TERLALU RAMAH

4.8K 564 12
                                    

Pagi ini tubuhku rasanya tidak enak sekali, seperti masuk angin. Jelas aku tidak hamil, karena lagi – lagi haid ku datang tepat waktu. Masih menjadi misteri kenapa aku tidak kunjung hamil, karena kami berdua tidak pernah benar – benar memeriksakan diri, mas Barra tepatnya yang tidak pernah.

"morning Nay.." sapa mas Denny yang baru saja sampai.

"eh morning mas.. sorry gak liat"

"not feeling well?" dia memutar posisi bangku nya menghadapku.

"kayak masuk angin aja sih" jawabku sambil tersenyum sekilas, dan kembali fokus menatap layar laptop. Telepon mejaku berbunyi, panggilan dari ruang meeting. Aku mengangkat telpon itu dan di seberang sana mengingatkan ku akan jadwal weekly meeting pagi ini.

Aku melangkah gontai menuju ruang meeting, dan menghadiri weekly meeting ini. weekly meeting biasanya berlangsung sekitar 1.5 jam. Namun dengan tubuh seperti ini rasanya seperti setahun.

Aku membuka aplikasi whatsapp, dan mengirimkan pesan pada mas Barra.

"Kanaya : masuk angin mas.. hix hix.."

Aku mengirimkan pesan itu, dikahiri dengan emoticon sedih. Lalu aku menutup aplikasi whatsapp itu. Aku tahu, percuma menunggu balasan mas Barra, karena jelas akan membuang waktu. Pesan itu tidak akan segera di balas mas Barra.

Bla..bla..bla... hanya itu yang kudengar dari meeting ini, bahkan mataku rasanya sudah hampir terpejam, badanku rasanya mulai meriang menghangat. Aku merapatkan pashimna yang ku selimutkan di tubuhku ini. rasanya dingin AC ini menusuk tubuhku.

Akhirnya meeting ini berakhir, ponsel ku bergetar, memang ku pasang dalam mode getar agar tidak mengganggu jalannya meeting. Haha seketika aku merasa sama saja dengan mas Barra.

Ternyata mas Barra menelponku

"kenapa sayang? Gak pulang aja kalau gak kuat? Pulang kerumah mama atau mami nanti mas nyusul"

"iya nanti kalo gak kuat aku pulang mas, sekarang masih bisa diatasin lah" jawabku sambil menarik bangku ku di cubicle. Aku menatap heran pada 1 cup minuman berlogo starbucks, dan 2 sachet minuman pereda masuk angin.

"yaudah, jangan dipaksa ya sayang kalau gak kuat, Love you"

"Love you too"

Ini sungguh tumben, mas Barra langsung sigap menelpon begitu aku kabari aku sakit. Atau mungkin aku harus memberi kabar buruk dulu, baru dia sigap?

Aku membaca post it yang di tempelkan di cup itu 'get well soon, Denny'

Mas Denny? Well aku anggap saja ini sebuah kebaikan ya, karena tadi pagi dia tahu aku sakit. Lalu aku membuka cup minuman itu, langsung semerbak aroma peppermint tea. Kesukaanku.

***

"mas Denny" aku memanggil mas Denny yang baru saja duduk kembali di kursinya. Dia menoleh padaku dan tersenyum.

"makasih ya teh sama obat masuk anginnya, it really helps, tapi gausah repot –repot gini lo mas"

"gak repot kok, tinggal turun sebentar aja" jawabnya sambil tersenyum manis, well aku akui mas Denny ini manis. Lalu mbak Karin datang menghampiriku.

"Nay ini punya kamu kan?" dia menyodorkan sebuah cincin, yang sukses membuatku jantungan. Bagaimana aku bisa meninggalkannya di toilet tadi?

"astaga!! Mbak Karin, untung kamu nemuin, makasih banget ya mbak" aku masih dengan wajah terkejut ku, mengambil cincin yang di sodorkan mbak Karin.

"nakal sih pake dilepas – lepas" ujar mbak Karin yang memang PA senior disini, sambil pura – pura menjewer telingaku.

"kendor mbak, terakhir aku cuci tangan malah hampir lepas masuk ke lubang pembuangan"

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang