KEBENARAN

15K 1K 26
                                    

Kanaya,

"Barra di rawat di rumah sakit, dari kemarin, kesehatannya drop"

Aku mengerutkan keningku, menatap Adrian, terus apa urusannya denganku kalau dia sakit?

"apa urusannya sama gue Yan?"

Adrian tampak terkejut dengan responku, menatapku seolah – olah tidak percaya kalimat itu bisa meluncur mulus dari mulutku.

"iya, apa urusannya sama gue? Istrinya ngurusin dia kan?"

Adrian semakin terperangah medengar kata – kataku, aku sendiri gak ngerti kenapa dia tampak segitu terkejutnya. Apakah mas Barra menikah diam – diam dari keluarganya?

"istri..?"

"iya istri..." jawabku mantab "dia udah punya istri lagi kan? Callista kan? Emang dia gak ngurusin sepupu lo?"

Adrian menangkat kedua tangannya meminta ku berhenti berbicara "woow ... woow... bentar ... bentar... ini ada apa nih? Kayaknya ada salah paham nih"

Aku melipat kedua tanganku didepan dada, menatap Adrian dengan sangat heran, apanya yang salah paham?

"lo denger dari mana Barra udah nikah? Barra gak nikah sama siapa – siapa Nay.."

Aku mengernyit tidak percaya "gak mungkin dia nikah, gue gak tahu, dia gak nikah sama siapa – siapa..." Adrian mengulang ucapannya untuk meyakinkan ku.

Dia mengetikan sesuatu di ponselnya, "gue, WA lo rumah sakit sama nomer kamarnya Barra. terserah lo, mau nengok apa nggak, gue cuma minta tolong, karena cuma lo yang bisa bikin keadaan dia lebih baik. Barra itu, depresi sejak kalian cerai, apalagi sejak denger lo dilamar sama cowok lo di UK. Sejak depresi, Barra kesehatannya jadi gak bagus. Dan yang pasti... Barra gak pernah nikah lagi sama siapapun"

Dia berdiri dan menghampiriku, mengacak rambutku sambil sedikit tertawa "gue pamit ya.... pikirin kata – kata gue" dia berlalu sambil tertawa pelan dan menggelengkan kepalanya, seperti tidak percaya akan sesuatu hal.

****

Aku menatap barisan alamat rumah sakit dan nomer kamar yang tertera di layar ponselku. Menimbang – nimbang, apa sebaiknya aku mengunjungi nya atau tidak?

Aku mencoba bercerita pada mama, tentang apa yang kulihat, dan semua kejadian – kejadian, dan kata – kata Adrian. Dan menurut mama, semua itu baru akan terjawab, setelah aku berbicara dengan kepala dingin, dengan mas Barra.

"gak ada, masalah yang bisa selesai, kalau kalian gak pernah bicara dengan kepala dingin. Anggap saja ini penutupan buat kalian, biar sama – sama tahu kejadian yang sebenarnya. Walau kalian udah bercerai, sebaiknya jangan saling memendam benci"

Kalimat mama, yang menyadarkan ku, bahwa aku tidak boleh membeci mas Barra tanpa sebab. Ku putuskan untuk mengunjunginya ke rumah sakit, dan memeriksa sendiri kondisinya. Bagaimanapun dia mantan suamiku.

Tapi bagaimana jika Adrian berbohong, dan Callista tiba – tiba datang? Cukup sudah aku dilabrak olehnya.

Ku putuskan untuk mengunjunginya sebentar saja, hanya sekedar berbasa basi untuk menengoknya, hanya sekedar memastikan dia masih hidup mungkin?

****

Aku mengetuk pintu kamar bercat putih itu, khas rumah sakit. Dan menekan handle nya perlahan, kamar tampak gelap, sepertinya dia sedang tidur, tirainya pun tertutup setengah.

Aku melangkah pelan, dan mengintip apa dibalik tirai itu, ternyata mas Barra sedang tertidur, infus tampak masih menancap di punggung tangan kirinya. Aku akhirnya duduk di sofa, dan men silent ponselku agar tidak mengganggunya tidur.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang