MERELAKAN

10.6K 758 31
                                    

Barra,

Sudah hampir mencapai tenggat waktu yang kuberikan pada ibu Callista, sampai hari ini aku masih belum mendengar kabar atau melihat hasilnya. Dia masih setiap hari berusaha masuk ke apartemenku, seperti hari ini, dimana dia datang dengan wajah yang merah padam dan sangat marah.

"kamu bilang apa sama mami?"

Dia membuka pintu kamarku kasar, aku hanya memandangnya dengan tatapan datar. Menutup buku yang sedang ku baca, dan berjalan ke arahnya dan menunjuk sofa, agar dia duduk dan tenang.

"semua yang terjadi, semua yang kamu lakukan" ucapku padanya setenang mungkin, aku mencoba membicarakan ini tanpa melibatkan emosi berlebihan.

Dia menghempaskan tubuhnya di sofa sebelahku, dan menatapku dengan penuh kebencian "kenapa kamu bilang semuanya?"

"ya, biar mama kamu tahu, gimana kamu selama dia tinggal, dia ibu kamu kan? Dia berhak tahu anaknya gimana" jawabku, aku berusaha mempelajari wajahnya, dia terlihat putus asa.

"tapi mas.."

"gak ada tapi Callista, sampai kapan? Sampai kapan kamu berhalusinasi kalau kita ini nyata? Kita jelas – jelas gak nyata Callista" .." hey, saya memang terlalu keras selama ini bicara sama kamu, tapi tolong, dengarkan saya baik – baik kali ini"

"yang kamu cari dari saya itu, gak akan pernah ada, saya gak akan bisa jadi sosok pengganti papi kamu. dan lagi, saya gak cinta sama kamu, saya gak pernah cinta, gak pernah bisa".. "kamu gak bisa memaksakan perasaan saya ke kamu, perasaan saya ke kamu, hanya kasihan, prihatin... apa kamu mau seumur hidup kamu, hidup sama orang yang cuma bisa ngasihanin kamu? kamu diperlakukan seperti orang yang bermasalah terus?"

Dia tampak tercenung meresapi kalimat demi kalimat ku

"Callista, kamu juga butuh di cintai, dan apa menurut kamu, perlakuan saya ke kamu itu, seperti orang yang mencintai kamu? bahkan saya aja gak pernah bisa berbicara yang baik sama kamu"

"tapi mas, aku cinta sama kamu..." dia mulai akan meneteskan air matanya.

"dan menurut kamu, apa saya cinta sama kamu? jawab yang jujur, tanya hati kamu. apa saya cinta sama kamu? sisi mana nya saya, yang bisa menjelaskan kalau saya cinta sama kamu? kalau masalah dulu saya tanggapin kamu, for God Sake, saya hanya laki – laki yang tergoda sama kamu. kamu lihat sendiri kan? Pada akhirnya saya ngemis – ngemis ke siapa? Istri saya kan?"

"bahkan, sampai hari ini, foto pernikahan kami masih saya pajang, saya masih tidur memeluk foto istri saya, dan yang terparah...." aku mengangkat tangan kananku "saya masih pakai cincin kawin kami, karena ada nama dia disini"

"ini Callista, ini yang namanya mencintai, saya sangat mencintai istri saya"

Dia mulai menangis tersedu – sedu, meremas bajunya di bagian dada

"saya bisa aja, berbuat yang lebih kasar sama kamu selama ini, membiarkan kamu di seret keamanan gedung ini, karena kamu maksa nongkrongin saya di lobby. Tapi kamu, gak akan pernah paham maksud saya. Saya mau kamu paham maksud saya, kalau sampai kapanpun, gak akan ada ruang di hati saya buat kamu"

"tanya hati kamu, apa kamu gak lelah, saya perlakukan seperti ini terus? Sudah satu tahun Callista, kamu berusaha dapetin saya, dan saya gak pernah sehari pun, berbuat baik sama kamu, bahkan saya cenderung kasar"

"apa kamu mau, hidup seumur hidup hanya di kasari? Di punggungi? Yang saya tahu, semua wanita, maunya hidup sama laki – laki, yang tiap hari bakalan peluk dia, cium dia, belai dia"

Suasana hening untuk beberap saat, Callista seperti berkecamuk dengan pikirannya. Aku putuskan untuk tetap duduk didekatnya, menunggu kalimat yang selanjutnya akan keluar dari mulutnya.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang