BABAK BARU

11.1K 827 30
                                    

Kanaya,

Aku tidak tahu harus menghadapi mas Denny seperti apa. dia bahkan masih mengantarkan ku pulang setelah pembicaraan kami, masih mengajakku bercanda agar aku kembali ceria. Bahkan memastikan bahwa dirinya baik – baik saja.

"hey... udah dong, jangan sedih gitu lagi... aku gak apa – apa Kanaya" ucapnya padaku ketika kami sudah sampai dirumah, dan sedang berdiri didepan pintu rumah ku.

Aku hanya menatapnya dengan sedih, jelas ada gurat kesedihan di wajahnya, tidak bisa dia sembunyikan lagi. Apalagi ketika aku mengembalikan kalung dan cincin itu padanya.

"kamu masuk deh ya, jangan didepan pintu gini" dia mengacak rambutku dengan wajah yang tetap tersenyum. Seketika aku menghambur kepelukannya, memeluknya begitu erat.

"maaf mas... maafin aku.. maaf"

"shhh... ssshh... don't say sorry, mungkin aku yang terlalu nge push kamu juga" dia mengusap punggungku dengan lembut "aku udah bersyukur banget, sempat jadi bagian terpenting di hari – hari kamu, walau cuma sebentar. Tapi ini bakalan jadi kenangan terindah di hidup aku Nay"

Aku semakin meremas kuat kain t-shirt yang menutupi punggungnya, tangisanku semakin kuat, dia terus mengusap punggungku dan mengecup lama puncak kepalaku "aku cuma pingin kamu bahagia, apapun itu caranya, walau harus ngerelain kamu kayak gini. aku mau, kalau memang kamu sama aku, gak hanya aku yang bahagia sama hubungan ini, aku juga mau kamu bahagia, gak tertekan, gak tersiksa"

Ya Tuhan, terbuat dari apa pria ini, kenapa dia begitu baik....

"aku masih boleh kan, nemuin kamu? nyapa kamu?" dia mengurai pelukan kami, dan menangkup wajahku dengan kedua tangannya, mengarahkan agar aku memandangnya. Aku yang masih berurai air mata, hanya bisa mengangguk pasrah, menatap senyumannya, dan matanya yang juga berkaca – kaca, walau tidak meneteskan air mata.

"aku sayang sama kamu mas..." ucapku lirih

"tapi gak bisa cinta sama aku kan?" ucapnya, sambil tersenyum.

"maaf..."

"udah berapa kali aku bilang? Don't say sorry. Udah ya, kita udahin pembahasan soal ini. sekarang aku dan kamu, pokoknya kita tetap baik – baik aja, jangan lari ya kalau ketemu aku, wave your hand dengan ceria seperti biasa, keep yelling manggil – manggil aku kalau aku gak noleh – noleh seperti biasa, tapi, kalau lari ngejar aku hati – hati ya, kan sekarang aku gak mungkin masih gendong kamu kalau kaki kamu keseleo karena jatuh kayak waktu itu"

****

Seperti janjinya, kami masih terus saling berpapasan satu sama lain dikampus, bagaimana tidak? Kami hampir sejurusan, dengan mata kuliah yang saling bersinggungan, bahkan ruang pembimbing disertasi kami berhadapan. Dia masih selalu tersenyum, menyapa, menanyakan progress disertasiku yang tinggal tahap revisi akhir, menceritakan miliknya dengan antusias.

Entah dia memang pemain watak yang baik, atau dia memang benar – benar sudah move on. Tapi dia tidak menunjukan beban sama sekali, setiap kali kami bertemu. Tapi karena sikapnya itu, aku sedikit merasa lebih nyaman untuk berhadapan dengannya. Walau rasa bersalah itu, masih selalu timbul di benakku.

Aku mulai menyicil mengemasi barang – barangku, mengirimkan sebagian yang sudah tidak akan ku pakai lagi, sampai waktu kepulanganku menjelang. Mulai menawarkan jatah kamarku pada orang lain, karena Aisyah dan Margot masih akan tinggal disini beberapa bulan lagi, kasihan mereka kalau kamar ini kosong, biaya sewa akan menjadi beban mereka berdua saja.

Aku memang berencana langsung kembali ke Indonesia, setelah selesai ujian final. Disini sistem skripsi atau disertasi, tidak mengenal adanya sidang ujian. Jadi kami cukup mengumpulkan hasil final disertasi kami, dan semua nilai akan bergantung pada isi disertasi kami.

Satu Bulan Untuk SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang