GOODBYE

9.6K 789 44
                                    

Kanaya,

1 bulan berlalu dari terakhir kali aku berkomunikasi dengan mas Barra. Aku berusaha semampuku untuk menghindari nya. Mas Barra beberapa kali mencoba menghubungiku, tapi aku berusaha untuk tidak menghiraukannya, aku tidak mau hatiku semakin susah untuk merelakanya.

Aku harus merelakan mas Barra.

Aku harus merelakan mas Barra.

Harus....

Setidak ikhlas apapun aku melepasnya, aku tetap harus melatih diriku untuk melepas semua yang pernah ku miliki. Nyatanya, kami sekarang memang sudah tidak saling memiliki hak atas satu sama lain lagi.

Aku menyibukan diriku dengan persiapan keberangkatan ku, mulai dari membeli pakaian – pakaian tebal untuk musim dingin nanti, melanjutkan les IELTS ku, walau minggu kemarin aku sudah menerima hasil kalau hasil tes ku sudah lolos. Tinggal urusan visa pelajar saja yang belum keluar, toh aku berangkat masih bulan September.

Mas Barra terus menanyakan, kapan aku akan mengambil jam tanganku. Sepertinya dia membawa jam tangan itu, tidak menitipkannya pada orang rumah Kemang, seperti permintaanku. Aku tahu, itu upaya dia agar aku menemuinya lagi. Aku benar – benar tidak siap.

Untuk apa aku menemui mas Barra? Terakhir kami bertemu bahkan wanita itu terus berusaha menunjukan posisinya di kehidupan mas Barra saat ini.

Ironis bukan? Malah aku yang terdepak dari sisi suamiku, bukannya dia? Andai dulu aku berani se nekat dia dengan menyayat urat nadi ku sampai hampir putus. Mungkin sekarang dia yang tertendang jauh. Itu pun kalau aku berhasil diselamatkan.

Aku menyicil merapih – rapihkan barang – barang dikamarku. Barang – barang bawaan dari rumah Dharmawangsa, beberapa masih di dalam kardus. Sepertinya aku harus memilah – milah, mana sebaiknya yang ku berikan saja pada orang lain. aku tidak mungkin membawa itu semua, dan aku tidak mau merepotkan orang rumah, dengan harus merawat perintilan ku selama aku tidak di Indonesia.

Aku berkutat memilah barang satu demi satu, beberapa barang – barang itu tentunya mengandung memori kebersamaan ku dengan mas Barra. Sampai aku menemukan boneka sapi pemberian mas Barra.

Aku memandangi boneka sapi itu, tanpa ku sadari, seulas senyum terbit di wajahku, ketika memandangi boneka sapi itu. Aku memutuskan untuk menyimpan boneka sapi itu.

****

Rasanya aku tidak mungkin menunda lebih lama lagi, untuk mengembalikan semua perhiasan ini pada mas Barra. Bahkan ketika aku membuka safety box ku, aku baru menyadari, aku masih memiliki kunci access apartemen Pakubuwono.

Sebelum rumah Dharmawangsa selesai di renovasi, memang kami sempat tinggal disitu selama 3 bulan. Jadi otomatis, aku masih memegang salah satu kunci nya.

Terbersit pikiran, apa aku datang di hari kerja saja? Ku letakan kotak ini di dalam kamarnya dan ku tinggalkan pesan? Tapi rasanya kok aku tidak sopan sekali, bagaimana pun dia mantan suamiku.

Akhirnya dengan jemari yang bergetar, aku mengetikan sebaris pesan whatsapp pada mas Barra.

"Kanaya : mas, aku mau ke apartemen sebentar, mas disana?"

"mas Barra : mas ada, anytime, mas tunggu, sayang"

Aku mendesah resah, dia masih saja memanggilku sayang.

Aku menguatkan tekatku, mengendarai mobilku membelah kemacetan Jakarta, bahkan ini weekend. Hampir 1 jam aku berkendara, dan akhirnya aku sampai di apartemen ini. aku melangkahkan kaki ku, bahkan aku merasa kaki gemetar melangkah memasuki salah satu tower apartemen ini.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang