Looking for Approval

3K 359 156
                                    

Note: Happy Reading teman-teman! 💙












Mataku terbuka dengan perlahan, mengerjap sedikit untuk membiasakan cahaya yang masuk ke dalam retinaku. Kemudian kulirik jam digital yang bertengger di atas meja nakasku, rupanya sudah jam delapan pagi. Sebelum membasuh wajahku agar lebih segar, aku meregangkan tubuhku, kemudian dengan cepat melesat ke kamar mandi begitu mengingat Rosie.

Saat sudah sampai di ruang tengah, aku tidak mendapati Rosie-ku. Yang kulihat hanya beberapa bantal dan selimut yang Rosie gunakan semalam sudah ditata dengan rapih. Apa dia yang melipatnya? Wow, benar-benar sedang berjuang.

Kemudian, aku beranjak ke meja makan, siapa tahu Rosie sudah berada di sana ketika yang kudapati hanya Ibuku yang sedang memasak.

"Apa kau tidur dengan nyaman, nak?" Ucap Ibuku, masih sibuk mengolah bahan yang akan ia masak.

Aku mengangguk, meski dia tidak dapat melihatnya karena memunggungiku. "Tentu saja. Mom, dimana Rosie? Aku tidak melihatnya."

"Di taman belakang. Dad sudah berulah lagi sejak pagi-pagi buta."

Mendengar itu, aku langsung menyusul mereka ke taman belakang rumahku. Dimana banyak pohon dan tanaman karena Daddy dulu sempat mengambil jurusan perkebunan saat kuliah dulu. Ya, Ayahku pecinta tumbuhan.

Sesampainya di sana, kulihat Rosie sedang mencoba untuk memotong rumput taman belakang rumah kami yang memang sudah terlihat memanjang. Sedangkan Ayahku, dia sedang duduk di kursi kayu sambil memperhatikan kerja Rosie.

"Ingat. Panjang rumput-rumput ini harus lima centi meter," ucap Ayahku dengan santai.

"Mwo? Dad! Bagaimana dia tahu lima centi meter itu sepanjang apa?! Jangan mengada-ngada," kataku sedikit kesal karena sepertinya Ayahku sedang mengerjai Rosie.

Ayah menoleh padaku kemudian kembali memperhatikan Rosie yang ikut menoleh padaku. "Apa yang kau lihat? Kita harus selesai sebelum sarapan!" Tegasnya.

"Dad, ayolah. Aku membawa Rosie datang kemari karena ingin memperkenalkan Rosie pada kalian, bukan mengikuti tes seleksi menjadi tukang kebun! Apa ini tidak keterlaluan?"

Ayah menyimpan seluruh perhatiannya untukku kali ini, menurunkan sedikit kacamata-nya sebelum bicara.

"Siapa pun yang ingin menjadi pasanganmu, harus bisa melakukan segalanya," katanya lalu mengalihkan pandangannya untuk menatap Rosie lagi. "Bagaimana bisa Dad melepaskanmu kepada seseorang yang tidak bisa melakukan apa-apa?"

Aku mendengus dan memutar bola mataku malas. "Kalau seperti ini, hanya asisten rumah tangga atau tukang kebun yang bisa menikahiku!" Sahutku kesal.

Ayah terkikik sebentar sebelum menjawabku. "Ide bagus."

"Dad!"

"Abonim!"

Reflek, aku dan Ayah sama-sama menatap Rosie yang tiba-tiba ikut berteriak. Dia mengelus tengkuknya kemudian menyimpan alat pemotong rumput sebelum mendekati kami. Berdiri tepat di sampingku sambil menarik tanganku untuk dia genggam sambil menatap Ayahku dengan wajah sedikit cemberut.

Kupikir, Rosie akan mengatakan hal manis yang dapat meluluhkan hatiku dan Ayah. Tapi memang pada dasarnya Rosie adalah orang yang sulit kutebak. Segala tingkah absurd-nya selalu berhasil mengacaukan ekspetasiku.

"Kalau aku jadi asisten rumah tangga atau tukang kebun, aku bisa langsung menikahi Jennie?"

~•~

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang