Back Home

3.2K 392 168
                                    

Note: Bulan September musim dingin. Cakeeep! Jangan lupa ngomong anjai!!


















Such a big liar.

Lihat, sudah hampir pukul empat sore hari ini tapi tupai bodoh itu belum juga kembali. Bukankah tadi pagi dia bilang dia tidak akan lama? Terlebih lagi, dia sama sekali tidak menjawab pesan dan telponku, seolah-olah hilang ditelan bumi.

Saat ini, yang kulakukan hanya menatap halaman belakang rumahku lewat balkon di lantai dua yang menghadap langsung ke belakang. Menggenggam ponselku dengan sesekali menyalakannya berharap Rosie menghubungiku. Setidaknya, satu pesan saja.

Hal itu sudah kulakukan hampir dua jam lamanya dan Rosie benar-benar menyebalkan. Aku sudah mulai merasa lelah dan berniat untuk pergi ke kamar saja ketika tiba-tiba aku merasakan sepasang tangan memelukku dari belakang. Aroma ini, jelas aroma Rosie-ku.

Inginnya, memeluk Rosie dan bertanya apa dia baik-baik saja dan mengatakan aku sangat mengkhawatirkannya. Tapi mengingat dia yang tidak menepati janji dan tidak ada kabar membuatku mengurungkan niatku.

"Jennie," panggilnya dengan begitu lembut tapi aku hanya diam saja, bahkan aku tidak menoleh ke arah wajahnya yang tepat berada di sebelah wajahku.

"My wifey.."

Deg

Seketika, aku merasakan dunia berhenti saat itu juga. Meski Rosie mengatakannya dengan sangat pelan, aku bisa dengan jelas mendengarnya. Wi- Wifey? It's not Wi-Fi or something but Wifey as Wife? Apa pendengaranku sedang baik-baik saja?

Setelah diam beberapa saat, aku berbalik dengan cepat, berhadapan dengan Rosie yang wajahnya sudah sangat merah. Saat aku menatap matanya dalam, dia malah memalingkan wajahnya ke samping, menghindari kontak mata denganku.

"Katakan lagi," kataku.

Demi Neptunus, wajah Rosie benar-benar sangat merah sekarang! Aku yakin aku juga.

"Ugh- A- Apa?" Katanya masih sambil tidak mau menatapku.

"Tatap aku dan katakan lagi, Rosie~ Aku mau dengar!"

Kulihat Rosie menghela nafasnya kemudian beralih menatap mataku. "Wifey.." Katanya lagi.

Jelas, senyum yang mereka sebut "gummy smile" sudah tercetak dengan jelas di wajahku. Dan seketika saja rasa kesalku hilang entah kemana.

"And you're my hubby. Deal!"

Dengan jarak sedekat ini, aku bisa melihat senyum Rosie dengan sangat jelas. Dia sedang malu. Tapi senyum itu tidak bertahan lama ketika aku kembali bersuara.

"Mulai detik ini panggil aku dengan sebutan itu, aku menyukainya."

Biar kuberitahu, sosok di hadapanku sudah mulai berubah dibandingkan saat-saat kami masih begitu labil dulu. Dia semakin dewasa dan semakin romantis meski kadar kepekaannya masih di bawah rata-rata. Lain kali aku akan berterima kasih pada Lisa karena dia juga ikut turun tangan untuk membuat Rosie menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dalam hal asmara.

"Kalau begitu, menikahlah denganku," katanya.

Satu hal baru yang kutemui dalam diri Rosie. Bahkan sampai wajahnya sangat merah karena menahan malu, Rosie tetap mengatakan apa yang ada di pikirannya. Aku bersyukur, dia menjadi lebih terbuka saat ini, meski terkadang masih perlu dipancing.

"Mwo?" Bukannya tidak mendengar, tapi aku ingin dia mengatakannya lagi. Ini semacam candu.

Perlahan, Rosie mengunci tubuhku dengan pembatas balkon ini. Kedua tangannya berada di sekitar tubuhku dengan matanya yang sudah mengunci mataku. Tidak perlu ditanyakan lagi bagaimana keadaan jantungku, jelas mereka sedang mengadakan party di dalam sana.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang