/33/

496 25 0
                                        

New York.

Tepat pukul tujuh malam Serena sampai di kota yang terkenal dengan patung liberty yang menjadi ciri khas tersendiri untuk negara ini.

New York dikenal sebagai "Empire State" atau "The Big Apple," kota metropolis multibudaya dan rumah bagi banyak orang yang terkenal dan berbakat.

Serena tidak begitu mengenal negara ini. Ini kali pertamanya menginjakkan kaki disini. Jadi dia belum banyak tahu tentang seluk beluk kota New York dan apa saja yang ada didalamnya.

Serena menelepon mamanya, memberitahu bahwa dirinya sudah sampai. Mamanya juga berkata jika di Indonesia sudah pagi. Itu tandanya Serena melakukan penerbangan selama dua belas jam di pesawat. Perbedaan waktu yang sangat jauh. Tadi dia berangkat jam tujuh malam dari Indonesia. Otomatis dia sampai jam tujuh malam di New York dan di Indonesia sudah jam tujuh pagi. Serena tak menghitungnya tadi. Dia bersyukur bisa tidur tenang di dalam pesawat dan makan dengan yang sudah di siapkan pramugari untuknya.

Serena juga sudah menghubungi Rebecca. Wanita itu berkata jika dirinya akan di jemput oleh supir Rebecca menuju hotel yang sudah disiapkan untuknya.

Besok dia harus bertemu dengan Rebecca untuk mulai membicarakan pekerjaan mereka dan persiapan acara Rebecca yang akan di selenggarakan Minggu depan.

Serena mematuhi, dan menunggu supir pribadi Rebecca menjemputnya. Katanya masih di perjalanan menuju bandara dan akan tiba sebentar lagi.

"Excuse me, Mrs?" seru seseorang membuat serena menoleh.

Dahinya berkerut melihat laki-laki tinggi yang berdiri tegap di depan mobil mewah berwarna hitam. Dia menelan ludah. Berdehem sebentar untuk membalas ucapan laki-laki ini.

"Yeah. What's wrong, sir?" kata Serena.

"Is it really you named Serena?"

Serena mengangguk cepat. "Yes, it's me... Em... Rebecca, right?" tanya Serena memastikan jika laki-laki yang berdiri didepannya ini supir Rebecca.

"Please call me, Alex... Come in."  Alex mempersilahkannya masuk ke dalam mobil. Sementara Alex membawa masuk semua barang Serena ke dalam bagasi mobil.

"Do you from Indonesian?" tanya Alex setelah masuk dan memasang sabuk pengamannya.

"Yeah, i'm from Indonesian..." katanya.

"Kalo begitu saya juga bisa bahasa Indonesia." kata Alex.

Serena membelalakkan matanya tidak percaya. Kok bisa? Jelas-jelas Alex memiliki wajah bule.

"Jangan terkejut. Ny. Rebecca orang Indonesia. Saya belajar banyak bahasa Indonesia dari dia. Katanya biar kalo temannya yang dari Indonesia tidak kesusahan ngomong bahasa Inggris."

Serena menganggukkan kepalanya. Dia baru tahu jika Rebecca berasal dari Indonesia. Dia semakin penasaran bagaimana bisa mereka tetap membudidayakan bahasa Indonesia padahal sudah lama tinggal di luar negeri.

Tidak banyak yang Alex katakan. Dia hanya memberitahu untuk tidak tegang saat bersama Rebecca. Dia wanita yang baik dan lucu. Begitupun anak-anaknya. Jadi tidak perlu takut dan tetap harus santai.

Serena mengerti. Saat sampai di hotel. Alex masih membantunya menurunkan barang dan bertemu dengan petugas hotel. Entah apa yang mereka bicarakan Serena hanya memperhatikan hotel yang mewah ini. Kebayang harganya saja sudah membuat Serena bergidik.

Alex menemuinya kembali. Menyuruh Serena mengikutinya masuk ke dalam lift. Dia menekan tombol 12. Dan di kamar nomor 567 Alex membawanya.

"Disini kamar anda..." katanya membukakan pintu lalu membawa masuk barang Serena kedalam kamar. "Saya akan pulang. Jika terjadi sesuatu tolong segera hubungi petugas hotel ini dan hubungi saya atau Ny. Rebecca..."

"Baik, saya mengerti. Makasih ya, Alex." ucapnya setelah itu mengantar Alex ke depan pintu dan laki-laki itu mengangguk formal lalu beranjak.

Serena menghela nafas. Ponselnya berdering tanda pesan masuk.

From : Rebecca. O

See you tomorrow, Serena.

Serena tersenyum. Dia juga tidak sabar ingin segera bertemu dengan perancang favoritnya. Menontonnya di televisi saja sudah membuatnya kagum, apalagi melihatnya langsung. Serena harus menahan dirinya untuk tidak bersikap norak di hadapan Rebecca. Kalau tidak mau mengundang malu.

Serena berjalan menuju jendela. Dari sini, dia bisa melihat betapa indahnya kota New York pada malam hari. Lampu-lampu begitu banyak di bawah. Serta bangunan-bangunan tinggi menjulang yang sangat memenuhi kota ini.

Jam masih menunjukkan pukul setengah sembilan. Yang dia tahu jika di kota ini semakin malam akan semakin ramai yang berkeluaran. Entah itu untuk kesenangan pribadi atau merayakan pesta. Yang jelas Serena tahu pergaulan yang ada di kota ini.

Namun, matanya sangat berat. Dia juga tidak berminat untuk keluar. Mengingat cuaca yang dingin dan waktu yang sudah malam. Lebih baik dia memilih untuk membersihkan diri dan segera tidur. Biar besok dia bisa sedikit fresh berhadapan dengan Rebecca.

*******

Modal cari di google, hehehe... Enjoy ya bacanya.

Had No Choice (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang