Ending Yang Lain (Bagian 1)

2.4K 80 2
                                    

"Ketika Kau Hadirkan Dia"

Happy Reading💜

***

Lembayung senja terlihat, menghangatkan bola mata Hara yang menatapnya dengan penuh khidmat. Langit kota Jakarta memang mulai melukiskan warna jingga ke tubuhnya. Menciptakan sebuah palet warna yang indah untuk dipandang.

Bibir ranum itu tertarik tipis, mengukir senyuman. Sebuah garis takdir yang menyesakkan tengah menghampiri dirinya, membuat perempuan dengan bola mata indah itu mengembuskan napas pelan. Nyatanya, lembayung senja tidak berhasil membuat perasaannya menjadi lebih baik.

Perasaannya masih sesak. Pikirannya masih kacau. Namun, kenyataan masih belum puas menyiksanya. Membuat Hara merasa takut untuk melihat hari esok.

"Nak?" Suara familiar itu masuk ke gendang telinganya. Sosok lembut yang keibuan muncul di ambang pintu, mengukir senyum. "Keluar sebentar ya. Ayah nunggu kamu di ruang tamu."

Kalimat itu membuatnya teringat akan moment beberapa waktu lalu, ketika Ibu datang ke kamarnya, mengatakan hal yang serupa dengan apa yang baru dikatakannya. Malam itu, seorang lelaki dengan penuh percaya diri datang meminangnya. Dan lelaki itu sekarang menjadi suaminya.

"Ibu tahu kamu perempuan yang kuat." Mungkin, kalimat yang sebenarnya ingin Ibu katakan adalah 'maafkan Ibu yang tidak bisa berbuat apa-apa, tidak bisa menolong rumah tanggamu' sebab pada kenyataannya Ayah menjadi orang yang memiliki otoriter paling kuat dalam keluarga itu.

Setelah Ibu menghilang kembali dari balik pintu, Hara masih berdiri di sana. Apa lagi yang Ayah inginkan sekarang? Seberapa besar lagi perasaan sesak akan menekan dadanya? Namun, meskipun demikian Hara tetap tidak bisa menghakimi lelaki paruh baya itu, karena Ayah sebagaimana orang tua pada umumnya, hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Dan Ayah adalah sosok lelaki dengan pendirian teguh. Sulit untuk meluluhkan prinsip lelaki itu.

"Ayah ingin berbicara." Kalimat itu terasa seperti keramat bagi Hara, membuatnya berhasil menahan napas. Dan sekali lagi, bayangan beberapa waktu lalu kembali berputar di kepalanya. Namun, saat itu ada sosok lain yang duduk di antara mereka. Sosok yang sampai saat ini masih setia mengisi hatinya. "Ayah sudah putuskan bahwa pernikahanmu dengan lelaki itu harus berakhir. Tidak ada gunanya bertahan dengan pengkhianat."

Sesuatu hal seolah mencelos dari rongga dadanya. Perempuan itu duduk dengan tenang, tetapi perasaannya hancur berantakan. Dia sebisa mungkin menahan air yang kini mendesak ingin keluar dari kelopak. "Ayah, aku masih ingin mempertahankan rumah tangga ini. Aku yakin Mas Dzakki tidak sejahat itu." Sebab Hara sudah mengenal lelaki itu hampir lima tahun lamanya. Suaminya bukan tipe lelaki yang suka menggoda perempuan. Bahkan dia cenderung menghindar dari perempuan-perempuan yang mengidolakannya sewaktu kuliah dulu. "Aku tidak ingin rumah tanggaku berakhir di sini. Kami bahkan baru memulai semuanya."

"Membangun rumah tangga dengan pengkhianat itu sia-sia." Ayah menatap Hara dengan serius. "Seluruh waktumu akan terbuang percuma. Bukan hanya itu, tenaga dan perasaanmu juga akan terkuras." Lelaki paruh baya itu masih menatap putrinya, sorot matanya sangat tajam. "Tolong pikirkan ulang. Keputusan yang kau ambil sekarang akan sangat berarti untuk kehidupanmu nanti. Ayah dan Ibu tidak selamanya ada di sampingmu. Pilih lelaki yang tepat, yang benar-benar bisa menjagamu setalah Ayah dan Ibu pergi. Bukan hanya itu, calon anakmu kelak butuh panutan yang baik."

Dan Mas Dzakki lelaki baik, Ayah.

Kalimat itu hanya bisa tertahan di tenggorokan. Hara diam. Kenyataan membuat dirinya tersadar bahwa belakangan ini lelaki itu memang seperti orang asing untuknya. Komunikasi di antara mereka bahkan tidak terjalin dengan baik. Hara merasa ia kehilangan sosok suami di dalam hidupnya. Mereka tidak lagi menghabiskan waktu bersama. Namun, apakah benar pernikahan mereka harus berakhir dengan cara yang seperti ini? Bukankah tidak ada kata terlambat jika kita mau memperbaiki?

Ketika Kau Hadirkan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang