Assalamu'alaikum
[Ketika Kau Hadirkan Dia| Dua Puluh Empat]Happy Reading. ❤
***
"Kirana, please ..." Suara Agam memecahkan sunyi. Mereka tengah berada di kantor polisi sekarang. Kirana yang dibantu oleh Ayah dan para koleganya berhasil terlepas dari hukuman. Sedangkan Agam tidak. Meskipun laki-laki itu sudah memohon, nyatanya Kirana bersikap tidak peduli. Gadis itu sama sekali tidak menoleh Agam, bahkan berlalu pergi mengekori langkah ayahnya. "Dasar gadis tidak tahu diri?!" sembur Agam penuh amarah.
Para petugas segera menarik laki-laki itu. Hingga Agam memberontak seperti orang kerasukan. Sekarang Kirana sudah berada di luar kantor. Ayahnya menarik gadis itu untuk segera masuk ke mobil. Menghindari tatapan orang-orang.
"Kamu harus meminta maaf kepada Sebastian." Ayahnya mulai berbicara. Laki-laki paruh baya itu menoleh ke belakang. Raut wajahnya kelihatan tegas. Bahkan otot rahangnya mengeras. "Dan ... jauhi laki-laki bernama Agam tadi!" Setelahnya meminta kepada supirnya untuk melajukan kuda besi berwarna hitam mengkilat itu.
Kirana mengembuskan napas. Sebenarnya dia juga sangat kecewa kepada Agam, sebab pria itu telah melakukan sesuatu yang menjijikan. Apa yang dilakukan oleh Agam benar-benar di luar rencana mereka. Sampai Kirana merasa sangat muak melihat wajahnya. Gadis itu menghela napas pelan sebelum menempelkan ponsel ke telinga. Menunggu beberapa menit. Namun, panggilannya ditolak.
Sebastian pasti sangat marah sebab telah dijadikan kambing hitam olehnya.
Sementara Agam sendiri terduduk dengan lesu di bangku. Penyakitnya kambuh lagi, membuat wajah laki-laki itu tampak pucat seperti mayat hidup. Ah, biarlah dia mati di penjara. Sebab dengan begitu tentu dirinya tidak akan diteror untuk membayar hutang lagi. Agam mendorong tubuh ke belakang, bersandar pada dinding, lalu terkekeh sendiri. Pandangan matanya kosong.
Kirana mengembuskan napas lagi. Panggilannya tetap tidak diangkat. "Sekarang kita pergi ke rumah Tante Lizzy," kata ayahnya. "Papa yakin Sebastian ada di sana. Kamu harus meminta maaf secara langsung kepadanya." Tidak berapa lama, kuda besi itu berhenti di pinggir jalan. Ayahnya meminta Kirana untuk turun dan pindah ke taksi, sebab beliau masih ada urusan penting.
Dengan wajah cemberut, Kirana mengempaskan tubuhnya ke kursi mobil. Seandainya dia bisa menghasilkan uang sendiri, pasti Kirana malas sekali untuk menuruti permintaan ayahnya ini. Huh, lagipula Sebastian itu sepupu yang menyebalkan. Dia pernah mempermalukan Kirana di depan seorang laki-laki. Meskipun Kirana tidak dendam karena hal itu. Dan ... sepupunya itu juga memiliki wajah yang cukup tampan. Sebastian bisa mendapatkan gadis cantik di luar sana. Mengapa pria itu malah menyukai Rayya?
Sekali lagi, dirinya kalah oleh Rayya. Sekarang Kirana bahkan sudah kebas. Dia tidak lagi ada rasa cinta untuk Agam. Yang ada malah perasaan jijik.
Rumah Tante Lizzy sudah ada di depan mata. Kirana kembali mengembuskan napas. Apakah dirinya harus memohon kepada Sebastian? Ini rasanya sangat tidak adil. Dia bahkan belum menyakiti Rayya dengan serius, kenapa harus meminta maaf segala? Oh, baiklah. Dirinya hanya perlu meminta maaf kepada Sebastian. Bukan kepada Rayya. Dan jika sepupunya itu tidak mau memaafkannya, maka Kirana tidak peduli. Sebab yang terpenting dia sudah meminta maaf dan segala fasilitasnya tidak akan diambil.
"Hai, Kee!" Tante Lizzy tetap menyapanya dengan ceria. Beliau memeluk Kirana dan membawanya masuk. Mungkin Ayah sudah memberitahu akan kehadirannya di sini. "Kamu pasti lapar, kan? Tante sudah belikan pizza untuk kamu." Tante Lizzy meminta Kirana untuk duduk di kursi makan. "Papamu untuk keterlaluan. Seharusnya dia tidak membiarkan putrinya kelaparan. Menurut Tante, jika kamu tidak suka dengan gadis yang disukai oleh Sebastian, itu berarti gadis tersebut memang tidak baik, bukan?"
Kirana menatap pizza, lalu beralih menatap Tante Lizzy yang kini tersenyum dengan penuh ke arahnya. Apakah wanita paruh baya itu memang mempunyai pemikiran seperti itu?
"Oh ... di mana Sebastian, Tante?"
Orang yang dimaksud oleh Kirana muncul. Turun dari tangga dan mematung menatap Kirana. Pria itu lalu berlalu begitu saja. Hingga Kirana bangkit dan menyusul langkahnya. Dia mencekal tangan Sebastian. Sementara Tante Lizzy memandang mereka dari ambang pintu.
"Maafin gue," kata Kirana.
Sebastian diam. Itu memang sifatnya sejak dulu.
"Gue sama sekali nggak bermaksud buat jauhin lo dengan Rayya. Gue ... gue dibutain sama cinta. Tapi sekarang gue jijik bangat sama Agam"
Sebastian memutar tubuh. "Jangan sebut nama bajingan itu di depan gue!" ucapnya penuh nada penekaan. Otot rahangnya bahkan mengeras.
"Gue ... gue minta maaf."
"Lepasin tangan gue."
"Bas?"
"Gue bilang lepasin."
"Bas?"
"Lo!"
"Bastian, kamu nggak boleh kasar dengan Kee."
Pria itu memutar bola mata dengan jengah. Lalu menyentakkan tangan Kirana dan pergi dari sana.
***
Seharian ini Dzakki tidak bisa berpikir jernih. Rayya sendiri sudah lebih baik. Gadis itu sibuk membaca buku di ruang duduk. Dzakki sudah rapi, bersiap untuk pergi ke rumah lamanya. Dirinya tidak bisa bersikap seperti biasanya. Sebab hingga kini Hara belum memberikan kabar sama sekali.
"Mau kemana, Mas?" Rayya mengalihkan tatapan dari buku. Memandang Dzakki yang sudah meraih kunci mobil. "Kamu sudah sarapan?"
"Saya mau ke rumah Hara."
Ekspresi wajah Rayya langsung berubah. Seperti sendu. Namun, perempuan itu bangkit dari sofa dan menaruh bukunya ke rak. "Aku ikut ya?"
Kuliah perempuan itu masih berjalan seperti biasa. Meskipun dirinya sempat mengambil cuti selama beberapa hari. Dzakki merasa tidak perlu khawatir, sebab Agam ada di kantor polisi dan akan ditahan. Dirinya juga tidak akan memberi izin Rayya untuk pergi keluar seorang diri.
Dzakki mengangguk. "Saya tunggu di mobil."
Ada senyum yang mengembang di wajah Rayya. Semenjak dirinya menikah dengan Mas Dzakki, Rayya belum sekali pun bertemu dengan Mba Hara. Dirinya juga sangat ingin meminta maaf. Hati perempuan baik itu pasti sangat teriris. Rayya merasa malu untuk bertemu dengan Mba Hara, tetapi dirinya juga harus meminta maaf.
Rayya meraih tas tangan, lalu kembali turun dan melangkah keluar rumah. Sekarang dirinya sudah berada di dalam mobil. Duduk bersisian dengan sang suami. Rayya pernah membayangkan duduk dengan pria yang disukainya, lalu mereka saling menggenggam tangan dengan penuh cinta.
Mengembuskan napas, sebab hal itu tidak akan mungkin terwujud. Selamanya hanya menjadi angan belaka. Bahkan Mas Dzakki tidak ada rasa untuknya. Sepertinya Rayya hanyalah istri paling mengenaskan, yang bahkan tidak dicintai oleh suaminya sendiri.
Rayya memejamkan kelopak mata. Dia melirik Dzakki yang duduk di sebelahnya, tetapi laki-laki itu sama sekali tidak meliriknya.
"Mas?" panggil Rayya pelan.
Mereka saling pandang sekarang. Jika satu hati sangat berharap bisa berbagi kasih, hati yang lain justru mencemaskan yang lain.
"Kamu ... apakah kamu mencintaiku?"
Itu hanya pertanyaan biasa bagi sepasang kekasih. Namun, entah kenapa malah membuat wajah Dzakki kelihatan sangat tegang.
***
Terima kasih untuk yang sudah baca cerita ini. Jika kalian suka, saya boleh minta tolong bantu promo cerita ini kepada teman kalian?
Saya sangat butuh semangat untuk berhasil menyelesaikan cerita ini.
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen, yah. 🤗Panda
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kau Hadirkan Dia
Roman d'amourNamanya Hara Azzahra, perempuan cantik nan shalehah yang rela melepas tawaran bekerja keluar negeri saat melihat keseriusan seorang laki-laki. Sebab bagi Hara, kodrat seorang istri lebih baik di rumah. Laki-laki itu bernama Dzakki Asla Muyassar. Dia...