Niko juga berkuasa di devisinya. Bahkan, sudah banyak karyawan bagian keuangan dan manajemen yang mengeluhkan sikap pak Niko. Mau jadi boss tapi tidak mau bekerja dan selalu mengandalkan bawahannya. Tahu beres.
Untungnya Nadine tidak pernah masuk devisi lantai dua yang selalu dipenuhi dengan kerjaan yang melimpah. Keuangan nomor satu. Setiap hari mereka harus menghitung berapa nominal pemasukan pajak di kantor.
Saat Nadine berjalan melewati devisi konsultan bagiannya kemarin. Dia mendapat tatapan tidak suka, iri dan dengki dari kawannya. Mereka begitu karena tidak menyangka Nadine bisa diangkat sedangkan mereka masih tetap disitu. Nadine menghela nafas. Sudah biasa dia mendapat tatapan bringas dari kawannya. Dia tidak mau ambil pusing lagi. Yang terpenting dirinya sudah bisa lebih bernafas bersama pak Broto walaupun tetap masih ada capeknya.
Nadine dan Sabiru bertemu di restoran yang biasa mereka datangi berdua. Tempat Sabiru menyatakan perasaan padanya untuk pertama kali, tempat Sabiru juga berkali-kali melamarnya tapi ditolak. Tempat dimana mereka selalu merayakan hari penting berdua.
Nadine sendiri juga bingung dengan perasaannya terhadap Sabiru. Dia tidak merasakan apa-apa pada Sabiru, seperti deg-degan kalau ditatap Sabiru. Dan itu berlangsung selama hampir tiga tahun.
Tapi, saat ini... Nadine ingin memperbaikinya. Dia ingin membuat Sabiru tetap bertahan padanya walaupun harus menunggu lama. Entah sampai kapan dia siap untuk menerima lamaran Sabiru.
![](https://img.wattpad.com/cover/227307316-288-k844105.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomansaPercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***