MENGUATKAN HATI

7.8K 688 29
                                    

Barra,

2 bulan yang lalu, aku dengan hati yang hancur, hidupku yang rasanya sudah tidak berarti, dengan langkah yang berat, mengantarkan Kanaya untuk kembali ke orang tuanya. Bahkan aku tidak kuasa menahan tangisku, aku bersimpuh dihadapan kedua orang tuanya, memohon maaf telah membuat anak mereka menderita.

Tamparan keras mendarat di wajahku, mama nya marah luar biasa.

Aku akhirnya mengiyakan permohonan cerai Kanaya, bukan karena aku tidak mencintainya lagi. Tapi, aku sudah tidak sanggup lagi, melibatkan dia lebih jauh dalam masalah ini. bahkan dia pun sudah menyatakan menyerah.

Sejak hari itu, hari- hari ku rasanya suram , semangat hidupku punah. Aku pun mulai melampiaskan stress ku dengan merokok. Aku bisa menghabiskan 2 pack rokok dalam sehari.

Dan hari ini? adalah hari dimana aku mengikrarkan talak pada Kanaya di muka pengadilan. Perceraian kami pun mencapai finalnya. Bahkan aku tercekat – cekat membacakan talak itu. Ketukan palu hakim yang mensahkan perceraian kami, rasanya seperti mencabut nyawaku.

"naya..." aku menghampiri Kanaya yang sedang berbincang dengan pengacaranya di lobby kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan ini. dia seperti memberi instruksi pada pengacaranya, agar memberi kami sedikit privacy.

"mas..." dia memaksakan senyum diwajahnya, reflek tanganku terangkat dan membelai lembut wajahnya, sejenak dia memejamkan matanya, seperti menikmati belaian itu. Lalu perlahan dia mengambil tanganku dan menjauhkannya dari wajahnya.

"udah ya... jangan diperberat lagi" pintanya padaku, aku memejamkan mataku, rasanya tidak percaya ini terjadi di dunia nyata ku. aku berharap ini semua hanya mimpi.

"mas cuma mau kamu tahu, seumur hidup mas, mas hanya cinta sama kamu, mas sayang sama kamu Nay" mataku rasanya memanas, aku tidak pernah patah hati separah ini. bahkan ini tidak bisa ku katakan sebagai patah hati, ini kehancuran.

Dia akhirnya tidak sanggup membendung air matanya lagi, dia menunduk dan menangis. Aku menariknya dalam pelukanku, kami berpelukan erat untuk beberapa saat. Dia mengatakan agar aku baik – baik saja, dan menjaga diriku. Bagaimana aku bisa baik – baik saja, kalau itu tanpa dia? Jelas aku tidak akan baik – baik saja.

*****

Callista kembali seperti hantu, dia selalu muncul di kantorku, entah menunggu di lobby, parkiran bahkan beberapa kali memaksa menerobos masuk kedalam ruang kerjaku. Sekarang dia duduk di sofa ruang kerjaku, bahkan dia tidak perduli dengan sikap dinginku, aku tidak mengajaknya berbicara sepatah katapun.

"mas... jadi kamu udah resmi cerai?" tanyanya dengan nada takut – takut padaku.

"ya.." aku melirik sekilas kepadanya, seulas senyum terbit diwajahnya "kenapa senyum? Senang ya kamu?"

Dia menggeleng, walau dia tidak bisa menghilangkan senyum diwajahnya "nggak kok, mas, sayang aja, padahal kan, ini ada jalan keluarnya"

"kalau yang kamu maksud jalan keluarnya menjadikan kalian berdua istri saya, itu salah. Jalan keluarnya sebenarnya adalah kamu menyingkir dari kehidupan saya Callista" dia tampak pias mendengar ucapanku, aku mengalihkan pandanganku ke pada tumpukan dokumen ku, dan aku mendengar isakan tangis terlepas dari dirinya.

"tolong jangan bikin tragedi lagi disini, kami sudah mengalami cukup banyak masalah karena kamu" aku menatap tajam ke arahnya, dia mengangguk paham.

"sekarang tolong kamu keluar dari ruangan saya"

"kalau aku mau ketemu kamu, gimana mas?"

Aku mendengus kasar "bukan urusan saya Callista"

"besok aku kesini lagi" dia berjalan mendekati ku, dia akan mencium keningku tapi aku menghindarinya. Dia pun menarik dirinya lagi, lalu berlalu meninggalkan ruangan kerjaku.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang