My Turn (II)

3.4K 451 207
                                    

Note: Ramaikan lagi yeorobunnnn 💙











Aku menghembuskan nafasku panjang, menatap penuh ambisi kepada gedung di hadapanku. Lisa kembali mengelus punggungku dan memberikanku sebuah senyuman. Berusah meyakinkanku semua akan baik-baik saja. Ayo Rose, kendalikan trauma-mu dan hancurkan mereka!

"Kita bisa melakukan ini lain kali, Chaeng," kata Lisa.

Aku menggeleng dengan sangat keras. "Aniyo Lisa! Kita sudah sampai di sini, aku ingin ketika pulang nanti, kita membawa hasil!"

Aku kembali menarik nafas dalam-dalam, memantapkan hatiku dan menetralkan jantungku yang sudah berdegup dengan sangat kencang. Aku juga sedang mati-matian menahan tubuhku agar tidak bergetar. Lalu setelah satu jam berdiri di depan kantor polisi, aku akhirnya memantapkan diriku untuk yang terakhir. Aku mulai melangkah bersama Lisa yang senantiasa berada di sampingku. Baru saja masuk ke lobby, langkahku kembali terhenti. Tubuhku begitu bergetar.

"Chaeng, kajja.. Kau harus banyak beristirahat karena taruma shock kemarin terlalu mengejutkanmu."

Aku menggeleng kemudian membungkuk, menumpu kedua tanganku di atas lututku. Menarik nafas dalam-dalam karena dadaku mendadak merasa sangat sesak. Aku bahkan merasakan panas di sekujur tubuhku, dan aku sangat yakin keringat sudah mulai bercucuran.

Dan dengan bodohnya aku kembali berlari keluar, mencari pohon dan memuntahkan isi perutku di sana. Aku tidak tahu dimana Lisa tapi tidak lama kemudian dia memberikanku sebotol air mineral.

"Pulang saja, hm? Kesehatanmu adalah yang utama, Chaeng. Pulihlah sebelum melakukan tindakan yang besar. Percaya saja padaku, ya?"

Aku kembali menggeleng dengan keras, menolak apa yang dikatakan Lisa. Selesai dengan mengeluarkan isi perutku, aku mendudukkan diriku secara kasar di tanah. Meremas kuat rambutku, merutuki diri sendiri karena lagi-lagi terlihat payah. Dan tanpa sadar aku menggumamkan nama Jennie berulang kali.

"Chaeng.. Sudah cukup, ayo," Lisa meraih tanganku kemudian aku menepisnya, menatapnya dengan tatapan tajamku.

"Kalau kau tidak mau menemaniku, kau bisa pulang Lisa!! Aku akan berada di sini sampai aku bisa mengatakan semuanya kepada polisi!" Aku tanpa sengaja menaikkan nada bicaraku, membuat Lisa terpaku di tempatnya.

"Sampai kapan? Sampai aku memanggil Jennie untuk datang ke sini? Kau pikir dia akan datang bahkan ketika aku memohon?!"

Kami saling melempar tatapan tajam, tapi kemudian aku memalingkan wajahku dan kembali mengatur nafasku. Butuh hampir sekitar tiga puluh menit dan nafasku kembali teratur. Jantungku sudah berdetak dengan normal juga. Kuteguk sisa air mineral yang diberikan Lisa dan bangkit berdiri. Menatapnya dengan pandangan datarku dan tersenyum kecut.

"Lalu kau berharap apa Lisa? Menurutmu, aku akan diam saja ketika melihatmu dipukuli Alice? Kau salah, Lisa. Aku akan berusaha mengatasi trauma-ku sampai nafasku yang terakhir, jika itu diperlukan."

Aku meninggalkan Lisa, kembali menghadap ke kantor polisi dengan kedua tanganku yang mengepal kuat. Kumohon, biarkan aku melakukannya sekali, setidaknya untuk melindungi orang-orang di sekitarku. Aku memejamkan mataku, mencoba membuat diriku sendiri merasa relax agar dapat berpikir jernih.

Saat aku masih berusaha menenangkan tubuh dan pikiranku, aku merasakan tangan seseorang menyentuh tanganku. Dengan lembut dia melepaskan kepalan tanganku dan mengaitkan jarinya di jariku. Aku tersentak, kemudian segera menoleh untuk mengetahui apakah Lisa yang melakukannya, tapi dugaanku salah. Di sini, tepat di sampingku ada si penjual bunga kurang ajar. Aku masih menatapnya dengan terkejut, bahkan belum bisa berkata-kata.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang