TERANCAM

5.1K 552 43
                                    

Kanaya,

Orang bilang, kesabaran akan berbuah manis. Mungkin benar seperti itu. Tapi buah nya mungkin harus di petik dari pohon lain. Semakin hari, aku semakin enggan memikirkan mas Barra. Aku bosan, melihat usahanya yang minim sekali untuk perkawinan ini.

Seperti tidak pernah terbersit sedikit pun keinginan, untuk melakukan sedikit lebih untuk kami. Hanya sedikit, itu yang kuminta. Tidak banyak.

"gak mau resign aja Nay?"

aku sedang makan siang dengan Adrian, dia katanya ada client, yang kantornya di tower sebelah tower kantorku.

"terus gue resign mau ngapain? Nungguin sepupu lo sampe lumutan dirumah? Dia pulang jam berapa aja tiap hari, gak pernah ada kabarnya"

"mungkin kalo lo resign, lo bisa sering – sering nengokin dia kekantor Nay"

"intinya gue lagi kan Yan yang berusaha? Kapan mas Barra juga ada effort? Lo aja sekarang bisa duduk didepan gue curi – curi waktu makan siang. Mas Barra mana pernah sih effort kayak gini? ah... iya.. lagi – lagi masalah tanggung jawab kan? Dia nikahin gue gak pake tanggung jawab emangnya?"

Adrian terdiam, sambil beberapa kali menyuapkan makannya.

"tapi, kalau kalian berdua saling cuek begini, lo cari kehidupan sendiri, Barra cari kehidupan sendiri, sampai kapan kalian bertahan kayak gini?"

"gue gak tahu Yan, mungkin mas Barra butuh pasangan lain, yang lebih bisa se ritme, lebih bisa mirip – mirip dia kali ya kehidupannya, keinginannya, tujuannya"

"maksudnya apa nih Nay?" Adrian menatap ku penuh selidik.

"gue lama – lama ngerasa, arah hidup gue sama mas Barra itu beda. Orientasi mas Barra, ternyata bukan bangun keluarga sama gue. Kangen pulang buat liat gue aja nggak. Kalau dulu dia bisa sampe, minta gue nyalain skype otomatis, karena dia kangen gue? Sekarang boro – boro berusaha lihat gue" aku tertawa miris.

"apa laki – laki emang habis ya penasarannya, kalau udah berhasil dapet? Apalagi gue gak ngasih – ngasih dia anak"

mataku mulai menggenang air mata. Padahal aku bertekad, tidak usah menangisi hidupku lagi.

"jadi sekarang gimana Nay?"

"selama mas Barra gak ceraiin gue, mas Barra gak ada perempuan lain, ya gue masih tetap jadi istrinya. Kecuali mas Barra, udah nemu perempuan lain, yang lebih cocok sama kehidupan dia, gue akan mundur"

******

Barra,

"mati aja lo bro.. mati aja lo.." Adrian tiba – tiba menerobos masuk ke dalam ruanganku, sambil menunjuk tepat dimuka ku.

"apa-apaan sih Yan masuk – masuk kayak gini?" aku yang sedang bekerja, kaget tiba – tiba Adrian masuk dan marah – marah padaku.

Adrian memang sejak mengetahui hubungan ku dengan Callista, menjadi sangat benci padaku. Selalu bersikap sinis padaku, dan tidak segan – segan menghina Callista terang – terangan.

"siap – siap aja lo" dia bahkan sampai tidak duduk, berdiri didepan meja kerjaku, menatap ku garang.

"siap – siap apa?" aku lama – lama jadi kesal juga sama Adrian.

"siap – siap jadi duda ngenes" jawabnya sambil tertawa sinis padaku. Aku meneguk ludahku berkali – kali, apa – apaan ini?

Callista yang sedang berdiri diambang pintu, mengagetkan kami berdua. "heh lo punya sopan kan, main keluar masuk ruangan atasan seenaknya gapake ketok pintu. Lo pikir ini kamar bermain lo? Keluar, gue lagi ngomong sama dia"

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang