"Disini?"Serena mengangguk sambil tersenyum. Sabiru nampak terkejut ketika Serena membawanya untuk makan di warung pinggir jalan. Tempat yang sama sekali tidak pernah dia kunjungi.
"Disini makanannya lengkap."
Sabiru menelan ludahnya, "Kenapa harus disini?"
"Mas tidak mau?"
"Bukan. Hanya..."
Serena terkekeh, "Tempatnya tidak mewah. Tapi, mas harus coba makanan disini tidak kalah enak dari restoran mahal."
Sabiru diam menatap Serena. Wanita itu tersenyum meyakinkan, "Kita masuk dulu, kalau tidak enak, terserah mas mau pulang atau makan di tempat lain. Bagaimana?"
"Yasudah ayo." ucapnya membuat Serena kegirangan. Mereka akhirnya turun bersama dari mobil menuju warung pilihan Serena.
Serena mengajak Sabiru untuk melihat menu apa yang akan di pesan, agar pegawai warung itu bisa menyajikannya untuk mereka.
"Mbak, saya pesan nasi, rendang, perkedel jagung, sama..." dia menjinjit untuk melihat menu lain, "Itu. Tambah sambal tempe aja. Jangan lupa cabenya ya, mbak."
Sabiru menatap tidak percaya pada sosok wanita di sebelahnya ini, bertubuh kecil tapi memiliki porsi makan yang banyak, dia menggeleng.
"Mas, ayo pesan apa?"
"Samain aja." Serena mengangguk lalu memesan dua menu yang sama sekaligus memesan es teh dua gelas untuk mereka.
"Aku udah biasa makan disini, Nadine juga biasa makan disini bareng aku."
"Nadine? Kesini?"
Serena mengangguk, "Iya... Karena tempatnya yang tidak jauh dari rumah kita, jadinya tiap kali bosan sama makanan dirumah kami kesini."
"Dia tidak pernah mengajakku kesini."
"Ah... Mungkin Nadine takut kalau mas akan menolak diajak kesini. Kayak sekarang, mas keliatan tidak nyaman."
Sabiru menggaruk tengkuknya, tak lama pelayan warungpun datang membawa pesanan mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, Serena langsung menyuapkan satu sendok nasi ke dalam mulut. Lalu, menatap Sabiru yang belum juga menyentuh sendoknya.
"Dimakan, mas." tegurnya.
"Bagaimana rasanya?" tanyanya membuat Serena tidak bisa lagi menahan tawanya.
"Mas ini ada-ada aja. Ya enaklah, mas... Makanya di coba dulu."
Entah inisiatif dari mana, Serena mengambil sendok dan garpu milik Sabiru, mengaduk-aduk nasinya agar tercampur rata dengan lauk lain. Lalu, memberanikan diri menyuap Sabiru. "Buka mulutnya, mas."
Sabiru terlihat masih takut untuk mencoba makanan ini. Tapi, dia tidak mungkin membiarkan tangan Serena kebas hanya karena menunggunya membuka mulut.
"Gimana?" tanyanya setelah berhasil menyuap Sabiru.
Sabiru mengangguk ragu, "Kok pedas?" tanyanya.
"Kan pakai cabe."
"Aku kurang suka pedas."
"Astaga! Kenapa tidak bilang? Aku pesan lagi ya, yang tidak pakai cabe." Serena langsung berdiri saking paniknya untuk memesan lagi makanan tanpa cabe.
"Maaf ya, mas..." ucapnya kembali duduk setelah mengganti makanan untuk Sabiru.
Sabiru tersenyum, "Tidak masalah, seharusnya kamu tidak perlu repot memesan lagi. Aku bisa menghabiskan yang ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomancePercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***