Kanaya,
Betapa bodohnya aku, bisa – bisanya aku meninggalkan jam tanganku dikamar mas Barra. Sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa untuk mengambil kembali jam tangan itu. Jam tangan yang begitu spesial, karena itu adalah hadiah ulang tahun pernikahanku yang pertama.
Kenapa mas Barra pulang kerumahnya? Bukankah dia sekarang tinggal di apartemen milik mami dan papi? Mami sempat bercerita perihal hubungan mas Barra dan papi yang kian memanas, karena Callista kerap kali mendatangi kantor, dan bersikukuh ingin bertemu mas Barra. Bahkan dia pernah duduk di lobby sampai seharian, sampai papi meminta security untuk mengusirnya.
Aksi percobaan bunuh dirinya juga membuat para penghuni kantor resah, melihat kemunculannya.
Mami juga bercerita, habit kerja mas Barra yang kembali seperti dulu, bahkan sering tidak pulang. Inah setiap seminggu 3 kali akan ke apartemen bersama Pardi, untuk membersihkan seisi ruangan dan mengisi kembali kulkas. Sering didapati buah – buahan sampai layu karena tidak disentuh.
Mami juga mendapat informasi dari Inah, bahwa Callista kerap mengunjungi mas Barra di apartemen. Entah atas undangan mas Barra atau tidak. Aku pasrah mendengarnya, mungkin pada akhirnya mas Barra memilih untuk menjalani hubungan baru dengannya. Toh, bagaimanapun itu, Callista pada intinya mencintai mas Barra. Tentu dia akan mencurahkan segala pengabdiannya pada mas Barra.
Tapi sekarang, mas Barra menawarkan ku untuk mengantar jam tangan itu padaku. Aku tidak sanggup bertemu mas Barra, itu adalah hal terakhir yang akan ku lakukan. Aku memang berencana menemui mas Barra, nanti ketika aku akan mengembalikan kalung dan semua cincin pada mas Barra.
Jam tangan itu, sudah ada di tangan mas Barra kurang lebih satu minggu. Dan aku masih belum memberi kabar, kapan akan ku ambil.
Subuh tadi, aku mendapat kabar Liza melahirkan. Aku dilema apa aku akan menjenguknya hari ini, atau nanti saja. Tapi setelah ku pikir – pikir, lebih baik hari ini, ini hari kerja dan mas Barra pasti ada dikantor.
Aku akan memulai hari pertama kursus IELTS ku pukul 2 siang nanti, jadi aku bisa menengok nya di jam 9 pagi. Ku prediksi mas Barra tidak akan ada.
Aku mengendarai mobilku ke arah kemang, ke rumah sakit dimana Liza melahirkan. Aku sudah mempersiapkan kado untuknya memang dari jauh – jauh hari. Jalanan tadi sedikit macet, sehingga aku baru sampai di jam 10.
Aku membuka pintu kamar rawat Liza, aku mendengar riuh suara didalam seperti beberapa orang berbincang – bincang. Aku melangkah memasuki kamar itu, dan aku melihat Callista. Dia duduk di sofa, sementara semua orang sedang berdiri mengitari tempat tidur.
Ternyata mas Barra sudah membawanya masuk kedalam lingkungan keluarga, aku bersusah payah menahan tangisku. Ini bukan saat yang tepat untuk menangis kanaya!
Sorak antusias menyambut kedatanganku, bahkan mami langsung setengah berlari dan menghambur memelukku. Papi juga merentangkan tangannya lebar – lebar, memintaku memeluknya, aku memeluk papi sekilas, 'anak papi' dia selalu memanggilku seperti itu. Aku sempat merasa Callista memandangku tidak suka, seolah kehadiran ku disini tidak di harapkan.
Aku meletakan hadiah dari ku di tempat dimana berbagai kado di kumpulkan. Aku mendengar suara pintu dibuka dibelakangku, ternyata itu pintu kamar mandi, dan yang keluar dari pintu itu adalah mas Barra.
Aku sempat terpaku sesaat, aku segera mengendalikan diriku. Ingat, bahkan wanita itu sudah dia bawa bertemu keluarganya. Walau dia tampak seperti di abaikan oleh seluruh keluarga ini.
"Naya..." mas Barra berjalan mendekatiku, yang membuatku terkejut adalah dia memelukku dan mengecup sekilas kepalaku. Sontak aku melangkah mundur melihat sikapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Bulan Untuk Selamanya
RomanceWarning! Adult content 21+ Ketika sebuah rumah tangga, mulai kehilangan arah pernikahannya, akibat obsesi mengejar karir dan perfeksionitas pekerjaan. Kehilangan kesempatan untuk merekatkan hubungan diantara mereka, dan memberi celah masuk bagi peng...