RINDU ATAU TIDAK? (2)

5.1K 564 2
                                    

Mamaku pernah bertanya, pada suatu weekend dimana aku menunggu mas Barra selesai bertemu client nya dalam sebuah permainan Golf.

"kamu tuh gak apa – apa kayak begini sama suaminmu?"

"kayak gini gimana ma?" tanyaku sambil menikmati kue buatan mama.

"ya kayak gini, ga senin ga selasa ga sabtu ga minggu, kalian berdua isinya kerjaa terus. Kapan kalian sama – samanya?"

"ya ... nyatanya, pernikahan kami jalannya kayak begini ma. Mungkin memang di kasihnya gini, mau gimana?" aku yang masih duduk bermalas – malasan di sofa, menjawab pertanyaan mama.

"jangan pasrah gitu Naya, tugas kita sebagai istri, mengambil inisiatif. Suami yang gak mau ambil inisiatif duluan seperti Barra, memang kayaknya menyenangkan ya, suami yang males ribut. Tapi kalian, jangan nimbun api dalam sekam" mama memperingatiku.

"api dalam sekam gimana sih ma?"

"hhhh..." mama menghela napas resah " ya kayak kalian gini. sama – sama sok merasa gak ada masalah, ya jelas masalah Naya. Suami istri masih pasangan seumur jagung kayak kalian, udah sering – sering sibuk sendiri – sendiri begini. Keliatannya dari luar, emang kalian kayak sepasang suami istri yang asik, ga resek, ga sok otoriter. Tapi sebenarnya, didalam kalian di gerogotin. Bagaimana kalian saling membicarakan hal – hal dalam rumah tangga kalian kalau kayak gini?"

"tapi memang kita ga mempermasalahkan ma.." aku mulai kesal dengan mama yang seperti ini, setiap bertemu, selalu mengkhawatirkan kondisi rumah tanggaku yang minim kebersamaan.

"Kanaya, bukan mama ini lebay ya, tapi jujur sama diri kamu sendiri, ini masalah gak kayak gini?"

"ya terus Naya harus gimana ma? Ngintil mas Barra main golf sama bapak – bapak?"

"kamu tahu harus gimana Kanaya, kamu tahu..."

Mama selalu menjawab seperti itu, kamu tahu harus bagaimana Kanaya. Aku heran, kenapa seolah – olah keharmonisan rumah tangga ini, adalah tanggung jawab istri semata. Sementara suami, bebas melakukan aktifitasnya. Sementara istri harus jungkir balik mikir berbagai methode untuk menjaga kualitas.

"Kanaya, laki – laki itu memang kodratnya di dampingi, bukan mendampingi. Jadi memang kita harus mendampingi dia berkarir. Mendampingi berkarir, bukan berarti kita ngintil kemana dia pergi. Mama juga ogah kayak gitu. Tapi kita harus buat mereka berangkat dan pulang kerja itu nyaman, dilepas dengan sayang, pulang disambut dengan sayang."

"jujur sama mama, kamu selalu lelah kan menyambut suami mu pulang?"

"ya gimana gak lelah ma, mas Barra pulang jam 2 pagi ma, istri mana juga lelah" kilahku, sungguh aku mampir kesini untuk refreshing atas letih ku seminggu ini di gebrak – gebrak target oleh DOS ku.

"seandainya Naya, kamu sudah di rumah dari pukul 6 sore aja deh, dan kamu sudah istirahat sambil menunggu suamimu pulang, bangun sebentar jam 2 jam 3 pagi, gak akan masalah. Apa bedanya sama bangun sholat malam? Sambut sebentar suamimu" mama meletakan cangkir teh nya

"kalau kamu selalu pulang malam juga, dan waktu suami mu pulang, lelah mu belum habis, pastinya kamu gak akan nyambut suami mu pulang dengan baik. Kapan terakhir kali, kamu menanyakan Barra ada apa di kantornya?"

Aku tercenung, boro – boro menanyakan ada apa di kantornya. Aku sendiri sudah tenggelam dengan permasalahan di kantor. 2 produk baru yang ternyata gagal di pasaran, tapi kami sebagai tenaga sales, masih di tuntut untuk menjual sesuai target. Risiko terbesar dari produk gagal yang dipaksa jual seperti ini, adalah team di lapangan, cenderung melakukan Fraud atau Missrepresentation pada nasabah. Jujur aku tidak tahu apa – apa soal permasalahan dikantor suamiku.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang