Sepuluh

2K 123 0
                                    

Assalamu'alaikum

[Ketika Kau Hadirkan Dia| Sepuluh]

Happy Reading. ❤

***

Suasana kedai kopi cukup ramai saat Hara melangkah masuk. Seorang perempuan dengan blouse biru cerah berteriak memanggil namanya, lalu menepuk kursi di sebelahnya. "Mau pesan apa? Americano?" tanyanya dengan segera. Dia menarik pergelangan tangan Hara dengan wajah penuh senyuman. "Menurut kamu gimana? Aku nggak gemukan, kan?" ujarnya seraya menepuk pipi, lalu mengerucutkan bibir.

Alis Hara terangkat sebelah. "Memangnya kalau gemukan kenapa?" Dia menaruh tas tangannya ke meja dan memutar tubuh menghadap Rizka yang sekarang menyeruput Cappuccino hingga tandas. "Nggak apa-apa gemuk. Yang penting sehat." Hara tersenyum kecil.

"Ya nggak apa-apa, sih." Rizka mengangkat telapak tangan, memanggil seorang pelayan. Dia memesan minuman dengan detail kesukaan Hara yang sudah dia hafal di luar kepala. Setelah selesai, Rizka kembali menatap Hara dan berkata, "Oh, ya. Tadi kamu mau ngomong apa?"

"Kamu masih ingat dengan Pak Muntaz?" tanya Hara seraya membenarkan letak kerudung.

Untuk sejenak Rizka kelihatan berpikir, lalu dia mengangguk. "Oh, yang meninggal dalam kecelakaan pesawat?" tebaknya.

"Iya." Hara mengangguk. "Orang yang sudah dianggap oleh suamiku seperti ayahnya sendiri."

"Memangnya kenapa?"

Sekarang Hara mengembuskan napas, merasa penat dengan perasaannya sendiri. "Jadi  ... beliau punya anak perempuan. Namanya Rayya dan dia punya problem dengan pacarnya." Jeda sebentar, seorang pelayan datang menaruh minuman. Hara segera mengangguk ramah dan mengucapkan terima kasih. "Pacarnya Rayya menghamili teman gadis itu," sambungnya setelah menyeruput pelan Americano dalam cangkir. "Dan yang lebih parah, temannya itu meninggal dalam kecelakaan, tepat di depan Rayya. Setelah sebelumnya mereka berdebat."

"Innalillahi wa'inailahi raji'un."

"Aku ngerti kalau ini berat untuk dia." Hara mengangguk, lalu menumpukan kedua siku di atas meja dan bertopang dagu. "Tapi  ... aku nggak habis pikir kenapa dia bisa ancam suami aku untuk mau nikahin dia."

"Kamu serius?" tanya Rizka dengan bola mata hampir keluar sempurna. "Suami kamu mau?"

Wajah Hara berubah sendu. Dia mengembuskan napas sekali lagi, menggigit bibir bawahnya dan mendesah pelan. "Nggak. Mas Dzakki menolak," jawabnya seraya menggeleng. "Justru aku yang memaksa Mas Dzakki untuk menerima. Meskipun pada akhirnya tetap tidak berhasil."

"What? " Rizka memandang Hara dengan tatapan tidak percaya. "Are you kidding?" sambungnya seraya menggeleng pelan.

"Aku insecure."

"Seorang Hara Elisia bisa insecure? Aku nggak percaya. Ini tuh impossible bangat, tahu?"

Hara mendesah. "Aku belum memiliki keturunan." Dia menggerakkan telapak tangan dengan kaku, lalu menggeleng pelan. "Mungkin, ini cara Allah menegur aku dan Ayah yang sebelumnya terlalu pemilih. Sudah nggak kehitung berapa banyak laki-laki yang mungkin sakit hati karena perkataan Ayah. Aku ngerasa kalau ini tuh teguran untuk kami. Nggak seharusnya kita sebagai manusia bersikap sombong, bukan?"

"Tapi secara nggak langsung kamu sudah su'udzon dengan yang Maha Kuasa." Sekarang Rizka meraih telapak tangan Hara, menggenggam dengan pelan. "Apakah suamimu mulai menekanmu untuk segera memperoleh keturunan?" tanyanya. Saat Hara menggeleng, dia pun mendesah. "Kamu tahu, ketakutan di dalam diri sendiri itu harus kita hilangkan. Sebab bisa menjadi momok untuk kita sehingga sulit untuk bahagia."

Ketika Kau Hadirkan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang