Dua Puluh Delapan

2K 94 13
                                    

Assalamu'alaikum.
[Ketika Kau Hadirkan Dia| Dua Puluh Delapan]

Selamat membaca.
Semoga kalian sehat-sehat yah. ❤

***

Pagi ini para karyawannya kelihatan heboh. Ada begitu banyak makanan di atas meja. Tenyata itu ulah Brahma. Hara mengembuskan napas, lalu menaikkan alis saat Brahma melambaikan telapak tangan ke arahnya. Sekarang laki-laki itu melangkah mendekat, mengucapkan salam dan mengulas senyum.

Hara menjawab salam. Menatap Brahma dengan pandangan bertanya. Entah hanya perasaannya atau memang ini benar, wajah laki-laki itu tampak berseri dari biasanya.

"Ikut aku, yuk!" Brahma melipat kedua lengan di depan dada. Menyandarkan punggung pada konter. "Kamu pasti belum sarapan, bukan?"

Mendengar itu Hara mengangguk, tetapi lalu menggeleng. Membuat Brahma mengerutkan alis sebab bingung. "Aku memang belum sarapan. Tapi  ... kayaknya aku sarapan sendiri aja."Dia hendak melangkah, tetapi Brahma menghalangi dengan merentangkan tangan.

"Ibu aku ingin ketemu kamu sekarang, Ra." Brahma berdiri tegak, menarik kembali tangannya yang terulur. Wajahnya kelihatan bimbang, tetapi akhirnya dia berkata, "Beliau, bahkan udah siapin masakan untuk kamu."

"Kenapa kamu nggak bilang aku dulu?" Hara menaikkan alis, lalu menarik napas. "Aku nggak bisa ketemu sama beliau langsung. Tadinya aku mau meminta salah satu karyawanku untuk membuat ukuran gaun ibumu."

Obrolan mereka dipotong oleh bunyi ponsel Brahma, ternyata itu panggilan video dari ibunya. Mereka saling pandang sekarang. Brahma pun mencoba mengabaikan panggilan itu, menaruh kembali ponselnya ke saku. Namun, ibunya kembali menghubungi. Akhirnya laki-laki itu mengangkatnya.

"Kamu sudah di mana, Nak?" Wajah ibunya tampak di layar ponsel. Suaranya terdengar.

Hara tertegun, melihat wajah itu tampak begitu sayu. Wanita paruh baya itu bahkan terduduk di atas kursi roda. Saat tatapan mereka bertemu, Hara dengan segera menundukkan kepala.

Brahma menaikkan alis melihat ibunya tersenyum. Hingga dirinya menyadari ke arah mana pandangan wanita itu.

"Apakah dia perempuan yang kamu cintai?" Ibunya bertanya. Brahma tentu gelapan. Namun, ibunya kembali berbicara, "Bolehkan Ibu berbicara dengannya, Nak?"

Ada raut tidak enak di wajah Brahma, laki-laki itu memandang Hara dengan tatapan bertanya. Dan Hara, akhrinya pun menganggukkan kepala. Tidak tega menolak permintaan wanita yang lebih tua.

"Cantik sekali." Kalimat pertama yang keluar dari mulut ibunya Brahma. Sampai pipi Hara rasanya bersemu merah. "Siapa namamu?" Wanita itu tersenyum cerah, wajahnya yang sudah keriput masih kelihatan cantik. Hara sendiri ikut senyum.

"Hara, Bu."

"Terima kasih sudah mau menemani Brahma, ya?" Ada sorot ketulusan di wajahnya. "Ayo kamu main ke sini, Ibu tunggu. Semoga kamu sehat-sehat selalu."

Hara hanya tersenyum, lalu menyerahkan ponsel itu kembali kepada Brahma. Mendengarkan laki-laki itu berbicara dengan ibunya dan sekarang mereka saling pandang, yang dengan segera Hara mengalihkan wajahnya untuk menatap ke arah lain. Dulu  ... Brahma pernah membuatnya trauma.

"Bagaimana sekarang, Hara?" Brahma sudah memasukkan ponselnya ke saku. "Apakah kamu bersedia menemui ibuku?"

"Aku tidak mau ada kesalahpahaman di sini." Tentu, Hara sangat yakin jika ibunya Brahma sampai tahu bahwa dirinya sudah menikah, beliau pasti akan sedih. "Tolong jangan buat aku merasa bersalah, Brahma. Aku nggak mau nanti ibu kamu menaruh harapan besar kepadaku."

Ketika Kau Hadirkan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang