Assalamu'alaikum
[Ketika Kau Hadirkan Dia| Delapan Belas]
Happy Reading. ❤
***
"Apa maksud kamu, hah? Kamu pembohong!" Kirana memukul bahu Agam, rasa sesak tengah menekan dadanya. "Kamu bilang kita hanya mau menculik Rayya dan meminta bayaran, tetapi kenapa kamu malah melakukan hal lain!" Gadis itu duduk di kursi, mengusap kepalanya sendiri dengan wajah lelah.
"Dengarin aku dulu." Agam meraih bahu Kirana. "Aku hanya ingin dia menderita, Kee."
"Tapi kamu menyakiti perasaan aku!" Kirana menggertakkan giginya, telunjuknya bergerak menunding Agam yang tengah menatap lurus kepadanya. "Memang benar, ya. Yang namanya laki-laki itu tetap saja laki-laki?!" Gadis itu bahkan menepis telapak tangan Agam dan bergerak menjauh.
"Kee?" Agam mengejar. "Aku sama sekali nggak bermaksud .... "
"Bilang aja kalau kamu masih suka sama dia!" Kirana enggan menoleh. Gadis itu masuk ke dapur, melangkah mendekati kulkas dan mengambil teh botol dari sana. "Aku mau kita putus?!" teriaknya setelah meneguk.
Agam memantung. "Maksud kamu apa?" Dia mencoba meraih bahu Kirana, tetapi sekali lagi ditepis. "Udah nggak ada perasaan untuk Rayya, Kee. Aku cuma mau dia menderita."
"Kamu pikir, setelah kamu ngelakuin hal itu, aku nggak akan jijik?" Kirana menaikkan sebelas alis. Memandang Agam dengan remeh. "Aku mau putus sama kamu. Titik. Ini udah jadi keputusan untuk aku. Dari awal, aku pun nggak butuh harta Rayya. Yang aku butuh cuma ketulusan dari kamu. Tapi ternyata apa?" Gadis itu meneguk tehnya hingga tandas, lalu melepar botol kosong itu.
"Kirana?" Agam seorang laki-laki, di mana kata-kata dan kalimat manis adalah andalannya. Dia masih enggan menyerah. Dengan cepat dicekalnya lengan Kirana sebelum gadis itu berhasil menghilang di balik pintu. "Aku beneran sayang sama kamu. Aku mau kamu percaya sama aku," katanya, dengan nada selembut dan tatapan sehangat mungkin.
Namun, gadis yang pintar tentu tidak mudah termakan rayuan manis laki-laki hidung belang. Kirana melepaskan cekalan tangan Agam, lalu berlalu secepat mungkin. Gadis itu membanting pintu kamar, lalu menguncinya dari dalam.
Di luar, Agam memukul udara dengan keras.
***
Hara terbangun karena rasa haus. Saat tidak menemukan suaminya di samping, perempuan itu segera melangkah menuju dapur. Dia pikir Dzakki ada di sana, tetapi ternyata tidak ada. Setelah mengembuskan napas pelan, Hara melangkah mendekati rak dan mengambil gelas. Menekan tombol pada dispenser, lalu meneguk air yang berhasil didapatkannya.
"Kamu sedang apa, Ra?" Ibunya muncul, dengan wajah basah karena air wudhu. Saat Hara melirik jam pada dinding, pukul satu dini hari. "Haus?"
Hara mengangguk. Ada senyum tipis di bibirnya.
"Ibu ke kamar duluan, ya."
Setelah ibunya pergi, Hara menaruh gelas ke atas meja. Pergi ke mana Mas Dzakki? Apakah ke kamar mandi. Akhirnya perempuan itu pun memutuskan untuk kembali ke kamar, mengecek kamar mandi yang berada di dalam sana. Namun, berkali-kali dia mengetuk dan memanggil, tidak ada sahutan.
Hara meraih ponselnya yang berada di atas nakas. Menyentuh layarnya beberapa kali sebelum menempelkan benda pipih itu ke samping telinga. Selama beberapa detik Hara menunggu panggilan itu diangkat, tetapi selalu berakhir sebelum tersambung. Dia mencoba sekali lagi, dua kali, tiga ... dan seterusnya, tetapi tetap tidak diangkat.
"Kamu pergi ke mana, Mas?" ucap Hara pelan. "Apakah ada urusan pekerjaan yang mendadak?" Sungguh batinnya sangat gelisah malam itu.
Menaruh kembali ponsel ke atas nakas, Hara pun memutuskan untuk menjatuhkan diri ke kasur. Dia mengembuskan napas sekali lagi, berusaha menjernihkan pikiran. Dan .... sampai jarum jam di dinding menunjukkan pukul lima pagi, kelopak dengan bulu mata yang lentik itu tetap tidak mau terpejam. Hara begadang, sampai sun rise mulai terlihat di balik jendela kamarnya.
Satu yang ada di dalam pikirannya sekarang. Suaminya.
***
Sunyi. Sepi.
Acara itu memang sengaja dilakukan tanpa mengundang banyak orang. Hanya ada Pak Penghulu, Pak Bram, para asisten dan kedua mempelai. Rayya tampak cantik dalam balutan kebaya berwarna putih. Rambutnya disanggul, terlihat anggun. Matanya yang tadi membengkak, kini tampak cantik. Pipinya memerah. Dan bibir yang tampak ranum.
Semua mata tertuju ke arahnya, tidak terkecuali Dzakki yang sudah duduk di hapadan Pak Penghulu. Ini pernikahannya yang kedua dan laki-laki itu tidak perlu menghapal ijab qabul lagi. Namun, sesuatu hal membuatnya sedikit menggigil, ada perasaan bersalah yang secara perlahan menyeluruh ke dalam dadanya. Tidak. Bahkan saat kini dia memandang Rayya yang tampak cantik, hanya wajah Hara yang berada di dalam kepalanya.
Apakah nanti dia bisa menjadi imam yang baik tanpa rasa cinta? Dan bagaimana nanti Dzakki berbicara kepada Hara bahwa dirinya telah menikah lagi? Laki-laki itu menghela napas, sungguh bahunya terasa sangat berat sekali. Dia lelah. Namun, Dzakki tahu bahwa Rayya akan merasa terhina jika acara ini dibatalkan. Bahkan Dzakki yang sebelumnya meminta.
Rayya sudah duduk di sebelahnya, bibirnya bergetar pelan. Dia bahkan terus menunduk.
Saat Pak Penghulu memulai acara itu, Dzakki mengembuskan napas. Sekarang dia menatap lurus ke depan, mengangkat wajahnya dengan tatapan yakin. Mungkin ... ini memang jalan yang terbaik. Dzakki hanya bisa berharap, semoga setelah dirinya sudah menolong Rayya, hidup gadis itu tidak akan lagi menderita. Dan semoga setelahnya Allah pun menolong rumah tangga nya dengan Hara agar tetap baik-baik saja.
"Saya terima nikah dan kawinnya Rayya Yecenia binti Muntaz Adi Nugroho dengan maskawin tersebut, tunai."
Tanpa sadar Rayya memejamkan kelopak mata. Entah kenapa suara Mas Dzakki benar-benar terasa menghangatkan hatinya. Sebutir airmata bahkan mengalir keluar membasahinya pipinya yang telah dipoles oleh bedak. Saat ikrar itu selesai dan semua saksi menyetujuinya, Rayya merasakan sentuhan hangat dari seorang laki-laki yang duduk tepat di sebelahnya. Mas Dzakki meraih wajahnya, mengecup puncak kepala Rayya dengan pelan.
Dan airmata Rayya menetes kian deras. Dengan sangat lembut, Mas Dzakki menaikkan dagunya, lalu laki-laki itu menghapus airmata yang mengalir di pipi Rayya, yang sekarang sudah resmi menjadi istrinya. Rayya sendiri sudah tidak kuat lagi, tangisnya pun pecah dalam pelukan Dzakki. Orang-orang di sekitar hanya diam. Memandang kedua mempelai pengantin dengan haru.
Sampai akhirnya Rayya memutuskan untuk pergi lebih dulu meninggalkan semua orang yang ada di situ.
Pak Bram menepuk bahu Dzakki dari belakang, mengusapnya dengan kepala dianggukan. "Saya akan berada di belakangmu. Jika kamu butuh bantuan saya setelah ini, saya siap Nak Dzakki," katanya dengan sungguh-sungguh.
Dan Dzakki pun menangis dalam rengkuhan laki-laki itu. Bagaimana pun, sekuat apa pun hati seorang lelaki, Dzakki tetaplah manusia biasa. Hatinya terasa sangat teriris, membayangkan bahwa Hara akan sangat terluka setelah ini. Bidadari yang pernah dimintanya kepada Allah dengan sangat sungguh-sungguh. Sekarang, hati Dzakki pun ikut merasakan retak.
Sementara beberapa kilo meter dari sana, seorang perempuan dalam balutan gamis dan kerudung panjang menunggu suaminya pulang dengan wajah cemas. Bahkan bola matanya sudah mulai berkaca-kaca.
Apakah kamu baik-baik saja, Mas?
***
Panda
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Kau Hadirkan Dia
RomanceNamanya Hara Azzahra, perempuan cantik nan shalehah yang rela melepas tawaran bekerja keluar negeri saat melihat keseriusan seorang laki-laki. Sebab bagi Hara, kodrat seorang istri lebih baik di rumah. Laki-laki itu bernama Dzakki Asla Muyassar. Dia...