LONG DISTANCE

7.9K 829 14
                                    

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, berhasil kami lewati dengan baik. Sampai akhirnya, tiba lah kami di hari penentuan masa depan mas Barra, hari ini adalah sidang skripsi mas Barra.

Aku duduk didepan ruang sidangnya, menantikan dengan cemas. Walau aku tahu, tidak mungkin dia tidak bisa menaklukan persidangan itu. 1 jam berlalu, suara didalam sepertinya sudah sepi, benar saja, tak berapa lama pintu ruangan terbuka, mas Barra dengan senyum sumringahnya.

Dia langsung di hadang oleh teman – temannya, mereka berebutan mengucapkan selamat. Mas Barra, yang sedang di kerubuti teman – temannya, berusaha melongok mencari keberadaan ku. Aku memang membiarkan teman – temannya mengucapkan selamat lebih dulu, bagaimanapun mereka telah berjuang bersama – sama.

"udah – udah gue ke calon istri gue dulu doong" sontak dia di soraki oleh teman – temannya, dan aku hanya bisa tertawa mendengar candaannya.

"selamat ya mas" aku memberikan selempang bertuliskan Barra Ziyaad Rinaldi SH dan sebuah boneka beruang.

"makasih ya sayang" mas Barra memeluk ku dan mengecup kepalaku. Kami pun menjadi bahan sorakan teman – temannya.

Antara senang dan sedih, mas Barra semakin mendekati cita – cita nya. Selangkah lagi dia akan mendapatkan gelar s2 nya. Gelar s1 sudah ditangan, hanya menunggu wisuda, dan dia akan segera berangkat ke Belanda ke kota Leiden.

Waktu study paling cepat akan di selesaikan dalam 2 tahun, yang mana selama 2 tahun itu juga aku dan mas Barra akan menjalankan long distance relationship. Mas Barra sempat mengungkapkan, ingin menimba pengalaman sebanyak mungkin selama disana, dan kemungkinan tidak akan kembali ke Indonesia sampai sekolahnya selesai. Dan aku? Tidak mungkin aku menjenguknya kesana, bisa – bisa aku di ikat di pagar sama papaku.

*****

Kami menghabiskan sisa waktu kebersamaan kami, sebelum terpisah 2 tahun lamanya. Mas Barra yang banyak menemaniku kuliah, mengantar pulang, weekend main kerumah. Kedua orang tuaku juga sudah sangat menyukai mas Barra.

Mas Barra memang sangat sopan, attitude nya benar – benar terjaga. Bahkan dia tidak pernah menyentuhku dengan tidak sopan. Sejauh ini kami hanya bergandengan tangan, mengecup kening atau kepala, dia tidak pernah bertindak jauh.

Hari ini, aku menemani nya kursus bahasa Belanda, sebagai persiapan keberangkatannya. Seluruh persyaratan perkuliahan sudah beres, dan dia mengisi sisa waktu dengan memantapkan bahasa Belandanya dengan mengambil kursus tambahan. Walau sistem perkuliahan di Belanda, saat ini banyak menggunakan bahasa Inggris, mas Barra tetap mematok dirinya harus cukup fasih berbahasa Belanda.

"udah selesai?" aku menutup buku novel yang sedang ku baca, melihat mas Barra sudah menghampiriku.

"udah.. bosen ya?" aku menggeleng, dia memang mengambil kursus hari sabtu, agar tidak mengganggu kegiatan di weekday. Mas Barra sesekali ke kantor ayahnya, untuk membantu beberapa pekerjaan.

"laper ga?" dia duduk disampingku, dan merangkulkan lengannya di pundakku. Aku memberikan segelas ice coffee padanya.

"laper sih.. makan yuuk" aku sedikit merajuk padanya. Mas Barra ini ngemong sekali sifatnya, tak jarang aku malah jadi cenderung manja padanya. Mas Barra benar – benar sosok pria yang ku cari, usia yang lebih tua, sifatnya yang tenang dan penyabar, tapi sedikit dominan.

Kami pun memasuki sebuah pusat perbelanjaan, duduk disebuah restaurant jepang yang menyajikan aneka sushi dan menu jepang lainnya.

Mas Barra tiba – tiba mengeluarkan sebuah kotak hitam berukuran kecil, dan mengangsurkan padaku.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang