Worst Birthday

3K 345 65
                                    

Note: He loves she, she loves he, BUT me love me 💙 so who's the winner?

















Kutatap Rosie yang katanya sedang ingin menyendiri di teras balkon. Sebenarnya, jauh di lubuk hatiku, aku tidak mengizinkannya untuk menyendiri di sana. Selain karena udara yang amat dingin, mungkin Rosie akan semakin tertekan dengan memikirkan hal-hal yang membuatnya takut. Tapi untuk kali ini aku memaklumi dan berharap langit malam mampu menghiburnya.

Sebentar kemudian aku melirik pada jam dinding di kamar kami. Sudah hampir tengah malam, itu artinya hari kelahiran Rosie akan dimulai. Aku beranjak dari ranjang ini kemudian pergi ke dapur, membuka pintu kulkas dan mengambil kue yang sempat kubeli beberapa waktu lalu tanpa sepengetahuan Rosie. Aku mengeluarkannya dari kotak kemudian mulai menusukkan lilin-lilin kecil ini di atasnya. Setelah itu, menyalakannya dengan pemantik api.

00:00

Aku berjalan sambil membawa kue ini mendekati Rosie. Bahkan ketika aku sudah berdiri di sampingnya, dia masih terlarut dalam pikirannya. Karena belum juga mendapatkan atensinya, aku beralih berdiri tepat di hadapannya dan mulai bernyanyi.

"Saengil chukha hamnida, saengil chukha hamnida."

"Saranghaneun uri Rosie, saengil chukha hamnida.."

Perlahan, Rosie mendongak dan menatapku dengan lembut. Melihat adanya respon, aku mengulurkan kue ini tepat di depan wajahnya.

"Make your wish!" Seruku dengan semangat.

Lalu kulihat Rosie menyatukan kedua tangannya tepat di depan dada dan memejamkan matanya. Hingga tidak lama kemudian dia kembali membuka matanya secara perlahan dan meniup semua lilin sampai padam, membuatku bersorak. Hatiku menghangat ketika kulihat Rosie mau tersenyum, sebab sejak aku menemuinya hari ini, dia tidak tersenyum sama sekali. Setidaknya ini berhasil.

Tangan Rosie mendapati kue di tanganku kemudian dia meletakkannya di atas meja kecil. Kemudian sebelah tangannya menggenggam tanganku dan dia mulai bangkit berdiri, menatap mataku dengan sangat dalam.

Lama kami bertatapan, membuat jantungku tidak berdetak seperti biasanya. Sungguh, pengaruh Rosie memang besar terhadapku. Dengan menatap saja mampu membuatku tidak berkutik. Lalu lamunanku pecah begitu saja ketika Rosie menarikku ke dalam pelukannya. Dia membenamkan wajahnya di bahuku. Entah kenapa, pelukan ini terasa berbeda. Aku rasa Rosie sedang tidak dalam jiwanya yang biasa. Ini adalah Rosie yang penuh beban.

"Gwenchana, Rosie. Aku di sini," ucapku dengan lembut, mencoba untuk menenangkannya.

Kudengar dia menghela nafasnya panjang sebelum membuka suaranya. "Apa yang harus kulakukan?"

Kuelus punggungnya dengan lembut. "Jadilah dirimu sendiri, Rosie. Mereka yang mencintaimu akan tetap berada di sampingmu, tidak peduli bagaimana dan apa kau sebenarnya."

Kemudian Rosie menegakkan tubuhnya, melonggarkan pelukan kami, membuat kami saling bertatapan lagi.

"Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Toh, kulihat sepertinya masih banyak yang mencintaimu dan mendukungmu sepenuhnya," kataku lagi.

Rosie menggeleng lemah. Mungkin dia tidak percaya dengan ucapanku karena tidak melihatnya sendiri tapi aku sedang bicara jujur. Tadi sore, aku membuka berita yang sedang hangat, tentu saja tentang Rosie dengan berbagai spekulasi. Bahkan seorang psikolog sampai angkat bicara, menilai bagaimana sikap Rosie saat itu. Ugh. Akan kuhampiri mereka satu per satu dan mengulitinya! Tapi, amarahku berhasil terkontrol ketika aku melihat banyak blink yang masih mendukung Rosie. Itulah kekuatan kami.

OUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang