Decision

2.8K 377 131
                                    

Note: Apakabar manteman? Sehat? Sehat dong!!

Pukul 19.20 P.M

Tepat saat ini, aku sedang makan malam bersama dengan Jennie dan keluarganya. Mengobrol santai sembari sedikit bergurau ditemani hidangan yang dimasak langsung oleh Ibu Jennie. Benar-benar makanan khas rumah, ini membuatku tersentuh. Pasalnya, aku tidak pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya.

Keasikan kami terusik ketika tiba-tiba saja ponselku berbunyi. Sontak, aku meraihnya dan merutuki siapapun yang meneleponku saat ini. Ya, jelas hanya Lisa yang bisa kurang ajar dan tidak tahu waktu. Meski begitu, kurasa aku perlu menjawabnya.

Kemudian aku menatap ke arah Jennie, Ayah Jennie, dan berakhir di Ibu Jennie. Berdeham sebentar kemudian baru mengeluarkan suaraku.

"Maaf, aku perlu menjawabnya. Dia manager-ku," kataku meminta izin.

Ibu Jennie mengangguk mengerti, memberikanku izin untuk pamit sebentar agar bisa menjawab telepon Lisa. Sedangkan Jennie menatapku dengan penuh tanda tanya. Karena terburu-buru, aku hanya bisa mengatakan "sebentar" tanpa suara ke arah Jennie dan meninggalkan meja makan. Kupikir, teras rumah adalah pilihan yang bagus mengingat letaknya tidak begitu jauh dari ruang makan.

"Halo?"

"Chaeng! Astaga lama sekali!" Omelnya.

Meski Lisa tidak dapat melihatnya, aku tetap memutar bola mataku malas.

"Sebaiknya kau mengatakan sesuatu yang penting, Lisa-ya. Jika tidak, kau harus mentraktirku satu pekan penuh karena sudah menginterupsi makan malam dengan calon keluargaku."

Samar, aku mendengar Lisa berdecak kesal.

"Sajangnim memintamu untuk menemuinya besok pagi."

Dalam satu kalimat pendek itu, jantungku terasa berhenti berdetak. Perasaanku tak karuan, takut dan cemas, semua menjadi satu dan tak bisa kuekspresikan. Jika Sajangnim sudah memintaku untuk menemuinya, itu artinya dia sudah membuat keputusan.

"Chaeng? Apa kau mendengarku?"

Suara Lisa berhasil menarik kesadaranku. Sebelum menjawab, aku menghela nafasku. Kemudian meraih tengkukku dan mengelusnya pelan. "Eoh.." Lalu kemudian aku kembali berkata. "Dia.. Sudah membuat keputusan ya?" Ucapku dengan nada pelan.

"Ya, sepertinya begitu."

"Lisa," panggilku. Tampaknya, Lisa menungguku melanjutkan karena dia hanya diam saja. "Apa kau mengetahui keputusannya?"

Seperti yang kulakukan sebelumnya, kini giliran Lisa yang menghela nafasnya panjang.

"Tidak ada satupun yang tahu."

Aku terdiam. Entah akan berkata apa tapi jika boleh jujur, jauh di lubuk hatiku, aku tidak ingin meninggalkan duniaku. Alih-alih meninggalkan dunia entertainment, aku lebih takut meninggalkan blink. Jika aku bisa menjadi egois satu kali saja, bisakah aku memiliki Jennie dan blink?

"Tidak perlu khawatir. Aku dan anak-anak yang lain tidak akan meninggalkanmu. Ayo kita kembangkan studiomu."

Mendengar penuturan Lisa, mampu membuatku tersenyum tipis dan sedikit tertawa kecil. "Anak-anak? Kau bicara seolah aku sudah tua, Lisa."

"Tidak asik sekali! Aku berusaha keras membuat suasana menyentuh tahu!" Omelnya lagi dan aku hanya mentertawainya. "Mr. Yoo dan beberapa bodyguard akan menjemputmu besok, datanglah dengan selamat, eoh?"

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang