Epilog

7K 184 43
                                    

Assalamu'alaikum.

[Ketika Kau Hadirkan Dia | Epilog]

Selamat      ...    membaca epilog ini. ❤

***

Pemakaman selesai.

Aroma bunga tercium samar di cuping hidung. Sebagian orang sudah pergi. Meninggalkan Hara yang masih diam di sana. Perempuan itu tengah menggenggam sebuah kotak kecil berisi surat wasiat yang dimaksud oleh Mas Dzakki. Namun, hingga beberapa menit berlalu, tak kunjung surat itu dibukanya.

Airmata terus mengalir deras. Membasahi batu nisan yang terukir nama Mas Dzakki di sana. Sesak. Sangat sesak sekali rasanya. Sekarang? Apa yang harus dia lakukan? Mengapa takdir mengambil rasa bahagia itu dengan sangat cepat? Hara tak kuasa untuk tidak terisak.

Sebuah sentuhan lembut di bahu. Ibu memberi pandangan iba kepadanya.

Ayah memegang batu nisan di hadapannya. Ada airmata yang mengenang di sana. Laki-laki itu diam sebentar, berdoa. Lalu pergi tanpa berkata apa pun kepada orang di sekitarnya.

Hara memandang Ibu, yang segera mendapat pelukan hangat di sana.

Rayya diam, hanya menatap pusara itu. Sebastian berdiri di sebelahnya. Tidak mengatakan apa pun.

Hingga akhirnya hari semakin sore. Rayya pergi setelah sebelumnya memeluk tubuh Hara dengan sangat erat. Bola mata perempuan itu bahkan memerah. Sekarang, tinggal lah Hara dengan Ibu.

"Nak? Ayo kita pulang sekarang."

Tetapi, Hara menggeleng. Bayangan Mas Dzakki masih menghantui pikirannya. Padahal baru kemarin mereka menetap senja bersama. Dan sekarang? Hara tidak bisa lagi merasakan momen itu. Semuanya tidak akan kembali.

"Sudah sore, Sayang. Kamu harus istirahat."

"Ibu," lirih Hara, menggeleng pelan.

Akhirnya, Ibu menghela napas dan membiarkan Hara sendiri di sana. Yang hanya ditemani oleh embusan angin di pemakaman. Sunyi.

"Mas?" panggilnya pelan. "Aku buka surat wasiat ini, ya?" Dia meminta izin.

Perlahan, telapak tangannya membuka surat itu.

Assalamu'alaikum.
Nak Dzakki, mungkin saat kamu membaca surat ini, maka saya sudah tidak ada lagi di dekat kalian.

Hari itu, Allah mempertemukan saya dengan seorang pemuda yang baik dan Jujur. Namanya Dzakki, yang bahkan karena kebaikan hatinya, saya sangat ingin dirinya mempersunting putri saya dikemudian hari. Namun, ternyata kamu sudah memiliki pilihan. Saya rasa gadis itu sangat beruntung. Dan kamu terlihat bahagia dengannya. Saya turut bahagia, meskipun pada awalnya tidak setuju dengan syarat yang diberikan oleh ayah mertuamu itu. Laki-laki paruh baya itu telah menilai cintamu dengan uang. Tetapi, ternyata gadis yang kau nikahi adalah gadis yang sangat baik. Saya merasa senang karena itu.

Nak? Bukan tanpa alasan mengapa saya sangat ingin kamu mempersunting putri saya. Selain karena dirimu sendiri, kekasih Rayya bukan laki-laki baik. Saya tahu sejak lama bahwa dia hanya menginginkan harta. Saya sudah berusaha agar Rayya melupakan laki-laki itu, tetapi dia ternyata sangat mencintainya.

Saya titipkan surat ini kepada Pak Bram. Saya titipkan perusahaan juga kepada beliau.

Namun, Nak  ... saya titipkan putri saya kepadamu setelah saya pergi. Tolong jaga dia. Tolong jauhkan dia dari segala hal buruk. Dan tolong jaga nama baiknya.

Ini permintaan terakhir saya.

Tangis Hara pecah saat itu juga. Dia meremas surat itu dengan kuat. Tertunduk lesu di sana. Langit semakin mengguratkan cahaya oranye ke tubuh. Embusan angin meniup kerudungnya. Menangis di sana sampai rasanya tidak ada lagi airmata yang keluar.

Semua momen kembali terbayang dalam ingatan. Momen berharga adalah ketika mereka bersama mengucapkan janji suci di hadapan yang Maha Kuasa. Dan  ... Hara sangat rindu itu semua. "Mengapa kamu meninggalkanku, Mas? Mengapa semesta benar-benar mengambilmu pergi?" tanyanya seraya terisak.

"Mas? Apakah kamu tahu? Kamu adalah kenangan terbaik yang kupunya."

"Mas, aku bahkan sangat takut kehilangan momen ketika kita bersama."

"Mas, sekarang aku sendirian. Aku tidak bisa lagi mendengar suaramu. Aku tidak bisa merasakan sentuhanmu. Aku bahkan tidak bisa lagi melihat senyummu."

"Mas, terima kasih karena telah mencintaiku."

"Mas, aku ingin kamu kembali. Tetapi aku tahu itu hal yang mustahil."

"Mas? Mas Dzakki? Apakah kamu mendengar suaraku?!"

Dia menangis, memegang batu nisan itu dengan erat. Sesak di dadanya semakin menyiksa.

Dan Hara tersadar,

Sekarang  ... takdir mereka sudah benar-benar berakhir.

***


Alhamdulillah bagian satu kisah ini selesai, ya.

Bagaimana perasaan kalian? Tolong tulis di komentar apa yang kalian rasakan selama membaca kisah ini. ❤

Apa yang ingin kalian sampaikan kepada setiap tokoh di kisah ini? Tulis di komentar ya.

Untuk;

Hara,

Dzakki,

Rayya,

Brahma,

Sampai jumpa di kisah Hara lagi. Kita tutup buku kisah ini, ya. ❤
Sayang banget sama kisah ini. Sedih harus nulis endingnya:(

Salam Hangat,
Novita

Ketika Kau Hadirkan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang