BERTANYA PADA HATI

8.3K 667 9
                                    

Kanaya,

Entah kenapa, mas Denny semakin hari semakin manis, romantis dan sedikit mellow sikapnya. Seperti ingin membangun suasana mesra terus denganku. Aku tidak memungkiri, beberapa kali dia berusaha mengecup bibirku, tapi aku sebisa mungkin menghindarinya, aku belum bisa. Apalagi mas Barra, tidak pernah menyentuh bibirku, sampai kami menikah.

Dia sempat menanyakan kenapa? aku berusaha menjawab, bahwa selama ini hanya yang berstatus suami yang mencium bibirku. Tidak ku sangka, dia malah tersenyum manis kepadaku, dan beralih mengecup keningku dan membisikan kata 'I love you' dengan begitu lirih padaku.

Aku sejenak merasa sudah menggali kuburanku sendiri.

Apakah aku telah mengirimkan sinyal, bahwa aku ingin dia menjadi suamiku? Bagaimana jika dia melamarku? Aku harus menjawab apa? aku seketika hanya mampu terpana melihat senyumannya, bibirku rasanya kelu tidak mampu menjawab apa – apa.

****

"London yuk, yang?" ucapnya sambil mencuci piring bekas kami makan, aku yang sedang mengembalikan kotak – kotak jus dan sisa makanan kedalam kulkas, menoleh kepadanya.

"London?"

"iya, London, belum pernah kan kita jalan – jalan ke London? Kan aku udah ajak kamu, ke Stonehenge malah udah pernah kita, tapi London malah belum" jawabnya sambil fokus mencuci piring dan gelas yang kotor. Aku sempat berpikir sejenak, belakangan memang mas Denny rajin sekali mengajak ku berkeliling tempat – tempat wisata di Inggris.

"apa lanjut ke Paris aja? Naik Eurostar? Tanggung udah di London juga kita?" dia memutar tubuhnya menghadapku sambil mengeringkan tangannya dengan kain serbet.

"mahal, mas, sayang uangnya" jawabku sambil menutup pintu kulkas, dan mengangsurkan segelas air putih dingin kepadanya.

"kamu kan sebentar lagi pulang Jakarta sayang, tinggal 3 bulan lagi, aku pingin kita banyak kenangan disini. yang nanti bisa jadi cerita ke anak – anak kita, mama papa nya dulu sama – sama di UK ngapain aja" jawabnya sambil merangkulku dan mengajakku kembali ke ruang TV.

Aku seketika membeku mendengar kata 'anak – anak' kita, bahkan dia membahasakan diri kami sebagai mama dan papa. Membayangkan aku akan berumah tangga dengannya, bagaimana aku akan menjalani ikatan seumur hidup itu? Well, pernikahan ku dan mas Barra berakhir tidak seumur hidup, tapi bukan berarti pernikahan keduaku, juga akan ada alasan untuk bercerai lagi kan?

Kalau bukan karena aksi gila perempuan itu, aku pun mungkin masih berstatus istri dari mas Barra. dan mas Denny? Entahlah, dia tidak tampak seperti laki – laki yang mudah berhianat.

Kami berakhir duduk menonton TV, dengan dia merangkul bahuku merapatkan sisi samping tubuh kami berdua, dan aku yang merebahkan kepalaku di dadanya. Rasanya hangat, nyaman, tapi kenapa aku tidak merasakan efek yang kata orang – orang, seperti ada kupu – kupu berterbangan di perutku? Well aku memang belum pernah mengalami benar – benar ada kupu – kupu terbang di perutku, tapi ketika dulu aku bersama mas Barra, aku selalu merasa berdebar – debar setiap bersandar di dadanya.

Aku selalu terdorong untuk memutar tubuhku dan memeluknya dan menghirup aroma tubuhnya yang maskulin dan khas. Tapi kenapa dengan mas Denny aku tidak? Aku hanya... nyaman.. tenang.. itu saja.

Dia ganteng, sejadi – jadinya ganteng, tubuhnya selalu wangi, tapi aku tidak pernah terdorong penasaran, seperti apa rasanya menyembunyikan wajahku di ceruk lehernya, membenamkan wajahku di dada nya. Kenapa?

Aku menatap layar TV dengan pikiran yang jauh menyelami isi hatiku.

****

"lo udah pernah married Nay, lo tau kan pernikahan itu apa? gak cuma nyambut suami pulang kantor, anter dia sampai pintu waktu pagi – pagi, masakain nyiapin makanan. Lo sadar kan kalau nanti suami akan nuntut lo, masalah ranjang. Well, ada sih orang yang sanggup ngelakuin itu sama siapa aja, asal lawannya OKE, dan gue yakin Denny is more than just Okay ya, gue baru lihat fotonya aja udah, hmmm yum...."

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang