BARRA FOR NAYA

28.6K 1.4K 149
                                    

Barra,

Aku memasuki kamarku perlahan – lahan, sekarang sudah pukul 10 malam, suasana rumah tampak sangat sepi, tidak ada aktifitas apa – apa. kamarku ku tampak gelap, hanya temaram lampu diatas meja nakas yang menyinari dengan redup. Aku melepaskan dasiku, mematikan ponselku dan meletakannya diatas meja, dan melepas jam tanganku.

Aku berjalan mendekati ranjang, dan melihat pemandangan terindah dalam hidupku. Istriku dan kedua anak ku, Khansa Maharani Rinaldi dan Naufal Ziyaad Rinaldi, mereka sudah terlelap bertiga.

Gurat wajah lelah terpancar diwajah cantik istriku, dan aku semakin mencintainya setiap hari. Kehadiran dua malaikat kecil kami, yang semakin menambah semarak rumah tangga kami.

Ya, setelah mami memergoki kami berciuman mesra dikamar rumah sakit kala itu, mami langsung mengultimatum kami, tidak usah bertemu sama sekali atau rujuk. Jelas aku tidak mau tidak bertemu dengan Kanaya lagi, setelah kehilangan ku yang menyiksa, sampai membuatku nyaris gila, aku harus kehilangan lagi, NO WAY.

Kanaya yang awal nya tampak ragu, menerima ajakan rujukku, akhirnya luluh juga. Segera aku melamar nya lagi, menemui kedua orang tuanya, dan untunglah, kami berdua di karuniai orang tua yang amat sangat bijaksana. Kami menikah lagi, satu bulan setelah kejadian di rumah sakit itu. Dan aku, aku menjadi pendampingnya di hari wisudanya di Bournemouth, kami merangkum perjalanan saat itu sekaligus bulan madu kami.

Tidak ingin menunda lebih lama lagi, kami segera menemui Prof Suherman, dan kali ini kami benar – benar fokus menjalani therapy. Terutama aku. Kami mempersiapkan diri untuk program IVF.

Aku memperbaiki pola kerjaku, pertama – tama, kami memindah lokasi kantor ke daerah TB Simatupang, agar dekat dengan rumah rata – rata pegawai disana. Layout kantor kami rubah serba transparant, tidak ada lagi sekat ruang para senior dengan dinding pemisah yang tidak tembus pandang, untuk membantu semua untuk saling menjaga sikap dan perilaku. Setiap partisi ruangan diganti berupa tembok dan pintu yang seluruhnya terbuat dari kaca tebal, yang diberikan shade dibagian bawah saja untuk kenyamanan pegawai wanita.

Tidak ada yang lembur, tanpa seizin atasan, lembur juga harus menyertakan alasan apa yang harus di selesaikan. Dan tugas atasan adalah memilah urgency setiap pekerjaan team.

Khusus untukku, kami membeli sebidang tanah yang sangat luas di daerah Jagakarsa, membangun dua bangunan diatasnya. Satu bangunan utama sebagai rumah utama, dan satu bangunan seluas kurang lebih sebuah garasi, sebagai kantor terpisahku. Kedua bangunan di hubungkan oleh jalan setapak dengan atap diatasnya. Jadi, jika team ku ingin menemuiku dikala weekend atau butuh lembur, aku akan menerimanya disitu, dan jika mereka ingin bekerja lebih lama, aku biasanya mempersilahkan mereka untuk bekerja bahkan menginap disitu.

Aku yang pulang menjelang pagi, kini bisa dihitung dengan jari dalam satu bulan. Aku lebih memilih membawa pulang pekerjaan, dan mengerjakan di home office, atau study room didalam rumah. Yang terpenting, aku pulang, menemui anak – anak dan istriku, setelah menemani mereka aku biasanya melanjutkan pekerjaanku.

Untuk program IVF ku, awalnya aku sempat gentar, tapi Kanaya meyakinkan ku, kalau semua akan baik – baik saja. Aku bukan takut akan diriku, tapi justru tidak tega melihat Kanaya melalui semua proses yang terlihat menyiksa ini. tapi dia meyakinkanku, kalau dia justru bahagia menjalaninya. Padahal dia harus ku suntik setiap hari, demi menghasilkan sel telur yang baik. Bahkan dia harus rawat inap beberapa saat setelah embrio transfer dan menggunakan kursi roda untuk sementara waktu, demi menjaga embrio yang baru di tanamkan di rahimnya.

Tapi kegigihan Kanaya, membuahkan hasil yang manis, lihatlah dua buah hatiku ini, sekarang mereka sudah berusia dua tahun. Tumbuh menjadi anak – anak yang sehat, dan sangat pandai. Kanaya juga ibu yang luar biasa, dia benar – benar mencurahkan hidupnya untukku dan anak – anakku.

Apa lagi yang kubutuhkan? Aku hanya butuh istriku selalu disampingku. Aku tidak sanggup hidup tanpa istriku.

Aku sempat menanyakan, apakah dia ingin bekerja lagi? Dia bilang, dia ingin bisa terus mendampingiku. Aku tidak tega melihat nya mengorbankan keinginannya, akhirnya aku minta mami mempekerjakan dia secara part time. Mami pun menjadikan Naya asisten pribadinya, walau kadang mami lebih banyak mengajaknya berjalan – jalan ketimbang bekerja.

"mas... udah pulang?" aku tersenyum melihat nya menggeliat, berusaha membebaskan diri dari pelukan Naufal perlahan – lahan. Diantara kedua anak kembarku, justru Naufal yang lebih manja pada mama nya, sedangkan Khansa dia benar – benar daddy's little girl, tidak pernah lepas dariku kalau aku sudah dirumah.

Aku mengecup kening, pipi, hidung lalu bibir istriku, dia pun tertawa sambil menepuk lembut pipiku. Selalu seperti itu setiap kali aku melakukannya, geli katanya. Aku memang memelihara sedikit brewok. Tidak seperti mamanya, yang selalu bilang aku seperti buronan kalau brewokan, anak – anakku justru paling senang kalau ku glitiki dengan brewok ku.

"mereka ngotot, bobok disini, ngambek" Kanaya menjelaskan kenapa anak – anak bisa tidur di atas ranjang kami semua. Aku hanya tertawa pelan melihat posisi mereka yang sudah bergelimpangan.

"capek ya?" aku mengusap kepala istriku, lalu mengusap lembut bawah matanya yang tampak lelah, dia mengangguk pelan. Istriku, walau sudah beranak dua, masih suka manja kepadaku, tapi justru, itu yang membuatku jatuh cinta lagi dan lagi kepadanya.

"mas pindahin anak – anak dulu ya ke kamar mereka"

Kanaya ingin membantu menggendong salah satu dari mereka, tapi ku larang, lagi pula kamar kami dan anak – anak hanya terpisah connecting door.

"no.. kamu disini aja, kasihan adek" aku mengusap perutnya yang mulai membuncit. Satu lagi keajaiban dalam pernikahan kedua kami. Disaat anak pertama dan kedua, kami dapat dengan menempuh IVF, tanpa kami duga – duga dan tanpa kami rencanakan, Kanaya hamil lagi, usia kandunganya sekarang menginjak usia 5 bulan. Aku bahkan sampai sujud syukur, ketika mengetahui Kanaya hamil lagi dengan cara yang alami.

Aku memindahkan anak – anak satu persatu ke kamar sebelah, dan menyelimuti mereka. Khansa, sempat menggeliat dan memanggil 'papa', aku pun menyempatkan diri merebahkan tubuhku disebelahnya, memeluknya sampai dia pulas kembali.

Setelah memastikan semuanya kembali terlelap, aku membersihkan diriku, dan segera menyusul istriku. Aku memeluk erat Kanaya, mengecup bibirnya singkat.

"mas udah makan?"

Aku mengangguk, "makasih ya, tadi sore ngirimin makanan, enak banget"

"ya mas, ada-ada aja sih, tiba – tiba ngidam makan nasi uduk pakai telur balado" dia tertawa mengingat kejadian tadi siang, dimana aku tiba – tiba menelponnya, dan meminta dibuatakan nasi uduk dan telur balado.

"anak papa lagi ini kayaknya, papa nya lagi yang ngidam" aku mengusap lembut perutnya, aku merebahkan kepalaku di pangkuannya "adeek... besok kita mau makan apa lagi dek? Tapi jangan yang aneh – aneh ya, kasian mama nanti capek"

"mas...mas... hamil pertama kamu yang muntah – muntah sama ngidam, sekarang hamil kedua kamu lagi yang ngidam. Aku kapan manja – manjaan ngidamnya?"

Aku menatap wajahnya sambil tetap merebahkan kepalaku di pangkuannya "yaudah, nanti hamil ketiga"

Dia pun mencubit hidungku sambil tertawa gemas.

Inilah kehidupanku sekarang, penuh dengan bunga warna warni dan cahaya hangat mentari, begitu indah, tenang, dan hangat. Demi apapun, aku akan menjaga mereka ber empat, istriku, dua anak – anak kembarku dan satu orang anak lagi yang akan hadir dalam waktu dekat ini. Tidak akan ku biarkan apapun dan siapapun merusak kebahagiaan mereka.

Cukup sekali, aku merasakan kehancuran rumah tangga, sekarang tidak akan lagi. Aku akan menjaga semuanya dengan jiwa dan ragaku. Mereka hidupku, nafasku, denyut jantungku, tanpa mereka, aku tak bernyawa.


~~~~~ The End~~~~~

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang