"Aku mau ngomong sama kamu." kata Nadine. Dia menyuapkan sesendok mi ke dalam mulut sebelum mulai berbicara. "Pak Broto ingin aku menjadi Sekretarisnya...""That is good news. Kamu bagaimana?"
"Dia memberi syarat. Syaratnya itu tidak boleh menikah sampai batas kontrak ditetapkan."
"Sampai kapan?" tanya Sabiru.
Nadine mengangkat bahu. "Belum ditetapkan sampai kapan. Mungkin bisa lima tahun atau lebih?" ujarnya.
Sabiru diam. Dia menegak air minum sampai tandas tak tersisa. Mendengar ucapan Nadine tadi. Seakan tidak merasa keberatan dengan persyaratan yang di berikan oleh atasannya. Nadine juga nampaknya biasa saja dalam berucap.
"Terus?"
"Hm?"
"What about me?"
"Kamu? Kenapa?"
"Tentang pembicaraan kita tempo hari."
"Married?" tanyanya.
Sabiru diam tidak menjawab. Dia hanya bergumam kecil.
Nadine tertawa. Dia meminum airnya. Meremas kuat gelas di tangannya. Lagi, pertanyaan yang tidak dia sukai. Nadine paling anti jika harus membahas tentang pernikahan.
"Forget it! Aku sudah pernah membahasnya juga, kan? Jika ti---"
"Aku ingat." Sabiru menyela.
Nadine membuka tangannya. "Lalu? Apa kamu keberatan?" kata Nadine. "Kalo kamu keberatan. Kamu bisa cari wanita lain, Sabiru. Menungguku hanya membuang waktu kamu."
Sabiru menelan ludah. Nadine selalu mengatakan itu. Dan apa yang dia lakukan? Dia tetap sabar menunggu.
"Kamu selalu mengatakan itu... Tapi, coba kamu pikir lagi. Apa kamu akan terus berlutut di kaki pak Broto dan kehilangan semua yang kamu miliki?" kata Sabiru. Dia masih dengan sikapnya yang tenang dan sabar.
Nadine menyingkirkan piring. Dia menopang dagu menatap Sabiru. "Kamu tau apa yang aku inginkan. Kamu tau apa yang aku kejar selama ini. Dan kamu juga tau apa yang sedang aku kejar saat ini."
Sabiru mengangguk. "Kamu mengejar karir. Tanpa pernah berpikir mau di bawa kemana hubungan kita. Yang di pikiran kamu hanya kerja, kerja dan kerja!"
Nadine hanya diam mendengar. "Aku kan sudah bilang. There will be no marriage. Whatever it is. Forget it!" dia mendongak melihat lampu yang sudah menyala. Lalu kembali menatap Sabiru. "Lampu sudah menyala. Silahkan pergi." ujarnya.
"I am so sorry about that. I didn't mean to make you angry. sorry if I discuss it again. you know I love you so much." kata Sabiru. Dia membuat Nadine tenang dan tidak lagi marah padanya.
Nadine mengalihkan pandangannya. Dia kesal pada Sabiru. Setiap kali bertemu, yang di bahas hanya tentang itu-itu saja. Menurutnya, Sabiru terlalu perhatian padanya, baik padanya. Itu membuatnya kesal. Dan merasa tidak nyaman.
"Pulanglah. Aku bisa mengurus diriku sendiri."
Sabiru menarik nafasnya. "Hei..." panggilnya. "Apa yang harus aku lakukan agar kamu tidak marah lagi, dan mau menatapku?"
"Pergi dari sini dan lupakan tentang pernikahan dan lamaran. Aku tidak mau. Dan akan tetap tidak mau sampai kapanpun!" tegasnya.
Ya. Dia aneh. Dia wanita paling aneh demi apapun. Yang mana di dunia ini banyak wanita yang sangat mengimpi-impikan pernikahan dengan kekasih mereka. Justru, tidak berlaku pada Nadine. Dia tetap tidak berminat untuk menikah. Baginya, pacaran saja sudah cukup untuk mengenal satu sama lain.
Kalau perlu tidak ada status sekalian. Itu pikirnya.
Sabiru menyerah. Dia mundur. Tidak berani berkata apa-apa lagi. Bukannya tidak mau berjuang dan meyakinkan Nadine. Tapi, sudah cukup dirinya sabar atas semua kelakuan Nadine padanya.
Mungkin Nadine akan lebih bisa berpikir setelah dia pergi. Entahlah, hati tidak ada yang tahu. Bisa saja saat ini dia tunduk dan ingin memperjuangkanmu. Tapi, tidak tahu setelahnya.
Hanya waktu yang bisa menjawab.
Dan Tuhan. Sang pembolak-balik hati.
Jika masih berjodoh. Maka mereka akan kuat menahan pondasi hubungan mereka. Dengan sabar menunggu Nadine sampai wanita itu siap.
Jika tidak. Maka salah satunya mundur. Dan mencari yang lebih layak untuk di perjuangkan.
********
Jangan ada yang bertengkar... Kita tenangi mas Sabiru dulu ya...Thank you. Sampai ketemu di part selanjutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Had No Choice (Completed)
RomancePercaya tidak? Jika cinta datang karena terbiasa bertemu? ***Tokoh, tempat, nama, latar belakang. Semuanya hanya fiksi. Tidak nyata. Jika mendapati ada kesamaan. Itu hanya ketidak sengajaan yang dibuat oleh penulis***